2

2.2K 177 12
                                    

"Junkyu?"

"Y-ya?"
Ucapku gagap karena terlalu banyak melamun.

"Kebiasaan, kau ini kenapa? Bukankah seharusnya kau bahagia? Kau mendapat Papa baru yang telah kau nantikan lama."
Aku hanya tersenyum menanggapi, seharusnya begitu kan?

"Aku bahagia kok Re, tenang saja."

"Ya, tapi wajahmu tak menunjukkan seperti itu. Wajahmu pucat kau tahu, kau sakit?"

"Tidak, aku baik-baik saja Re"

"Tapi—"

"Hais sudahlah, ayo kita kembali nanti kita di marahi."

Kami pun kembali menuju tempat kerja, yaa benar... Aku sudah bekerja. Di saat anak lainnya sedang sibuk melanjutkan pendidikannya, tapi aku tidak... Sedih sudah pasti. Tapi tak apa, itu adalah pilihan ku.

Tapi kalian pasti tak tahu ini...

"Darimana? Apa makan siang membutuhkan waktu hingga satu jam?"

Ini dia...

Aku hanya diam mendengar itu. Tak minat sama sekali untuk menjawab.

"Maaf Pak."

"Apa kalian pikir masalah akan selesai hanya dengan kata maaf?"

"Maa—"

"Sudahlah, kau boleh kembali. Dan kau, ikut keruangan saya. Sekarang."
Apalagi ini!

Areta memandang ku, dan aku mengangguk menunjukkan bahwa aku baik-baik saja.

"Terimakasih Pak, kalau begitu saya permisi."

Setalah Are pergi, tiba-tiba suasana menjadi menegangkan. Orang itu mengisyaratkan agar aku mengikutinya.

Pintu tertutup dan terkunci, itu sedikit banyak membuat ku tak nyaman. Apakah aku akan selamat kali ini?

"Kau biang masalahnya?"
Aku mengernyit tak terima, apa yang dia bicarakan.

"Kau yang membuat karyawan teladan terlambat?"
Tuduhan macam apa itu?

"Maksud Bapak?"

"Kau yang membuat Areta terlambat, benarkan? Dia adalah karyawan teladan, sangat berbeda jauh dengan dirimu."
Well, hatiku sedikit sakit.

Ingat Junkyu, ini pekerjaan. Kau harus profesional.

"Maaf Pak, tapi saya tak begitu."
Aku berucap fakta.

"Alasan!"
Kenapa dia tiba-tiba membentak ku?!

"Baik, saya minta maaf karena sudah terlambat. Dan saya juga minta maaf dari hati yang paling dalam, karena telah membuat karyawan teladan yang bapak punya terlambat. Saya benar-benar minta maaf."
Aku sangat muak.

Inikan yang dia mau? Membuat aku memohon padanya.

"Memang seharusnya kau seperti itu."

"Kalau begitu saya permisi, saya rasa sudah tak ada lagi yang perlu dibahas."

"Berani kau melangkah, maka akan aku pecat dirimu sekarang!"
Apa menurutnya aku peduli? Tidak sama sekali. Aku tetap meneruskan langkahku.

Biarlah dia akan berbicara bagaimana, karna demi apapun kepalaku sangat pusing. Aku ingin cepat keluar dari penjara ini.

Sial! Aku lupa jika pintu ini dikunci, bajingan!

Junkyu mendengar suara langkah di belakangnya, tapi ia tak mau repot untuk sekedar menoleh. Ia terlalu muak dan pusing.

Ia merasakan seseorang berhenti tepat di belakangnya, sudah dipastikan orang itu siapa bukan? Kali ini ancaman apalagi yang orang sinting itu berikan?

"Bisakah anda membuka ini Pak? Akan sangat tidak enak di lihat jika seorang karyawan rendahan berada di satu ruangan bersama dengan seorang CEO di waktu yang lama?"

"Kau berani memerintahku?"

"Jika menurut Bapak seperti itu, maka ya."

Aku menutup mataku saat merasakan kepalaku yang makin terasa pening ketika orang gila itu membalik tubuhku menghadap dirinya. Sinting!

"Kau memang tak tahu diuntung! Tak usah berlagak kuat seperti itu. Kau tak cocok sama sekali!"
Dia ini kenapa sih?

"Awh—"
Aku meringis saat tangan lelaki itu menarik rambutku.

"Kau tuli?"
Ia menggeram marah.

Ini sakit sekali, aku yakin rambutku tercabut beberapa helai karena dia!

Ya Tuhan aku pusing. Pandangnku mulai tak fokus.

"Hentikan!"

"Berhenti! Lepaskan itu sakit!"
Junkyu berteriak susah payah.

"Sayang sekali, ruangan ini kedap suara..."
Ucap orang itu mengejek.

Entah sengaja atau tidak orang itu tiba-tiba menyentuh bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh siapapun. Dan itu benar-benar membuat Junkyu kecewa sekaligus marah.

"Bapak keterlaluan! Saya tahu anda sangat membenci saya! Saya tahu! Tapi anda— Anda melakukan ini benar-benar seorang bajingan!"
Junkyu berkata dengan suara serak dan mata yang sangat berembun. Ia tidak boleh menangis sekarang, tidak.

Tubuhnya gemetar, ia baru saja mendapat perlakuan tidak sopan dari atasannya sekaligus Kakaknya.

"Buka! Saya mau keluar dari sini! Buka!"
Junkyu berteriak dengan suara parau.

"Kau yang terlalu berlebihan! Hanya seperti itu saja reaksimu terlalu over, bukankah hal seperti itu wajar dilakukan di zaman sekarang? Untuk seusiamu bahkan melakukan hal yang lebih dari itupun sudah biasa. Lalu kau? Sangat kuno."
Perkataan macam apa itu?! Dia seorang kakak! Yang seharusnya melindungi adiknya namun malah seperti ini?!

"Kau gila! Jangan samakan aku dengan orang diluar sana! Karena aku bukan mereka!"
Persetan dengan tata krama. Ia telah benar-benar muak dengan orang ini.

"Hei, hentikan lagipula aku tidak sengaja. Aku mempunyai kekasih yang mempunyai segalanya, jadi kau tak perlu berlagak tersakiti seperti itu!"
Aku memijat kepalaku sendiri, dengan tangan ku satunya menutup bagian tubuh yang kira-kira rawan.

"Kau tahu aku sangat kecewa denganmu. Kau kakak ku—"

"Aku bukan kakakmu! Dan tak akan pernah!"
Junkyu melihatnya dengan mata berkaca-kaca.

"Jadi, aku akan melakukan apapun padamu itu terserah padaku. Kau bukan siapa-siapa di sini."
Dia mendekat menatap lekat kedua mata Junkyu.

"Termasuk ini."























Gimana nih, mau lanjut ga?

STUPID [HARUKYU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang