Bagaimana denganku?
Agam menatap kepergian Akia, ah tentu saja ia mengetahui sebabnya. Menatap orang-orang yang sibuk dengan sepotong pizza di tangannya masing-masing Agam menghela nafasnya panjang.
"Kenapwa lo?" Rangga bertanya dengan mulut penuh dengan roti panggang tersebut.
"Nggak, aku duluan ya, bilangin Yasa."
Rangga tidak menahannya toh pizza yang Abyasa beri kini tinggal setengah box, mungkin sebentar lagi mereka juga pulang.
Agam pergi menuju pintu diujung lorong, lalu menaiki tangga itu sendirian, suara langkah kakinya menggema, lalu dia sampai ditujuannya, dibukanya pintu itu perlahan.
****
Suara decitan pintu itu membuat Winda membalikan tubuhnya, di lihatnya pria jangkung yang berjalan menghampiri.
"Ngapain lo?" Winda bertanya tanpa bersuara.
"Pengin nemenein dia," jawab Agam lalu duduk di samping Winda.
"Dia udah setengah jam cuma berdiri di situ, gue pegel nggak kuat, mau pulang tapi takut tiba-tiba dia loncat," menghembuskan nafas kesal lalu Winda berdiri "Lo harus bawa dia pulang ke rumah dengan selamat, gue harus pergi ada urusan."
Agam mengangguk dia yakin bisa membawa Akia pulang tanpa lecet sedikitpun, Agam masih percaya bahwa Akia tidak segila itu mendengar kabar Abyasa yang kini tidak jomblo lagi sehingga nekat terjun dari rooftop lantai empat ini.
Tidak langsung menghampiri, Agam diam beberapa menit di tempatnya, dari sini dia bisa melihat punggung kecil Akia yang entah sedang menangis atau tidak, dia memerhatikan rambut sepunggung yang kini terbang tertiup angin, andai saja Akia bisa sedikit melihat kearahnya mungkin dia tidak akan sekecewa ini pada laki-laki yang bahkan tidak pernah melihat perhatiannya.
Apa memang orang yang sedang jatuh cinta selalu begitu ya?
Selalu keras kepala, segimana banyakpun yang memberinya banyak cinta tidak pernah terlihat, di mata orang yang sedang jatuh cinta hanya orang yang dia cintai saja yang dia anggap bisa membuatnya bahagia.
Ah, memikirkannya membuat Author mau balik lagi ke jaman esema wkwk.
*timpuk Author
Setelahnya Agam menghampiri gadis itu, di tatapnya wajah manis itu dari samping hidungnya merah kentara sekali habis menangis, matanya tertuju ke depan.
"Ngapain liat-liat!" ucapnya galak.
Ah, lupa Akia sekarang lagi sensi-sensinya, mode senggol bacok, niat baik bisa di lihat jahat olehnya.
"Nggak boleh ya?" Agam bertanya seolah-olah tidak tahu jawabannya.
Akia memutar bola matanya lalu menunduk, rambutnya yang di gerai menutupi wajahnya lalu dia menghembuskan nafas kasar.
"Ck, bisa pergi aja nggak? aku beneran lagi nggak mau di ganggu."
"Takutnya kalau aku pergi kamu loncat, bisa di amuk warga aku."
"AKU NGGAK GILA, YAKALI LONCAT."
"Iyakan, harusnya kamu nggak segila itu cuma karena Yasa punya cewek baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear A
General Fictiontentang kita yang tidak pernah menjadi "kita". tentang kita yang penuh dengan terka.