Vespa Merah

98 23 1
                                    

"Loh, kak Hema punya motor?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Loh, kak Hema punya motor?!"

Lia memandang takjub pada sebuah motor Vespa matic berwarna merah yang terparkir di halaman kosan Hema. Cowok berambut cokelat itu tampak tersenyum bangga, karena motor Vespa ini dia dapat dari hasil menabung uang jajannya selama satu tahun. Walaupun sebenarnya, Hema bisa saja langsung meminta uang kepada Mamanya untuk dibelikan motor yang dia mau, tetapi Hema lebih memilih untuk berjuang mendapatkannya sendiri.

"Iya dong!" Kata Hema sambil menepuk bagian belakang motornya, "dan lo harus bangga karena bakal jadi orang pertama yang gue bonceng pake motor ini."

Lia tersenyum senang, lalu berlari menghampiri Hema yang sedang menenteng dua helm bulat di tangannya.

"Ayok, ajakin aku jalan-jalan, kak!"

"Siap!"

Hema memberikan salah satu helmnya kepada Lia dan membantu cewek itu ketika kesulitan saat mengunci helmnya. Setelah selesai, Hema memasang helm juga di kepalanya lalu mulai menggendong backpack transparan khusus hewan peliharaan. Yang tentu saja, isinya adalah Dudu. Anjing itu juga tampak excited karena akan ikut Lia dan Hema jalan-jalan sore ini.

Saat di perjalanan, mereka asik mengobrol dan beberapa kali Lia merentangkan tangannya menikmati jalanan ibukota. Untungnya jalanan belum terlalu ramai karena jam pulang kerja masih sekitar satu jam lagi. Jadi mereka tidak terjebak macet.

Setelah sampai di tempat tujuan, ternyata Hema mengajaknya ke sebuah taman kota yang ternyata cukup ramai. Mungkin karena sedang liburan sekolah, jadi cukup banyak keluarga yang menghabiskan liburannya di sini. Tetapi meskipun begitu, Lia tetap senang. Apalagi dia akan menghabiskan waktunya bersama Hema dan Dudu di sini.

"Mau es krim, nggak?"

Lia mengangguk, dengan tangan menggendong Dudu yang sudah dikeluarkan dari dalam backpack. Hema lantas mengantri untuk membeli es krim di sebuah stand yang tidak jauh dari parkiran.

Saat ini, mereka sedang duduk di ayunan yang ada di taman bermain. Sambil menikmati es krim, Hema dan Lia tampak mengobrol asik sambil memperhatikan Dudu yang sedang diajak main oleh beberapa anak. Anjing berbulu putih itu tampak senang, dan terlihat berlari kesana-kemari untuk mengambil bola yang dilemparkan oleh anak-anak.

"Main ke sini bareng lo ternyata cukup menghibur gue yang lagi stres banget gara-gara proposal skripsi."

Lia menoleh, menatap Hema yang sedang memandang lurus ke arah Dudu dan anak-anak sambil terus memakan es krim cokelat miliknya.

"Kalo semester 7 emang udah bisa menyusun proposal buat skripsi kak?"

Hema mengangguk, membuat Lia lantas menepuk dua kali bahu cowok itu.

"Semangat ya, Kak Hema."

Hema tertawa, "Thank you, Lia."

Lia nyengir, masih menatap Hema dengan mata bulatnya yang terhalang oleh kacamata.

"Kalo nyusun proposal skripsi aja udah bisa bikin se-stres ini, apalagi nanti pas udah benar-benar nyusun skripsinya. Pasti bakalan pusing banget ya kak?"

"Banget, Lia."

Hema tampak menghela napas berat.

"Nih liat aja, baru nyusun proposal doang rambut gue sampe hampir tipis gini gara-gara rontok saking stresnya. Apalagi pas skripsian nanti, bakalan botak kali gue." Kata Hema sambil mengacak asal rambut cokelatnya.

Lia tertawa pelan, lalu mengangkat tangannya untuk menyentuh rambut Hema dan mengusapnya dengan lembut hingga mata cowok itu kini beralih menatapnya.

"Segini rambutnya masih tebal tau kak." Kata Lia sambil menurunkan tangannya, "Dan kalo masalah rontok, aku punya produk bagus buat rambut. Kalau Kak Hema mau nanti aku bawain."

"Emangnya boleh?"

"Boleh dong!"

Lia mengangguk semangat, lalu melanjutkan memakan es krim vanilla miliknya dengan pandangan lurus ke depan.

Tanpa Lia ketahui, Hema sedang menatapnya lekat, seolah Lia seperti akan hilang jika dia mengalihkan matanya sedikit pun. Setelah 10 hari semenjak pertemuan mereka di toko komik, entah sejak kapan, setiap Hema melihat Lia, jantungnya selalu berdetak tidak normal. Dia tahu maksud dari detak jantungnya, dia paham dengan arti desiran aneh dalam dirinya yang selalu disertai rasa berbunga-bunga setiap melihat perempuan itu tersenyum.

Dan Hema juga tahu, kalau dia sebenarnya tidak boleh memiliki perasaan semacam itu terhadap Lia.

°°°

1 to 14 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang