03. History

236 30 9
                                        

"Walaupun kalah, tak kan kubiarkan kau masuk ke istana suci ini. Dasar vampire hina!" Jongho mengucapkan kalimat itu dengan nafas yang tak beraturan.

"Seseorang yang mengingkari kesepakatan bukannya juga hina?'' ucap pemuda Song itu dengan penuh penekanan.

"Dari awal aku tidak pernah setuju untuk itu, jadi pikirlah apa yang akan kau dapat kelak jika melawan" Dengan kekuatan yang masih tersisa, Jongho mengepalkan tangannya dan memukul bagian ulu hati pemuda bermarga Song itu. Mingi yang mendapat pukulan sontak terlutut dan memuntahkan banyak darah. Beberapa detik setelahnya, manik matanya tiba-tiba berkunang, kakinya terhuyung lalu terjatuh. Samar-samar kesadarannya masih tersisa dan mendengar Jongho bergumam

"Aku tidak memiliki dendam padamu, tetapi siapapun yang berniat menyakiti keluargaku akan berakhir sepertimu.. dan mungkin akan lebih parah" Jongho mendesah ringan menatap badan Mingi yang sudah terkulai lemas dihadapannya, ia kini pergi menjauh sembari meregangkan leher dan otot badan lainnya yang terasa ngilu.

"KEMARI KAU CHOI JONGHO!!" Mingi benar-benar tersulut amarah. Ia bangkit sekuat tenaga lalu berlari menghampiri Fairy itu sembari megumpulkan kekuatan di tangan kanannya. Namun, Jongho sudah lebih dulu masuk ke dalam barrier Acacia dan mulai merapalkan mantra. Sebelum sempat melancarkan serangan, Negeri Acacia perlahan pudar dan lenyap. Mingi begitu tak percaya saat manik matanya menyaksikan hal tersebut. Ia melihat ke arah tempat Jongho berdiri. Walau hanya bisa melihat punggung Fairy itu dari jauh, ia bisa melihat guratan seringai di bibirnya. Pemuda itupun ikut menghilang bersama Negeri Acacia dan sudah tak terlihat keberadaannya. Mereka menghilang bagai debu dan terurai dengan angin.

"Ada apa ini? Acacia menghilang? Tidak, bagaimana bisa?? hal seperti ini tidak tertulis di buku itu! ARGH SIAL!" Banyak pertanyaan yang berenang di kepala Song Mingi saat ini. Ia meremas rambutnya dengan frustasi hingga beberapa helai rambutnya patah. Padahal hatinya sudah sangat senang akan bertemu dengan gadisnya, pikirannya juga sudah memikirkan cara untuk membawa Yoojin lari bersamanya, bahkan hingga menghayal akan memeluk tubuh ramping gadis pujaannya itu dengan erat di dekapannya. Rasa sesal yang begitu mendalam saat tak bisa meraih jemari lentik gadisnya padahal sudah sedekat itu, sungguh tragis.

"Apakah usahaku untuk mencarimu kurang keras, Yoojin?"

Kakinya lemas, ia terlutut disana melihat serpihan debu Negeri Acacia yang mulai menghilang dan langit yang mulai memerah. Bahkan kini wajahnya sudah basah karena air yang terus mengalir di pelupuk mata.

"Mengapa sang pencipta begitu bersikeras untuk memisahkanku dari separuh jiwaku?" Manik mata semerah darah itu kini tertuju pada sebuah mata air tepat di depan sana. Pantai yang selalu menjadi tempat singgahnya, pantai penuh kenangan yang menjadi saksi canda tawa sepasang kekasih yang tak akan pernah diberi ijin oleh semesta untuk bersama.


ACACIA 17.43

"ADA APA INI?" pemuda bersurai merah muda itu terkejut bukan main melihat Negeri Acacia mengaktifkan mode darurat disaat keadaan ia rasa aman dan masih tentram beberapa saat lalu. Pemuda yang biasanya dipanggil Baginda oleh yang lain, Raja dari Negeri Acacia, Park Seonghwa. Ia melangkah setengah berlari menuju arah gerbang Acacia, karena hanya Jongho lah yang bisa mengaktifkan mode darurat selain dirinya. Hatinya gelisah dan panik, jangan sampai terjadi sesuatu pada putranya itu.

"BAGINDA!" seru seorang fairy dengan nafas tergesa gesa.

Harapan Seonghwa pupus setelah melihat dua orang fairy didepannya sudah membopong Jongho, putra bungsunya yang sudah babak belur. Seonghwa dan para fairy lainnya terlihat sangat khawatir. Ia menatap nanar sekujur tubuh Jongho yang sudah dipenuhi banyak luka bakar. Walapun Seonghwa dengan Fairy lain tidak memiliki hubungan darah, tetapi Seonghwa sangat menyayangi semua di negerinya seperti anak sendiri.

Bloody Moon | Minyun | ATEEZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang