"Nggak sedekat itu ternyata"
Seminggu setelah kejadian tempo hari didepan toko buku, Akia masih gemar menceritakan Abyasa pada sang sahabat. Winda yang mendengar hampir 24/7 benar benar jengah. Namun, sejak itu pula Akia belum melihat Abyasa lagi, ah, Akia merindukannya, mungkin karena mereka sama-sama sibuk latihan untuk festival nanti, terlebih mulai senin depan ujian akhir semester di mulai.
Akia, Winda dan Agam memasuki kantin, keadaan kantin benar-benar ramai, siswa siswi SMA Nusantara memenuhi kantin tersebut. Entah mengapa juga Agam mengikuti kedua perempuan tersebut, katanya hanya mereka berdua yang tidak brutal pada Agam.
Brutal?
Berlebihan. Entahlah hanya Agam yang tau alasannya mengapa.
Setelah berjuang demi semangkuk soto Akia menjadi orang terakhir yang duduk dimeja nomor 13 itu, sedangkan Agam dan Winda menatapnya iba. Soto mang Iwan emang juara, Akia rela berdesakan demi semangkuk soto racikan mang Iwan.
Mulai memakan makan siangnya Winda bertanya "kalian udah latihan buat festival nanti?", Akia yang memasukan kuah soto ke dalam mulutnya menghela nafas "kemarin gue sama Abim latihan cuma main-mainin gitar doang, bingung banget mau bawain lagu apa" pundak Akia semakin turun.
"Bawain lagu yang lagi rame aja atau lagu kesukaan lo" Winda memberi solusi.
Menatap Agam kesal Akia berucap "kamu, Bim, kamu gabakal ngasi ide buat penampilan kita?" tanya Akia berdecak.
"Gimana kalo kita bawain lagunya Fiersa Besari aja?" Jawab Agam. "Yang mana?" Akia bertanya.
"Celengan rindu."
Akia mengangguk setuju.
Ditengah obrolan mereka siswa siswi dikantin tiba-tiba menjadi lebih berisik, Akia menatap ke arah pintu masuk kantin yang menjadi sumber keramaian.
Didepannya Akia melihat Abyasa, Natali dan Devran berjalan bersama, ah, Akia melihat pemandangan yang menyenangkan. Pagi tadi Akia benar-benar merindukan Abyasa dan sekarang kerinduannya terbayar walau hanya sebentar karena Abyasa melewatinya begitu saja. Akia sedikit kecewa, namun Akia pikir mungkin itu karena Abyasa tidak melihatnya, kantin terlalu ramai sekarang.
Akia juga tidak bisa sepenuhnya berhak kecewa.
"Kalo diliat-liat mereka cocok ya" Winda berucap tenang.
Akia yang mendengar ucapan Winda membulatkan mata, seolah mengisyaratkan lo mau gue cabik-cabik?
"Cocok kok, sama-sama cantik dan ganteng sih," ucap Agam menambahkan. Akia yang mendengarnya menatap tajam Agam. "Kenapa?" tanyanya tanpa berdosa.
Winda di depannya terbahak melihat Akia.
Abyasa sebenarnya lumayan popular di angkatanya dan di kalangan adik kelas, bagaimana tidak, wajahnya yang tampan, kulitnya yang berwarna tan, dan kemampuannya dalam bermusik membuat siapapun yang melihatnya terhipnotis. Pun dengan Natali perempuan blasteran indonesia-jepang tersebut benar-benar menawan, Akia saja sebagai perempuan suka sekali dengan wajah imut Natali.
Akia merasa minder sekarang dibandingkan dengan Natali jelas Akia kalah telak.
Akia sesekali menatap Abyasa dan Natali mereka terlihat akrab satu sama lain. Akia menghela nafasnya, perasaan senang kemarin lenyap, perasaanya kini seperti jatuh dari pohon mangga.
___...___
Bel masuk berbunyi bertepatan dengan Akia, Winda dan Agam masuk ke kelasnya. Belum sampai ke tempat duduknya, Maya, sekertaris kelas menghampiri Agam "Gam, sibuk nggak pulang sekolah nanti?" Tanyanya malu-malu menyisipkan rambut ke belakang telinganya. "Gue mau ngajak lo nonton bioskop, kebetulan gue punya dua tiket," lanjut maya dengan kedipan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear A
General Fictiontentang kita yang tidak pernah menjadi "kita". tentang kita yang penuh dengan terka.