Shampo

101 25 1
                                    

"Wanginya seger

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wanginya seger."

Hema memejamkan mata saat tangan Lia mulai memijat kepalanya dengan handuk. Mengusap rambut basahnya itu dengan lembut agar cepat kering. Padahal Hema bisa melakukannya sendiri, tetapi Lia menawarkan ingin membantu dia mengeringkan rambut setelah sempat memakaikan conditioner yang Lia bawa.

Sore ini seperti biasa, Lia kembali main ke kosan Hema. Selain tujuannya untuk bertemu Dudu, gadis berkacamata itu berniat memberikan dua produk perawatan rambut yaitu shampo dan conditioner yang sempat dia tawarkan kemarin. Entah sejak kapan, Hema tidak merasakan kecanggungan lagi diantara dirinya dengan Lia hingga posisi mereka yang terlampau dekat seperti ini tidak membuatnya tidak nyaman. Malah Hema cukup menikmati setiap sentuhan yang Lia berikan pada rambutnya.

"Kak Hema suka wanginya?"

Hema mengangguk, lalu kembali membuka matanya untuk menatap gadis mungil yang berdiri di depannya, tampak masih fokus mengeringkan rambut. Posisinya yang duduk di atas ranjang membuat Hema harus sendikit mendongak agar bisa melihat wajah Lia dengan jelas. Lalu cowok itu tersenyum, saat Lia juga sedikit menunduk untuk balas menatapnya.

"Jangan senyum-senyum, Kak Hema."

"Kenapa emangnya?"

"Jantungku jadi deg-degan."

Hema tertawa, merasa lucu dengan ekspresi menggemaskan dari Lia. Lalu perempuan itu meletakkan handuk dan berganti mengambil serum rambut berbentuk tube dari dalam tasnya.

"Oh iya aku juga bawa serum rambut. Wanginya juga nggak kalah enak, kak. Rambut kakak pasti bakalan makin wangi dan sehat." Kata Lia sambil mengusap rambut Hema dengan serum yang sudah dia tuang ke telapak tangan.

"Kalo ini cocok nanti gue beli juga deh."

Hema mengambil tube serum rambut itu untuk melihat nama merk di kemasannya, lalu kembali menatap Lia.

"Kita kayak lagi main salon-salonan ya."

Lia tertawa, membuat Hema juga ikut tertawa pelan.

"Oh iya, lo tiap sore ke sini emang nggak dicariin sama nyokap lo?"

"Ibuku kerja kak, pulangnya malem. Yang penting aku udah di rumah sebelum ibu pulang."

"Kalo kakak lo?"

"Kak Una sibuk belajar, kalo jam segini dia masih di tempat les."

Yah, Una memang sedang disibukkan dengan les di hari liburan sekolahnya semester ini. Karena dia sudah kelas 12 dan sedang fokus untuk belajar soal-soal ujian nasional dan SBMPTN demi mendapatkan nilai memuaskan dan lulus di universitas yang Una inginkan.

Hema yang mendengar itu mengangguk. Pantas saja Lia hampir setiap hari main ke kosnya, ternyata dia kesepian karena tidak ada siapa pun di rumah saat weekday seperti ini. Lia tidak main ke kos Hema saat weekend saja, dengan alasan dia jarang diperbolehkan keluar jika sedang ada ibunya di rumah.

Sebelum mengenal Hema, biasanya setiap liburan sekolah Lia akan menghabiskan waktunya membaca komik di rumah, atau bermain bersama Syila yang Hema ketahui adalah satu-satunya teman yang Lia miliki. Tetapi katanya liburan sekolah kali ini Syila sedang keluar kota, menghabiskan liburannya di rumah nenek yang membuat Lia tidak memiliki teman main lagi kecuali Hema dan Dudu.

Yah sedikit-sedikit, Hema jadi tahu tentang Lia dan ternyata mereka memiliki beberapa kesamaan. Selain menjadi penyuka anjing dan es krim, ternyata mereka juga tidak terlalu suka bersosialisasi yang membuat mereka sama-sama tidak memiliki banyak teman. Mereka lebih suka menghabiskan waktu di dalam ruangan seperti ini dan main keluar hanya sesekali atau jika sedang ada keperluan saja.

Alias, mereka ini sama-sama anak nolife.

"Kak Hema punya hairdryer?"

"Ada di laci nakas, Lia."

"Aku ambil ya."

Lia berjalan menuju nakas, lalu mengambil hairdryer yang tersimpan di dalam laci. Saat berbalik, dia melihat Hema masih setia pada posisinya, dengan tatapan cowok itu yang tak pernah lepas dari dirinya.

"Kenapa kak?"

"Lo emang biasanya secantik ini ya?"

Hema bertanya, membuat gadis berkacamata itu tertawa lepas. Lalu dia duduk di sebelah Hema, balas menatap cowok berambut setengah basah itu dengan mata lucunya.

"Kak Hema baru sadar kalo aku cantik?"

Tidak, dari awal Hema melihat Lia, Lia memang sudah secantik itu di matanya. Tetapi sore ini, Lia tampak sedikit berbeda dari biasanya. Cewek itu tampak lebih rapi, dengan rambut yang biasanya dikepang atau diikat satu itu kini tergerai sangat indah. Di atas rambut hitam sepunggungnya itu, terdapat jepit rambut yang membuatnya terlihat semakin cantik. Belum lagi polesan pewarna bibir berwarna merah muda di bibir mungilnya, membuat Hema agak sedikit salah fokus dan sempat beberapa kali menelan ludahnya sendiri.

Hema tidak berniat menjawab, dan lebih memilih untuk mengambil hairdryer dari tangan Lia. Dia berniat mengeringkan rambutnya sendiri tetapi ditahan oleh perempuan itu.

"Sama aku aja, kak. Kan kita lagi main salon-salonan."

Katanya sambil menyalakan hairdryer, lalu kembali berdiri di depan Hema untuk mengeringkan rambut cowok itu.

Sambil merasakan rasa hangat di kepalanya, Hema mulai mendongak, kembali menatap wajah Lia yang sedang fokus dengan rambutnya.

"Hari Minggu lo ada acara?"

"Paling gereja doang, kak. Kenapa?"

"Abis gereja main sama gue mau, nggak? Lo kan selama libur sekolah belum liburan ke luar sama sekali, mana hari Senin udah mulai masuk sekolah kan."

"Hng..."

Lia tampak berpikir, menghentikan aktivitasnya sejenak dengan atensi yang kini hanya tertuju pada lelaki di depannya.

"Gimana?"

"Aku takut nggak dibolehin sama ibu, kak. Ibuku agak sedikit ribet soalnya."

Hema langsung mengangguk mengerti.

"Oke deh,"

Cowok itu kini bediri, berjalan ke arah cermin untuk berkaca sambil merapikan sedikit rambutnya yang sudah kering. Lalu dia berbalik, menatap Lia yang masih berdiri di tempatnya.

"Tapi lo ada di rumah kan?"

Lia mengangguk, membuat cowok yang lebih tua empat tahun darinya itu lantas tersenyum lebar.

°°°

1 to 14 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang