Realita

110 23 0
                                    

6 months later

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

6 months later...

Saat pertama kali Hema menginjakkan kakinya di Jakarta waktu jadi maba sekaligus anak kos empat tahun lalu, Hema berniat mencari Papa yang kata Mamanya tinggal tidak jauh dari daerah kampus tempat dia menuntut ilmu. Hema tidak berniat minta diakui, apalagi sampai mengacaukan keluarga baru Papa dengan kemunculan dirinya yang tiba-tiba. Walaupun sebenarnya, ada rasa ingin menghancurkan keluarga baru papanya itu karena sudah merebut Papa dari Hema dan Mama.

Hema hanya ingin bertemu, melepas rindu yang sudah belasan tahun ini dia pendam sendiri. Dulu, dia sangat dekat dengan Papa. Sampai menjelang ulang tahunnya yang ke 4, Papa meninggalkan Hema dan Mama begitu saja tanpa ada kejelasan hanya karena Papa jatuh cinta lagi dengan perempuan lain. Kepergian Papa tentu membuat Mama dan Hema terluka, sampai memutuskan pindah dari Jakarta.

Saat Hema lulus SMA dan diterima di salah satu perguruan tinggi di Jakarta, Hema kembali lagi ke kota ini. Kali ini sendirian, tanpa Mama yang dia tinggalkan di Surabaya. Beberapa Minggu dia tinggal di sini dan sudah mulai beradaptasi, Hema mulai fokus untuk mencari keberadaan Papa. Hanya butuh satu Minggu, akhirnya dia menemukan tempat kerja dan tempat tinggal Papa yang dia ketahui dari kerabatnya yang tinggal di Jakarta. Tetapi sayang, belum sempat mereka bertemu, Hema mendapat kabar jika Papa mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.

Hema tentu terpukul, apalagi saat dia menghadiri pemakaman Papa yang hanya bisa dia lihat dari jauh. Hema hanya bisa menatap nanar orang-orang terdekat Papa yang berkumpul di pusara, saling menangis dan menguatkan satu sama lain karena ditinggalkan. Padahal, Hema juga anak Papa. Dia juga ingin menangis dan dikuatkan oleh keluarganya yang lain.

Hema itu anak Papa yang terlupakan. Bahkan sepertinya, keluarganya di sini tidak ada yang mengenal Hema.

Kemudian pandangan Hema jatuh pada dua anak perempuan yang sedang memeluk seorang wanita paruh baya, yang Hema ketahui adalah keluarga baru Papa. Wanita paruh baya itu istri baru papa, yang tidak lain adalah wanita yang menghancurkan keluarganya. Dari informasi yang Hema dapat, ayahnya memiliki dua orang putri dari istri barunya. Yang berarti Hema memiliki dua adik tiri perempuan.

Dilihat dari jauh pun, Hema sudah mengetahui jika dua anak perempuan itu pasti benar-benar anak Papa karena wajah mereka yang begitu mirip. Nama mereka adalah Una dan Lia.

Dan disitulah, pertama kalinya Hema melihat Lia. Anak bungsu dari papannya sendiri yang saat ini menjadi perempuan yang Hema cintai. Lia masih SMP saat itu, dan Hema sempat berpapasan beberapa kali karena kos Hema memang tidak jauh dari tempat tinggal Lia. Tentu saja Lia tidak mengenalnya, sampai saat di mana mereka bertemu di toko komik secara tidak sengaja. Yang kebetulan, Hema menolong Lia yang hampir kena sabetan senjata tajam dari pelajar yang tawuran.

Hema pura-pura tidak mengenal Lia dan menyembunyikan identitas dirinya dari Lia. Dan malam itu saat di dermaga, Hema jujur tentang semuanya. Tentang perasaannya, tentang bagaimana sosok Lia untuk untuknya, dan tentang siapa sebenarnya dirinya.

Awalnya, Lia menolak keras untuk percaya karena di matanya sosok ayahnya adalah lelaki paling baik di dunia yang tidak mungkin pernah menyakiti hati perempuan. Apalagi sampai meninggalkan istri dan anak hanya demi perempuan lain, yang tak lain adalah ibunya sendiri.

