🌻 Another Chance 🌻

496 75 9
                                    

Di dalam ruangannya, Jaemin menggaruk-garuk dahi. Pertemuannya dengan Minjeong tadi benar-benar sesuai dugaannya. Minjeong benar-benar marah.

Tidak hanya itu, Minjeong bahkan tidak mau menatapnya. Sejujurnya semua itu lumayan membuat Jaemin terluka. Tapi apakah dia boleh merasa seperti itu, sementara Minjeong lah yang ditinggalkan tanpa pernah dihubungi sebegitu lamanya?

Tidak mudah meruntuhkan kerasnya hati Minjeong. Jaemin benar-benar paham akan ini. Jadi, membuka hati gadis itu yang sudah lama tertutup kembali pasti butuh usaha yang tidak sederhana.

Tapi ngomong-ngomong, Jaemin sudah lama sekali tidak melihat wajah gadis itu. Minjeong nampak berubah. Jadi lebih cantik, lebih dewasa, rambutnya sekarang panjang tergerai, dan tinggi badannya juga sepertinya bertambah.

Ingin sekali Jaemin mengatakan betapa dia merindukan Minjeong. Tapi sayang sekali, situasi menyebalkan ini menghalangi kerinduannya.

Jaemin memutar kursinya dan menatap jendela. Rupanya kak Mark benar. Saat naik jabatan, rasanya justru seperti tidak punya pekerjaan. Tiap hari hanya bengong saja sambil menunggu datangnya dokumen untuk dibubuhi tanda tangan.

Tok Tok!

Pintu ruang kerjanya diketuk, dan seseorang langsung masuk begitu saja meski Jaemin belum mengizinkannya. Tapi Jaemin membiarkannya saja, dia tahu pasti itu adalah Renjun atau Jeno.

"Hai, bos."

Benar saja, Jeno muncul dari balik pintu. Seperti biasa pula laki-laki itu membawa dokumen ke depan wajahnya. Tapi bedanya hari ini wajah Jeno kelihatan lebih berseri-seri.

"Ada apa?" Jaemin melirik Jeno yang tidak berhenti terkekeh seperti anak-anak.

"Aku tahu kamu pasti senang hari ini, bos. Jadi bagaimana? Lancar?"

Jaemin berdecak pelan. Dia langsung paham apa yang laki-laki ini bicarakan. "Lancar apanya? Dia marah padaku."

Jeno membelalak kaget. "Benarkah? Bagaimana bisa? Ah, tapi wajar sih. Kamu saja meninggalkannya tanpa menghubungi sama sekali. Nomor ponsel juga diganti. Pantaslah dia marah besar padamu. Dasar laki-laki jahat."

Jaemin lumayan terkejut mendengar perkataan Jeno yang begitu menohok. "Kamu bicara apa? Tidak biasanya menjelek-jelekkanku begitu."

"Aku tidak menjelek-jelekkanmu. Aku dengar semua ini langsung dari Ningning. Kebetulan dia ada di bawah bimbinganku sekarang. Kamu harus lihat ekspresi wajah Renjun saat tahu aku jadi senior pacarnya. Dia kelihatan menyedihkan sekali."

"Ningning memberitahumu?" Jaemin balik bertanya.

Jeno mengangguk. "Tentu saja. Mana mungkin Minjeong yang bilang padaku? Mustahil dia mau menceritakan kisah cintanya sendiri. Apalagi dia yang patah hati."

Jaemin merengut kesal. "Aku juga patah hati bertahun-tahun kalau kamu lupa."

Jeno hanya tertawa jenaka seperti sebelumnya.

"Lalu, dia bilang apalagi padamu?" Jaemin menatap penuh harap pada Jeno.

"Tidak ada. Tanya sendiri sana. Kamu yang putus, kenapa aku yang repot?" Jeno mengambil dokumen yang sudah ditandatangani dan melenggang begitu saja keluar ruangan.

Jaemin jadi meradang karenanya. Awas saja bocah satu itu. Padahal Jaemin penasaran sekali tentang apa yang terjadi pada Minjeong selama ini.

Jika memang ini tentang alasan mengapa dia mengganti nomor ponselnya, Jaemin bisa menjelaskannya pada Minjeong. Semua ini bukan karena Jaemin membenci gadis itu, sungguh.

🌻🌻🌻

Berhari-hari sudah Minjeong selalu mengistirahatkan dirinya di taman kecil kantor ini. Entah apa yang sedang dia lakukan sebenarnya. Apakah benar-benar karena ingin menyendiri atau justru sedang berharap dihampiri Jaemin lagi.

Melt My Cold Heart • Jaemin x Winter ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang