Pagi hari kemudian, Nabila dan Rena sudah tiba di sekolah. Mereka berdua sedang sibuk menyalin tugas. Tak lama Via datang, dengan setengah wajah yang ditutupi masker.
"Lagi ngerjain apa?" tanya Via, tanpa membuka masker.
Nabila pun menjawab, dengan tangan yang terus menyalin jawaban dan mata ke arah buku, "Tugas PKN yang dikirim di grup."
Via pun ber-ohh saja dan memilih untuk membaca buku. Rena yang sudah selesai pun menutup bukunya, tak lama Nabila pun menyusul. Nabila pergi dari tempat duduk, mengembalikan buku yang dipinjam.
"Ren, kemarin gue chat kok, nggak dijawab?" tanya Via, sembari melihat ke arah Rena.
Rena menatap Via, dengan ekspresi datar. "Males," sahutnya ketus dan memilih untuk pergi.
Rena terlihat menghampiri sang Ketua Kelas, berbicara sebentar dan pergi keluar. Via menatap kepergian Rena, dengan ekspresi sendu. Nabila pun berjalan ke arah bangkunya dan duduk.
"Kok Andin nggak dateng-dateng ya? Padahal bentar lagi bel," ucap Nabila bertanya-tanya, sembari melihat ke arah handphone. "Tuhh kan, handphonenya juga dari semalem mati."
Via pun pindah ke bangku sebelah Nabila dan ikut melihat. "Mungkin nggak, kalau Andin sakit?"
"Bisa jadi sih, tapi..." ucap Nabila menggantung dan tak lama, terdengar suara bel berdering yang menandakan jam pelajaran dimulai. "Surat ijinnya?" lanjutnya.
"Mungkin nanti," jawab Via dan diangguki oleh Nabila. Via pun melihat ke arah Nabila yang sibuk mengeluarkan buku. "Emmm, Nabila!"
"Hmm" Nabila melihat ke arah Via.
"Emmm, apa kemarin Rena sempat ngomong sesuatu tentang aku?" tanya Via perasaran dan Nabila pun menggelengkan kepala. Via menghela napas pelan dan menunduk.
Nabila mengerutkan kening, bingung. "Kenapa emang? Kalian berdua berantem?"
"Nggak tau, tiba-tiba aja tuh anak ngambek dan marah," kata Via dan tak lama, seorang Guru datang.
Nabila langsung melihat ke arah depan. Terlihat di depan kelas, Bu Guru berjalan menuju tengah-tengah ruangan, antara barisan kedua dan tiga. Ketua kelas hendak memimpin doa. Namun mulutnya kembali menutup, mendengar Bu Guru yang sedang bicara.
"Hari ini Andin nggak masuk sekolah, mungkin perlu waktu lama untuknya kembali sekolah," ucap Bu Guru membuat satu kelas bingung dan bertanya-tanya. Perasaan Nabila dan Via, menjadi khawatir. "Kita doakan bersama-sama ya, supaya Andin bisa cepat sadar dan kembali ke sekolah."
"Aminnn!" sahut para Murid secara serentak, kecuali Nabila dan Via yang masih kelihatan bingung.
"Bu!" salah seorang Siswa menaikkan tangan kanan ke atas.
"Iya?"
"Kalau boleh tau, Andin kenapa Bu?" tanya Siswa itu penasaran.
Bu Guru terlihat sedih. "Andin mengalami kecelakaan yang cukup parah," jawabnya membuat satu kelas terkejut dan heboh. "Pihak sekolah baru aja dapet kabar, kalau Andin mengalami koma. Kita doakan bersama ya! Semoga saja, Andin segera sadar dari komanya dan secepatnya kembali ke sekolah, beraktivitas seperti biasanya," pintanya dan diaminkan oleh seluruh Murid.
Nabila dan Via terlihat sedih. "Billl, Andin hiks hiks hiks," ucap Via bergetar dan lirih.
Nabila yang sama sedihnya pun menggegam tangan Via, berusaha untuk menguatkan. Nabila tak dapat berkata-kata, air matanya sudah membasahi wajah dan dada yang sesak. Terlihat di lain sisi, Rena berlari menuruni tangan, dengan tergesa-gesa. Dia telah mendengar berita tentang kondisi Andin, saat di ruang Osis barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lampion
Teen FictionLangit yang gelap, akan menjadi terang, jika ribuan lampion bertebangan. Namun sebaliknya, jika hujan tiba turun. Lampion-lampion itu akan redup dan berjatuhan. Layaknya kehidupan di dunia. Akan kah,