Lia sempat meminta bukti, yang langsung Hema berikan dengan memperlihatkan foto keluarganya saat dia masih kecil yang memang Hema selipkan di dalam dompet. Selain itu, Hema juga mengatakan jika Ibu Lia sudah tahu siapa Hema, makanya ibu Lia memberikan izin kepada Hema untuk mengajak Lia main ke Dufan.

Yah ternyata, Ibu Lia cukup baik kepada Hema meskipun awalnya sangat tidak menyukai kehadiran Hema dengan alasan dia tidak mau putrinya dekat dengan laki-laki. Tetapi saat Hema menceritakan siapa dia sebenarnya, Ibu Lia tentu terkejut, tetapi tidak menolak lagi saat Hema bilang ingin mengenal adik tirinya itu dengan baik. Malah ibu Lia sempat meminta Hema untuk mengajak Una juga, tetapi saat itu Una sedang tidak di rumah.

Saat itu, ibu Lia sempat bercerita jika dia memang tahu jika suaminya memiliki anak laki-laki dari istri pertama, yang tak lain adalah Mama Hema. Ibu Lia juga meminta maaf karena sudah mengambil sosok Papa bagi Hema demi kebahagiaannya sendiri.

Untuk Hema yang memang sudah tidak mempermasalahkan lagi hal itu, jelas dia bisa memaafkan dengan lapang dada. Lagipula, tujuan dia datang ke rumah ibu Lia saat itu bukan untuk menuntut permintaan maaf, tetapi dia hanya ingin mengajak Lia keluar untuk terakhir kalinya. Karena dari awal, Hema memang sudah merencanakan akan jujur kepada Lia tentang bagaimana perasaannya dan tentang siapa dia sebenarnya seusai liburan mereka. Lalu, pergi dari hidup Lia untuk menjaga agar rasa cintanya kepada adik tirinya itu tidak semakin membesar.

Kini 6 bulan berlalu dan sudah selama itu pula Hema pergi dari kehidupan Lia. Dia sudah tidak tinggal di kos dekat rumah Lia dan pindah ke kosan lain di daerah yang cukup jauh. Bahkan dengan jarak kos barunya ke kampus saja hampir satu jam. Hal ini dia lakukan agar dia tidak pernah lagi berpapasan atau bertemu dengan Lia.

Hema ingin hilang dari pandangan Lia dan kembali melanjutkan hidupnya sendiri tanpa ada bayang-bayang perempuan itu. Meskipun sebenarnya, Hema agak kesulitan karena setiap dia melihat Dudu, pasti akan selalu mengingatkannya kepada Lia.

14 hari yang Hema habiskan dengan Lia saat itu harus benar-benar Hema lupakan agar perasaannya juga bisa hilang. Rasa ingin memiliki Lia tentu pernah sangat mendominasi, memaksa egonya agar bisa terus berada di sekitar Lia dan berusaha menutup mata jika perempuan itu adalah adiknya. Tetapi untungnya akal sehatnya masih bisa menang, hingga membuat Hema mengambil keputusan yang menurutnya sangat tepat untuk menjauh dari Lia.

Hari ini, tepat di hari kelulusannya, Hema memandang langit Jakarta yang cukup cerah sesaat dia keluar dari gedung auditorium kampusnya. Suasana di sana sangat ramai, dengan dipenuhi oleh teman-teman seangkatannya yang memakai toga seperti yang dia kenakan juga keluarga mereka yang menyambut dengan haru.

Lalu pandangan Hema jatuh pada sosok perempuan paruh baya yang tampak anggun dan cantik dengan setelan kebaya yang dia belikan sebulan yang lalu.

Hema tersenyum lebar, melangkah dengan cukup tergesa lantas memeluk perempuan nomor 1 di hidupnya itu erat-erat.

"Selamat ya, anak Mama. Kamu berhasil."

"Terima kasih, Ma."

Hema mengeratkan pelukannya, merasakan tepukan lembut yang diberikan oleh ibunya itu dengan hati yang menghangat.

Hema berhasil, Ma.

Hema berhasil lulus tepat waktu dan membuat Mama tersenyum bangga.

Dan semoga, Hema juga berhasil melupakan perasaan Hema kepada Lia, perempuan yang tidak seharusnya Hema cintai.

Doakan Hema ya, Ma.

°°°

1 to 14 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang