20

1K 94 5
                                    

"Tasya, mungkin jika orang lain tahu apa yang sedang aku lakukan. Mereka akan beranggapan kalau aku gila. Iya, bisa-bisanya aku cemburu pada dirimu. Pada seseorang yang jelas-jelas sudah tinggal nama."

Amelia menarik nafas panjang, menghembuskannya secara kasar. Matanya terus melihat seorang wanita yang berdiri tegak di bawah terik matari sembari memandangi batu nisan. Amelia menurunkan bangku
mobilnya untuk memejamkan mata. Ia enggan melihat bagaimana ekspresi Andira saat memandang nama seseorang yang pernah ia cintai kini terukir di atas batu.

"Aku iri padamu." Gumam Amelia menutup wajahnya dengan topi kain yang ia ambil dari bangku belakang.

"Tapi, siapapun kamu sekarang baginya. Kamu tetap sumber cemburuku."

Satu kalimat yang mungkin mewakili perasaan Amelia saat ini. Meskipun Tasya sudah meninggalkan Andira untuk selamanya, namun bagi Amelia wanita yang kini berbaring di bawah batu nisan itu tetap sumber cemburu baginya. Tidak perduli jika orang lain bilang dia gila cemburu pada orang yang sudah tiada, nyatanya Amelia benar, Andira masih mendekap perasaan itu dengan erat di ruang hatinya.

Tidak ada tutur kata untuk menggambarkan rasa cemburu seseorang, meskipun ribuan kali meyakinkan bahwa tidak ada hal yang spesial di antara orang ketiga tersebut, cemburu tetaplah cemburu.

Rasa sakit yang ditimbulkan saraf otak menghantar perih hingga ke dada. Sesak dada yang memompa paru-paru perlahan menimbulkan tegang di saraf leher hingga meneteskan air mata tampa seizin pemiliknya.

Amelia menarik beberapa lembar tisu, menghapus air mata yang enggan berhenti.

"Please Amelia, berhenti berfikir yang aneh-aneh." Sautnya geram pada dirinya sendiri. Terlepas dari apa yang ia pikirkan. Amelia mencoba menenangkan diri, berpikir dan berharap Andira memiliki sedikit ruang kosong untuknya, hanya sedikit.

***

"Aku pamit, semoga kenangan yang dulu pernah kita lalui bersama tetap akan menjadi kenangan manis bagiku."

Andira menyentuh ujung batu nisan yang bertulisakan nama wanita yang dulu pernah ia cintai. Air matanya jatuh membasahi sedikit ujung batu nisan itu, rasa perih yang dalam. Hal-hal indah yang dulu pernah ia janjikan pada Tasya hilang sebelum ia menepatinya.

Mungkin, jika saja Andira sedikit egois waktu itu, apakah mungkin Tasya masih bersamanya ?

Andira melangkah meninggalkan pemakaman, matanya terfokus pada Wanita yang tertidur di dalam mobil. Senyuman simpul muncul saat mata mereka beradu. Ada kisah yang semestinya harus dimulai kembali, ada janji yang harus ia tepati.

"Done." Ucap Andira tersenyum. Menyelesaikan apa yang harus dia selesaikan, antara dirinya dan masalalunya. Meski masih tersiksa sakit kehilangan orang yang ia cintai, tapi ia percaya takdir Tuhan tidak akan pernah salah. Saat Tasya menitipkan hal yang paling berharga kepada Amelia itu juga suratan takdir. Tidak ada yang ingin meninggalkan dan di tinggalkan, jika bisa memilih untuk tetap tinggal meskipun takdir telah menjemput, Tasya memilih menitipkan hal yang penting untuk orang yang tepat.

Amelia tersenyum, menegakkan bahunya dan mencepol rambutnya yang indah. Ada guratan pada keningnya yang indah. Iya, secantik itu Amelia hingga Andira terus menatapnya tampa henti. Hingga Amelia membalas tatapan Andira dengan lekat.

"Kamu cantik."

"Pendusta." Jawab Amelia dengan nada sedikit kesal.

"Kamu baru saja mengunjungi pacarmu, terus kamu sudah menggoda wanita lain."

Andira tertawa kekeh, ada rasa geli yang melilit perutnya saat ia melihat Amelia membuang muka ke arah luar jendela. Sesaat ada rasa yang aneh timbul di hatinya. Prihal rasa yang selama ini ia pertanyakan.

Jalanan kota seribu kisah ini terlihat lengah, banyak sudut yang terisi pedagang kaki lima, wajar saja banyak turis lokal dan asing yang mengunjungin Yogyakarta. Selain wisata alam yang menjadi objek pengahasilan warga juga memanfaatkan lokasi untuk berjualan. Taman kota yang tersusun rapi, bersih dan asri.

"Ada banyak hal yang masih aku pertanyakan." Suara Andira membuyarkan keheningan. Terlihat Amelia sibuk dengan handphone miliknya. Mengotak atik sosial media.

"Maksudnya?"

"Prihal dirimu."

"Aku? Why me?" Amelia menoleh, memperhatikan Andira. Alisnya bertaut mencoba memahami perkataan Andira. Wanita yang memiliki sejuta rahasia itu menyetir dengan fokus. Kulitnya yang putih bersih terlihat semakin cerah saat siluit sinar senja memantul ke wajahnya. Amelia baru tersadar akhir-akhir ini Andira sering tersenyum, meskipun hanya sedikit tapi mampu menggetarkan hatinya.

"Mau makan? Atau sekedar ngopi?"

"Andira, adakah sisah diruang hatimu untuk orang lain?. Maksudku, apakah hatimu sudah penuh oleh Tasya."

"Why?" Andira membelokan mobil mereka memasuki sebuah caffe Cofe yang tidak jauh dari Malioboro. Bibirnya sedikit tersenyum saat pertanya itu terlontar dari Amelia.

"Adakah ruang buatku?"


****








Siapa yang setuju jika aku buat kisah Tasya dan Andira ???

Koment ya..


BREAK HEART  [ COMPLETE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang