"A, ah, aaa" Teriak Ben dalam kondisi setengah sadar.
Ben kini kembali terbangun. Namun bukan di mobilnya, Ben terbangun di Rumah Sakit Mobius. tempat di mana Ia sebelumnya dihabisi oleh makhluk aneh. Ben belum bisa berkata apa-apa karena memang tenaganya belum terkumpul semua.
"Eh, Mana senter?" Tanya Ben kepada dirinya sendiri.
Iya benar, Ben kehilangan senternya. Ben mencoba merogoh saku celananya, atau tempat di mana Ia mengingat senternya disimpan. Namun sial, Ben menemukan bahwa senternya tidak di sana.
"Yah!" Ucap Ben.
"Sial, sial, sial!" Lanjut Ben.
Ben tidak mempercayai soal apa yang baru saja Ia alami. Fakta bahwa senter milik Ben sebagai satu-satunya alat penerangan telah hilang. Sehingga satu-satunya pilihan Ben untuk melewati lorong Rumah Sakit Mobius adalah dengan cahaya lampu rumah sakit yang terkadang hidup dan mati dengan waktu yang tidak menentu. Kendati demikian, Ben tetap memiliki satu tujuan, yaitu mencari bunker yang dimaksud di surat dari chapter sebelumnya, mencari Gedung Pusat Komunikasi dan keluar dari Kota Claudia.
"Oke oke, lampu lampu!" Ucap Ben.
Ben mengingatkan dirinya untuk mengikuti lampu rumah sakit jika lampunya sedang menyala. Dan kebetulan saja bahwa lampu lorong sedang menyala.
"Oke oke oke, cepet cepet cepet." Ucap Ben pelan.
Ben memanfaatkan kondisi lampu yang menyala dengan berjalan secara cepat, namun berusaha untuk tidak mengeluarkan suara yang besar.
"Oke mati." Kata Ben.
Begitu Ben mengetahui bahwa lampu lorong rumah sakit mulai redup dan akan mati, Ben mencari tempat yang cukup aman untuk bersembunyi dari The Astral.
"Masuk deh." Ucap Ben.
Ben menemukan sebuah lemari yang kosong dan menurutnya muat untuk dirinya bersembunyi. Sehingga Ben memilih untuk bersembunyi di lemari tersebut selama lampunya mati.
"Aman deh di sini sampai lampunya nyala lagi." Ucap Ben pelan di dalam lemari.
Ben tidak mengetahui apa yang terjadi di luar lemari. Kembali lagi karena lampu lorong yang sedang mati. Namun Ben bisa mendengar ada suara langkah dari luar lemari.
"Itu pasti makhluk tadi." Ucap Ben dalam hati.
Ben harus menunggu sampai kedua hal selesai: Lampu lorong rumah sakit sudah menyala keberadaan makhluk tersebut sudah tidak ada di lorong rumah sakit.
"Oke, sudah ga ada suaranya..." Ucap Ben pelan.
Ben kini tidak lagi mendengar suara langkah atau suara aneh dari makhluk aneh tersebut. Namun lampu lorong rumah sakit belum juga menyala. Sehingga memaksa Ben untuk tetap berada di lemari.
"Oke nyala, harus jalan pelan..." Ucap Ben untuk dirinya sendiri.
Tak lama berselang, lampu yang sebelumnya mati kini telah menyala. Otomatis dan secara tidak langsung membuat Ben bisa kembali menyusuri setiap sudut dari Rumah Sakit Mobius. Ben membuka pintu lemari, keluar dari lemari, dan berjalan perlahan sehingga tidak menghasilkan suara yang bisa mengundang The Astral dan makhluk aneh itu.
"Oke, ada ruangan lagi." Ucap ben.
Ben kini berada di depan ruangan dengan nomor "203". Ben tidak mengetahui isi dari ruangan itu, sehingga Ben merasa bahwa Ia harus memasuki ruangan tersebut.
Kriiiiieeeekkkk
Suara pintu rumah sakit yang cukup keras terdengar di telinga Ben. Padahal Ben tahu bahwa Ia membuka pintu tersebut dengan hampir tanpa tenaga.
"Ruangan apa ini...?" Tanya Ben kepada dirinya sendiri lagi.
Ruangan yang ben masuki hanya berisi satu brankas, tanpa adanya dipan, lemari, atau apapun. Mengetahui bahwa di ruangan itu tidak ada hal lain yang bisa dilakukan selain mengecek brankas tersebut, Ben akhirnya melakukan hal itu.
"Ada catatan..." Ucap Ben.
Ben menemukan sebuah catatan di sebuah kertas yang tertempel pada salah satu bagian brankas.
Pak Direktur mengatakan bahwa kode untuk membuka brankas ini adalah 4 angka tengah dari nomor telepon rumah sakit ini.
Tertanda, Bagian Dokumen dan Arsip.
Begitulah isi dari catatan tersebut. Kini Ben hanya perlu untuk mencari kode atau nomor tersebut. Namun ada dua masalah: Satu, Ben tidak mengetahui nomor telepon dari Rumah Sakit Mobius. Dua, Putaran kunci untuk brankas ini tidak ada. Sehingga Ben harus mencari keduanya sebelum membuka isi brankas tersebut.
"Oh iya, tadi ada ruangan yang kelewatan ga ya?" Tanya Ben kepada dirinya sendiri.
Ben mencoba untuk mengingat-ingat mengenai apakah ada ruangan yang Ia belum cek. Karena bisa jadi saja putaran untuk kunci brankas itu ada di tempat yang tidak diketahui oleh Ben. Maka dari itu, Ben kembali keluar dari ruangan brankas itu dan mencari ruangan lain yang belum Ia buka.
"Balik lagi ke neraka..." Ucap Ben.
Ben menyadari bahwa Ia kini kembali ke sisi lain dari Kota Claudia. Tembok kembali berubah warna menjadi berwarna merah dan besi-besi berkarat kembali terlihat. Namun Ben tidak menunjukkan rasa peduli terhadap hal itu.
"Oh iya, peta mana peta rumah sakit?" Tanya Ben sembari Ia merogoh kantongnya.
Ben teringat bahwa Ia memiliki peta yang Ia ambil dari ruangan administrasi. Ben berinisiatif untuk membuka peta tersebut dan mengecek jika ada ruangan yang belum Ia eksplor. Dan benar saja, ada beberapa ruangan yang belum Ben lihat dah masih ada 2 lantai lagi yang harus Ben cari tahu.
"Toilet? Kok ga ada ya di peta?" ucap Ben kebingungan.
Ben berjalan ke arah pintu toilet, membuka pintu toilet, dan memasuki toilet tanpa perasaan atau ekspektasi apapun. Karena memang tujuan dari Ben untuk sekarang hanyalah mencari putaran kunci untuk brankas tadi.
"Haduh ngantuk kan jadinya..." Ucap ben dengan nada kelelahan.
"...Untung lagi di toilet, ada air..." Lanjut Ben.
Ben menyalakan keran air di wastafel dan menggunakan air tersebut untuk membersihkan mukanya. Dalam beberapa menit, Ben telah selesai membersihkan wajahnya. Sehingga Ben mematikan keran air dan melihat ke arah cermin yang ada di depannya untuk melihat dirinya.
"Hmm, belum cukup bersih..." Ucap Ben.
Ben kembali menyalakan keran air untuk membersihkan wajahnya untuk kedua kalinya.
"Lah, kenapa jadi darah ya airnya?" Tanya Ben.
Berbeda dari sebelumnya, keran yang sebelumnya mengalirkan air kini malah mengalirkan darah. Hal ini membuat Ben langsung membersihkan tangannya dari darah dengan memercikkan sisa darah tersebut ke lantai.
"Lah, kok ada tulisan?" Ucap Ben.
Ben melihat bahwa ada tulisan "AKUILAH KESALAHANMU" di cermin yang tadinya bersih tanpa tulisan dan yang sebelumnya Ia pakai untuk bercermin. Ben tidak tahu apapun mengenai apa yang sebenarnya terjadi di sana. Bahkan Ben merasa bahwa Ia tidak harus memperdulikan hal itu.
"Keluar aja deh..." Ucap Ben.
"...lanjut cari putarannya." Lanjut Ben.
Ben keluar dari toilet dan kembali melanjutkan perjalanannya untuk mencari putaran kunci brankas.
"Lah, Ini di mana lagi coba...?" Tanya Ben kepada dirinya sendiri lagi.
Ben menemukan dirinya di satu tempat yang berbeda. Tempatnya masih terlihat seperti lorong rumah sakit. Namun Ben ingat bahwa tata letak lantai satu tidak seperti apa yang Ia lihat sekarang.
"Mau ga mau tetep harus mencari..." Ucap Ben.
KAMU SEDANG MEMBACA
Claudia 1998
HorrorBen Cassian terbangun di sebuah hutan pinus yang berada di entah dimana tanpa memiliki ingatan setelah pulang dari pesta bersama teman kantor nya. Ben yang sedang mengeksplor hutan pinus menemukan sebuah rumah dengan surat untuk pergi mengarah ke Ko...