Kedua mata Jennie terbuka dan mendapati dirinya sudah terbaring di lantai kamarnya. Sambil menggunakan gaun merah kesayangannya, Jennie mulai bangun dan memegang kepalanya yang masih terasa sedikit pusing.
Ada beberapa botol anggur merah berharga mahal yang berserakan di atas meja rias dan lantai kamarnya. Mabuk bukanlah hobinya tapi belakangan ini Jennie merasa kalau ia membutuhkannya, minum banyak anggur dan melupakan kekesalannya pada sang Ibu, Chaerin, yang sampai saat ini enggan menjual rumah mewah milik sang Ayah.Jennie duduk di meja riasnya, berkaca dan terdiam beberapa saat. Wajahnya yang datar membuatnya terlihat cantik natural, untungnya dia adalah anak tunggal di keluarganya, kalau saja ada saudara lain mungkin Jennie lebih marah lagi dari ini.
Selesai mandi dan bersiap-siap, Jennie menemui sang Ibu yang sudah duduk manis di meja makan yang sangat besar. "Jennie-ya.." sapa sang Ibu, "Sarapan dulu." senyumannya sama manisnya dengan Jennie, gadis itu hanya melengos santai dan duduk di tempatnya. Roti dan susu hangat menjadi sarapannya setiap hari, meskipun sang Ibu selalu menyarankannya makan-makanan lain tapi Jennie tetap bersikeras kalau sarapan dengan roti sudah menjadi kebiasaannya semasa bersekolah di luar negeri.
"Hari ini Eomma mau membantu warga untuk mengumpulkan hasil tani, apa kau mau ikut?" tawar ibunya dengan suara lembut.
"Tidak." jawab Jennie singkat.
"Kau belum bertemu dengan para warga Jennie-ya, kau harus berbaur sesekali dengan mereka."
"Bergaul dengan warga miskin, kotor, tidak tidak aku tidak mau bertemu dengan mereka." Chaerin hanya bisa menghela napasnya pelan. "Aku biasa bergaul dengan para bangsawan seperti kita Eomma, bukan warga miskin tidak berpendidikan."
"Jennie-ya, jaga ucapanmu." tatapan Chaerin mulai serius, memang benar jika anaknya itu ia sekolahkan di luar negeri agar bisa mengurus perusahaan tambang ayahnya, bergaul dengan para bangsawan dan pebisnis unggul tapi bukan berarti mereka mengharapkan kelakuan anaknya menjadi sangat kurang ajar.
"Aku mengatakan hal yang sebenarnya Eomma."
"Kau tidak boleh menghina orang lain seperti itu, mau bagaimana pun mereka, mereka tetap warga yang bertumpu pada usaha kita, kau harus menghargai mereka." jelas sang Ibu yang berusaha menyadarkan Jennie akan kata-katanya tadi.
"Memang hidup mereka saja sudah susah, makanya mereka hanya jadi benalu di keluarga kita sampai Appa meninggal."
"Jennie!"
Ibu dan anak itu selalu bersitegang tentang kepentingan warga di sekitar rumah mereka, sang Ibu yang tidak ingin menelantarkan para warga seperti yang suaminya lakukan bertolak belakang dengan sang anak yang jenuh karena keluarganya selalu di pusingkan hanya karena mengurus orang yang bukan bagian dari keluarga mereka.
Bulan demi bulan silih berganti, Jennie melihat sang Ibu sedang membangu para warga mengumpulkan beberapa karung hasil tani mereka yang kemudian di angkut ke atas sebuah truk besar untuk di jual dari atas balkon rumahnya. Tidak ada sedikit pun rasa untuk membantu mereka bahkan terkena sinar matahari saja ia tidak mau.
Chaerin selalu pergi pagi hari di temani oleh beberapa pelayannya, seharian membantu dan memantau perdagangan hasil tani dan tambang mereka kemudian pulang kembali ke rumah saat sore hari.
Jennie hanya bersantai di dalam rumah dan di layani apapun kemauannya oleh para pelayan tanpa mau melihat sang Ibu bekerja menghidupi semua warga yang tinggal di sekitar mereka. Para pelayan itu di bayar dan di beri makan dari hasil tani, tapi belakangan ini musim kemarau melanda dengan sangat hebat, air sungai pun mengering dan hanya beberapa lahan yang bisa terairi dengan baik.
"Kenapa sarapanku bukan roti?! Kemana roti dan susu kesukaanku?" hardiknya pada seorang pelayan yang hanya bisa menyajikan semangkuk kentang tumbuk.
"Saat ini sedang musim kemarau Jennie-ya, kita tidak bisa memanen gandum dengan baik, jadi hanya kentang yang bisa tumbuh di kala kemarau, makan saja yang ada." suara Chaerin terdengar parau, raut wajahnya pun terlihat kalau ia tidak sedang dalam keadaan sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster [END]
Short StoryMimpi adalah refleksi diri seseorang berupa gambaran, pikiran dan emosi yang dialami saat tidur. banyak yang berasumsi jika mimpi memiliki sebuah pertanda atau bahkan tidak ada artinya sama sekali. namun bagaimana jika kita memimpikan sesuatu yang s...