-08.

710 103 53
                                    

"Pagii, [Name]!"

Gadis yang di sapa berhenti sejenak melangkahkan kakinya. Melihat di depannya ada seseorang ketika dirinya sedang membuka pintu. Membuat wajahnya sedikit panik dan memerah karena situasi yang ada.

"Oh, uhm, pagi."

Setelah mengucapkan itu, mulut sang gadis tertutup dan tak mengucapkan apa apa lagi. [Name] langsung melewati lelaki yang menyapanya dan tidak sedikit pun terlihat senang.

"Ehh, [Name]?"

Lelaki yang sedang menggendong beberapa makanan kecil itu juga reflek mengeluarkan suaranya, tetapi tidak di respon oleh pergerakan [Name] sama sekali.

Perempuan itu kini berada di kamar mandi dengan tujuan menggosok gigi. tentunya tidak hanya itu, sembari memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya, dia lebih di bingungkan bagaimana cara menghadapi Taufan saat ini.

"Anda kan, Mertua saya."

Ucapan Taufan semalam sangat membekas di kepala [Name] sehingga banyak pertanyaan timbul dalam dirinya. Menjadi berfikir kalau Taufan seorang buaya.

Apaansih, padahal dia ada cewek lain, kenapa bilang bapak orang mertua segala! Batinnya kesal.

Tangannya sambil menggebuk gebuk sesuatu di kamar mandi, membuat salah satu orang yang lewat kebingungan apa yang terjadi. Tetapi mereka berfikir bahwa mungkin hanya tikus lewat saja.

Jangan jangan Taufan emang begini ke semua cewek?! ih, bajingan banget, sih! lagi lagi terus memaki Taufan dalam hati.

Jika di lihat raut wajahnya saat ini, [Name] benar benar memerah di bagian pipinya. Tidak bisa di jelaskan dalam keadaan senang atau cemburu dan kesal, semuanya campur aduk. Perasaannya saat ini pun, sukarela memaki Taufan dan mengira ngira hal buruk pada Taufan.

Menggosok gigi pun usai di lakukannya, dia ragu ingin kembali ke ruang kamar.

Takut, bertemu dengan Taufan yang 'buaya' pikirnya.

Mau tidak mau, dia pun berhati hati melewati banyak ruangan di rumahnya, dengan mengendap ngendap seperti cicak yang takut terlihat.

"Eh, [Name]?"

Dang!

[Name] menoleh ke arah sumber suara dengan pelan sambil terkejut, di lihatnya seorang lelaki bermanik emas tersebut.

Fyuuh.. syukurlah, bukan Taufan.

Nafasnya di hela lega, ia pun mendekat ke arah adik Taufan. Yang tidak lain seorang saudara Taufan yang terakhir dan yang paling sangat berpengalaman.

"Kak Solar, ya?" Ucap [Name] dalam keadaan sedang menenangkan diri dan menanyakan nama. Siapa tau ketuker, pikirnya.

"Kamu ngapain? lagi main petak umpet?"

Tanya Solar yang dari tadi melihat lika liku gerakan aneh yang [Name] buat. Mengetahui hal itu, tiba tiba yang di ajak bicara malu sendiri.

"Oh! enggak, maksudnya.. iya, lagi main petak umpet! hehe.." ucap [Name] sambil cengengesan sedikit, tidak tahu harus berbicara seperti apa karena menyangkut paut si Taufan. Tapi, sayang. Tidak ada yang bisa mengelak dari seorang Solar tersebut yang bisa membaca batin seseorang.

"Haduh, [Name..], [Name...] kamu kurang berbakat merahasiakan sesuatu kepada seseorang yang sangat tampan ini. Yep, gue Solar."

Terkejup, mata [Name] berkedip setelah mendengar kata kata dari Solar padanya.

"Ketauan banget, ya?" sambil memasang wajah bingung.

"Ayo, cerita sini sama Abang Solar. Pasti soal Upan, kan?" Tawar si lelaki tersebut.

as friend. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang