17-Makan Malam

42 3 0
                                    

Rumah orang tua Arga masih satu lingkungan dengannya, Lika baru menyadari itu hari ini. "Jadi sebenarnya kamu sama orang tuamu masih satu lingkungannya?" tanya Lika memcah keheningan setelah beberapa saat mereka hanya diam. "Iya, kamu nggak tau kan sebelumnya? Makanya aku kasih tau sekarang," kata Arga. Mobil hitam Arga menepi ke sebuah rumah dengan pagar tinggi tertutup sampai Lika tak bisa melihat bagaimana bagian depan rumah itu, hanya terlihat sedikit bagian atapnya. Arga tersenyum sembari mengangguk kepada satpam yang membukakan gerbang dengan ramah.

Setelah gerbang di buka dan mobil yang ia tumpangi memasuki halaman depan yang luas baru lah Lika bisa melihat dengan jelas bagian muka dari rumah bergaya klasik Eropa. Rumah di hadapannya ini mirip dengan yang ia sering lihat di sinetron atau FTV. Rumah Arga yang sering ia kunjungi juga tidak kalah mewah tapi lebih kecil dari rumah orang tuanya ini. "Ayo masuk," kata Arga dengan yakin sambil mengangdeng Lika.

"Tangan kamu kenapa dingin?" tanya Arga saat keduanya berjalan melewati ruang tamu.

"Takut," jawab Lika lirih.

"Nggak usah takut, biasa aja."

Lika agak kesal mendengar jawaban Arga karena pria itu benar-benar tidak mengerti apa yang ia rasakan. Sepanjang jalan mereka sempat beradu argumen tentang rencana dadakan ini yang berakhir mereka saling mendiamkan di sisa perjalanan. Mereka pun sampai di ruang makan, di sana sudah ada kedua orang tua Arga, Raynar, dan Erlina. Lika baru pertama kali ini bertemu Erlina, kalau Raynar dia sudah sempat bertemu bahkan mengobrol saat pria itu berkunjung sendirian ke rumah Arga.

"Eh ada Lika," seru Raynar yang tak sengaja melirik kehadiran dua orang baru itu ketika ia berbincang dengan ayahnya. "Akhirnya nih dikenalin juga ke kita semua," lanjut Raynar dengan nada riang khasnya. Lika hanya tersenyum malu, pandangannya menyapu ke semua wajah yang hadir di sana. Ia mendadak tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Arga mengarahkan Lika untuk duduk di sebelahnya sehingga kini ia duduk di antara Arga dengan Erlina. Lika melirik sekilas ke wanita sangat cantik di sebelahnya, Lika sempat terpukau dengan kecantikan wanita itu sayangnya wajah Erlina tampak judes. Lika mengira kehadirannya membuat Erlina tak nyaman.

"Senang akhirnya bisa ketemu sama kamu, Lika" sapaan dari suara lembut Erlina membuat Lika terkejut lalu menoleh ke arahnya. Ia tak mengira akan disapa selembut itu oleh Erlina ditambah pula melihat senyuman cantik wanita yang tengah mengandung itu.

"Eh? Oh, ma-maaf Kak. Iya, saya juga senang ketemu Kak Erlina," jawab Lika dengan sedikit terbata.

"Nggak usah pakai Kak, langsung panggil Erlina aja."

"I-iya Kak eh maaf Erlina," kata Lika dengan nada canggung.

Tak lama kemudian setelah sedikit berbincang, semua orang yang duduk mengitari meja makan pun menyantap hidangan yang tesedia. Mereka makan dalam diam karena itu sudah menjadi kebiasaan di keluarga Markus, mereka hanya boleh berbincang saat sebelum dan sesudah makan.

Setelah mengosongkan isi piringnya, Lika reflek akan menumpuk piringnya dengan milik Arga. "Nggak usah, biar diberesin asisten rumah tangga aja," bisik Arga sambil menahan tangan Lika. "Oh, ok deh," jawab Lika "Maaf reflek," lanjutnya. "Nggak apa-apa," kata Arga sambil mengusap sekilas punggung tangan Lika sambil tersenyum. Lika memang sering kali membereskan peralatan makan agar mempermudah pegawai rumah makan saat merapikan meja setelah pengunjung pergi.

"Lika, kita ngobrol di ruang tamu yuk," ajak Erlina.

Lika menoleh sebentar ke Arga, belum sempat berkata Arga sudah mengangguk seakan tahu maksud Lika. Lika pun mengekor Erlina ke ruang tamu. "Kapan-kapan kamu ke sana aja nggak apa-apa, tapi kasih kabar dulu biar aku juga pas di sana," kata Erlina. Lika dan Erlina membicarakan SLB yang didirikan Erlina. Lika tertarik dengan sekolah itu. Ia semakin kagum dengan Erlina karena ia tidak hanya cantik tapi berhati sangat baik.

ExceptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang