"Aku juga tidak ingin mengatakan yang sebenarnya, karena diriku pun sudah menduga, jika hal ini akan terjadi. Namun jiwaku ingin mencoba mengungkapkannya dan... Sia-sia lah, aku tak akan lagi berkata jujur atau terbuka." Nabila
-,-
Nabila yang sedang mengerjakan tugas di meja belajar pun menghentikan aktivitasnya. Dia pergi mengambil handphone dari meja dan duduk di ujung kasur. Terlihat Farhan mengirimkan link lima kali.
Farhan
[Noh, udah gue lakuin. Tinggal lo like dan share]
Nabila
[Gilak, cepet amat dah]
Farhan
[Gue nggak biasa nunda-nunda tugas atau kerjaan]
Nabila
[Cih]
Farhan
[Emot senyum yang memperlihatkan gigi]Nabila pergi melihat link yang dikirim Farhan, melongo. Terlihat like dan komen pada vidio tersebut sangatlah banyak, padahal baru beberapa menit yang lalu diuplod. Farhan juga terlihat lihai dalam ngedance dan bermain tiktok. Nabila menutup handphonenya, tak sanggup melihat vidio lagi.
"Ahhh, gilak! Jangan-jangan nih anak tiktokers lagi!" gerutu Nabila kesal. Dia membanting handphonenya ke kasur.
Wajah tampan Farhan terus terngiang-ngiang di kepala. Nabila pun memukul kepalanya ke bantal. Tak lama, sebuah nada dering telpon masuk. Nabila pun segera mengangkat telpon itu.
"Hallo?"
"Nabila, besok kita presentasi ya. Jangan lupa tugasnya," pesan Dila dari balik telpon.
"iya Dil," sahut Nabila.
"Sipp, aku tutup ya?"
"Iya," sahut Nabila.
Dila pun menutup telponnya dan Nabila, memilih untuk menchas handphone. Dia membaringkan tubuh ke kasur dan memejamkan mata. Hatinya berdebar dan risau. Entah mengapa, hatinya merasa tidak enak. Padahal, barusan hatinya berdegup senang.
^=^
Pagi harinya, para Murid sedang berkumpul, dengan kelompok masing-masing dan membahas persentasi yang bentar lagi, akan dimulai. Andin dan Rena berada dalam satu kelompok yang sama. Sedangkan Via dan Nabila berada di kelompok yang berbeda.
Seorang Guru Sosiologi datang dan berdiri di depan papan tulis. "Ayo! Sekarang giliran kelompoknya siapa?" tanyanya dengan nada biasa.
"Kami Bu!" seru Dila dan pergi maju ke depan, dengan laptop di tangan.
Nabila dan kawan-kawan menyusul Dila dari belakang. Mereka berenam berdiri di depan kelas, memulai persentasi. Dila sebagai moderator, bertugas memimpin acara hingga akhir. Terlihat Nabila dan kawan-kawan menjelaskan materi dan menjawab pertanyaan teman sekelas serta Guru.
"Untuk pertanyaan terakhir yang ditanyakan oleh Riska, bagaimana caranya mengembalikan kondisi anak-anak yang suka bermain handphone atau ps ke permainan tradisional?" ucap Dila mengulangi pertanyaan Riska. Riska pun mengangguk, mengiyakan.
"Menurut kami, seharusnya para Orang tua tidak memberikan handphone atau ps ke anak mereka. Toh mereka juga tau, apa dampaknya. Setiap sekolah juga seharusnya mengadakan game yang bertemakan permainan tradisional setiap hari jumat, mungkin? Dengan begini, para Murid akan merasa happy dan tidak melulu bermain handphone," kata Dila, menjawab pertanyaan Riska.
"Permainan tradisional itu nanti, juga bisa kita lakukan bersama para Guru. Supaya hubungan antara Murid dan Guru dapat terjalin," tambah salah satu Siswi yang berada dalam satu kelompok.
"Contohnya?" tanya Riska.
"Mungkin, dengan kita bermain dakon, lompat tali, ular naga panjang atau yang lainnya?" jawab Dila dan Riska terlihat menganggukkan kepala, puas dengan jawaban tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lampion
Teen FictionLangit yang gelap, akan menjadi terang, jika ribuan lampion bertebangan. Namun sebaliknya, jika hujan tiba turun. Lampion-lampion itu akan redup dan berjatuhan. Layaknya kehidupan di dunia. Akan kah,