27

806 73 2
                                    

Andira Pov.

***

Aku gak tahu harus menggambarkan gimana perasaanku saat ini. Sedih, hancur, senang atau bahkan berduka. Bagaimana bisa aku membayangkan harus kehilangan untuk kedua kalinya seseorang yang sangat berarti bagi hidupku. Setelah kehilangan Tasya setelah aku mencoba melupakannya, tapi tiba-tiba kabar itu menamparku dengan keras.

Sekarang, Amelia.

Apa aku tidak pantas mendapatkan seseorang yang sangat berarti untukku? Atau Tuhan benar-benar menghukumku atas semuanya?

"Andira."  Aku terbangun dari peratapanku pada bantal di sisi Amelia. Menatap dengan senduh wanita yang tangannya ku genggam dengan erat. Matanya masih lebam, bibirnya nyaris tak bewarna. Ada rasa sakit yang menghujam jantungku berkali-kali saat matanya menatapku.

"Aku di sini, Amelia."

Aku melihat bibirnya bergerak getir, mencoba berbicara semampunya. Dengan lembut ku sentuh pipinya yang sedingin es. "Its okey, jangan dipaksakan untuk berbicara. Tenanglah." Aku masih menggunakan baju pelindung diri saat memasuki ruangan Amelia. Dengan sangat cemas kakiku berlari menghampiri Amelia ketika Tante Iren memberiku kabar bahwa Amelia sudah sadar. God, aku bersyukur untuk segalanya.

"Please. Jangan paksakan dirimu, Amelia. Kamu butuh banyak istirahat." Kurasakan tangannya menggenggam tanganku meskipun genggaman itu sama sekali tidak terasa. Bibirnya terseyum.

Tuhan, bagaimana bisa kau memberi cobaan pada wanita selemah ini. Lihatlah, bagaimana matanya sayu menatap kedua orang tuanya yang menangis memberi semangat dari luar ruangan kepadanya.

Amelia menarik tanganku dan meletakannya di atas dadanya. Tepat di mana jantung itu berdetak pelan dan lemah. "Tasya, masih di sini." Bisiknya dengan getir.

Aku menarik nafasku dalam-dalam. Mengisi oksigen kedalam paru-paruku yang hampir sekarat. Jika perasaan ini tidak bisa aku tahan, maka hanya air mata yang akan keluar. Dan aku tidak menginginkan itu di depan Amelia.

Aku berdiri dan sedikit mendekat pada wajahnya. Kembali membelai pipinya dengan tangan kiriku. "I know." Aku tersenyum mengecup pipinya. "Tasya gak akan ninggalin kamu."

"Kita" Sambungnya.

"Kita." Kataku menutup mata menahan air mata sialah ini. Entah apa yang ada dalam pikiranku, aku kalut, aku berantakan melihat Amelia berbaring dengan banyak alat yang terhubung di badannya. Aku benci itu aku benar-benar ingin membuang semua itu dari Amelia.

"Kumohon, Tasya. Biarkan Jantung ini tetap berdetak di dalam. Dan biarkan Amelia menjalani hidupnya kembali seperti biasa. Ku mohon."

Ku raih tangan Amelia dan membawanya ke bibirku. "Cepat sembuh. Ada banyak tempat yang ingin aku kunjungi denganmu. Jadi kembalilah dengan sehat."

Amelia tersenyum. Yah, hanya itu yang bisa dia lalukan untuk saat ini. Dia butuh banyak istirahat setelah berhari-hari tidak sadarkan diri. Kata Dokter, Amelia harus tetap dalam ruangan pemulihan sampai detam Jantungnya normal. Karena ada banyak kemungkinkan yang akan terjadi.

Aku melihat Tante Iren dan suaminya saling berpelukan. Meskipun masih ada perasaan khawatir tapi ada sedikit legah dan harapan pada mata mereka.

BREAK HEART  [ COMPLETE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang