07. Inception

143 16 0
                                    

Matahari perlahan mulai menampakkan sinar agungnya, menandakan pagi hari sudah hampir menjelang di Negeri Astmidite. Namun sayang, kehangatan sang surya terhalang oleh gelapnya awan hitam yang abadi membuat suasana tiap waktu di Astmidite terlihat suram dan dingin.

"Aku...dimana?" Pemuda bertubuh jenjang itu menyuarakan suaranya. Ia perlahan mengerjapkan matanya lalu bangun dari ranjang king size itu sembari memegang sebelah kepalanya yang masih terasa sakit.

Dengan hati-hati, ia menapakkan kakinya yang tidak beralaskan apapun ke lantai marmer yang dingin itu. Pandangannya agak kabur saat mencoba untuk berdiri, tetapi hal itu tak membuatnya mengurungkan niat untuk melangkah. Mewah, satu kata sudah cukup untuk menggambarkan kamar tersebut. Bahkan kamar ini terlihat terlalu mewah untuk ukuran kamar yang boleh dipinjamkan kepada orang asing.

Ia menggelengkan kepala. Tak perlu membuang waktu lebih lama lagi, ia mulai membuka pintu perlahan agar kehadirannya tidak diketahui oleh siapapun. Gerak gerik pemuda bernama Yunho itu lebih mirip penyusup saking waspadanya.

Kriit--

"Kim Hongjoong?" ia bergumam dengan manik mata yang masih setia menatap lukisan berukuran besar tepat didepan kamar lorong itu. Diperhatikannya ukiran huruf dan nuansa bangunan yang didominasi oleh warna silver, menyadarkannya bahwa ia masih berada di negeri kekuasaan sang Raja Kegelapan. Pikirannya berputar, bagaimana bisa ia berakhir disini? bahkan hingga memasuki istana beliau?

"Aku benar benar bisa mati.."

Dengan nafas yang sedikit kacau dan keringat yang membasahi dahinya, Yunho dengan berani kembali menyusuri lorong tersebut berniat untuk kabur dari sana. Beberapa kali ia menemukan penjaga yang sedang mondar-mandir tetapi dengan keberuntungan yang baik, Yunho berhasil menghindari semuanya dengan mulus hingga menemukan sesosok punggung pria lain yang terlihat sedang memeriksa persenjataan di dalam sebuah ruangan yang luas.

Dari pakaian yang terlihat mencolok dan gagah, Yunho mengetahui bahwa pasti pria ini adalah salah satu pangeran yang berkuasa disini. Tangan pria itu dengan lihai mengendalikan sebuah pedang yang berukuran cukup panjang. Beberapa tebasan dan teknik ia lakukan hingga Yunho termenung sejenak melihatnya. Warna kemerahan di rambut pemuda yg lebih tinggi darinya ini sungguh menyita perhatian.

Beberapa saat setelahnya, tangan itu tiba-tiba terhenti. Tanpa menoleh pun, pria itu sadar akan kehadiran Yunho.

"Hei, kau sudah sadar?" Perkataannya berhasil membuat Yunho sedikit terperanjat. Kelegaan terpancar dari wajah pria itu. Ia tersenyum hingga matanya berbentuk seperti bulan sabit. Ia meletakkan pedangnya dengan perlahan lalu mulai mengikis jarak antara keduanya. Mendekati Yunho dengan kaki yang spontan berjalan ke arahnya.

"Kau.. pemuda di pantai itu?"

Alisnya terangkat "Ya, Song Mingi. Apa kau tidak mengingatnya?" Pemuda yang mengaku bernama Mingi ini menjawab dengan santai. Yunho hanya terdiam merasakan aura mencekam dari tatapan netra pemuda itu.

Yunho terheran, saat memakai kalung pemberian Bagindanya, seharusnya tak ada yang bisa merasakan kehadirannya saat ini. Perasaan bingung, waspada, dan takut tercampur menjadi satu. Andai saja Yunho tak memperhatikannya, mungkin saja ia sudah berhasil keluar dan kembali ke Acacia.

"Bagaimana keadaanmu?" Mingi angkat suara setelah beberapa lama mereka terdiam.

"Saya sudah membaik, tuan (?)" Yunho diam masih setia menatap lantai dingin yang menyentuh telapak kaki nya. Tegang, tangannya berkeringat dingin.

Mingi menatap pucuk kepala pemuda itu, lalu menyentuh helai rambut Yunho yang terlihat sedikit berantakan.

"Bicara santai saja, toh kita sudah melewatkan satu malam bersama"

(?)

Yunho seketika melebarkan matanya, memberanikan diri menatap "ia" yang lebih tinggi darinya.

"Mungkin rambut ini bisa menjadi tanda bahwa kau sudah tidur nyenyak di kamarku"

GASP!

Yunho seketika panik dan tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.
"M-maksudmu, kemarin malam--"

"Lihat dirimu"

Benar, pakaiannya berbeda dengan yang terakhir kali dipakainya. Kemarin Yunho memakai setelan berwarna putih, tetapi yang membalut tubuhnya kini adalah sepasang pakaian berwarna hitam. Mingi hanya menyeringai kecil melihat reaksinya.

"Apa yang sebenarnya terjadi ...?" Yunho terlihat linglung, mata bulatnya menuntut jawaban. alisnya mengernyit mencoba mengingat sesuatu yang bahkan ia tak yakin apakah itu benar-benar terjadi atau tidak.

"Seharusnya aku yang bertanya demikian" Tepukan di pundak Yunho berhasil membuatnya merinding. Pria itu mendekatkan wajahnya, saking dekatnya mereka bahkan bisa merasakan hembusan nafas masing masing.

"Aku bercanda" Mingi tertawa jahil dan terlihat sangat puas melihat Yunho yang sepanik itu. Sementara si pemuda satunya hanya bisa terdiam menghadapi realita bahwa dia sedang dipermainkan.

Banyak pertanyaan yang berenang di pikirannya sekarang, tetapi jangankan bertanya, bibirnya sudah terasa kelu karena malu. Sungguh, Yunho sangat ingin meninju wajah pangeran itu.

"UHUK! Sial tenggorokanku sakit sekali!" Dengan nada yang berlebihan, siapapun pasti tau bahwa itu hanya batuk bohongan saja.

"Hei Jung Wooyoung, telingaku kembali berdengung" Ucap San sembari memegang sebelah telinganya. Keadaan San kini sudah pulih namun kakinya belum bisa berjalan dengan baik.

"Yunho hyung, keadaanmu sudah membaik?" Ucap Wooyoung dengan wajah yang terlihat khawatir

"Tentu, badanku sudah lebih terasa nyaman. Terimakasih."

"Seharusnya seperti itu, karena Pangeran paling kuat inilah yang telah menyembuhkanmu hyung" Ucapannya itu berhasil mendapat sentilan di dahi oleh San. Wooyoung menatapnya dengan sinis.

"Daripada menyombongkan diri, lebih baik kalian pergi ke luar mencari udara segar" San menunjuk kedua adiknya itu, walaupun mereka berdua sempat beradu argumen lewat telepati, San tak menggubrisnya sama sekali. Beberapa menit berlalu, mereka masih saling menatap.

"Kubilang cepat pergi dan selesaikan masalah kalian!"

Mendengar telepati itu, Mingi mendecih dan Wooyoung pun tertawa hambar tanda tak patuh. Seperti yang diketahui, mereka berdua memang tidak pernah akur. Karena Mingi yang keras dan kepala Wooyoung yang tidak kalah kerasnya seperti batu.

San yang tidak tahan kini terlihat murka. Mereka yang merasakan hawa tak enak itu lalu dengan terpaksa berjalan bersama. Entah menuju kemana asalkan tidak didekat San yang sekarang terlihat seperti bisa memakan mereka dalam sekali hap.

Yunho tertawa kecil, saudara ini terlihat sangat tidak cocok tetapi perilaku mereka juga sangat manis saat bersama.

Perlahan bayangan mereka terlihat semakin menjauh meninggalkan San dan Yunho disana. Samar-samar, terdengar sedikit perbincangan mereka berdua.

"Aku tidak mau berbicara denganmu"

"Lalu sekarang kau sedang apa bodoh?"

"KAU SANGAT MENYEBALKAN HYUNG!"

"Diamlah, telingaku mau pecah rasanya" Mingi hanya memutar bola matanya.

Wooyoung kini sangat ingin menjambak mulut Mingi saat itu juga.
.
.
.
.
.
.

Bloody Moon | Minyun | ATEEZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang