Berharap pada manusia adalah patah hati
yang di sengajaHari ini adalah hari terakhir ujian akhir semester satu selesai. Akia masih berkutat dengan soal matematika, waktu ujian sudah tiga puluh menit berlalu tersisa waktu lima belas menit dan Akia hampir selesai, dua soal terakhir Akia hanya mengandalkan feeling.
Mengandalkan keberuntungan.
Bel tanda waktu mengerjakan soal berbunyi, semua murid satu persatu maju mengumpulkan lembar jawaban sesuai nomor urut absen. Setelah guru pengawas keluar, semua murid bersorak melepaskan penat satu minggu yang telah mereka lalui. Semuanya keluar kelas, ada yang menghampiri teman antar kelas, ada yang berlari ke lapang untuk bermain bola, ada yang menghampiri kekasihnya untuk mengadu betapa menyebalkannya matematika, kini lorong depan kelas menjadi ramai, Akia memerhatikan tiap raut wajah yang dia lihat, Akia harus simpan momen ini baik-baik.
"Langsung pulang atau mau main dulu?" Winda menepuk pundaknya, menyadarkan Akia dari lamunannya.
"Win, tadi nomor 15 kayanya gue sal-"
"What's done is done, Ra"
Akia nyengir tahu betul Winda sangat tidak suka jika di tanya ketika selesai ujian.
"Gue ada latihan terkahir sih, buat nanti festival"
"Yaudah, kalo gitu gue duluan ya"
"Titidije, sayang"
Winda hanya menjulurkan lidahnya untuk membalas Akia, lalu pergi bersama teman kelas yang lain.
Latihan di mulai tiga puluh menit lagi, Akia memilih pergi ke perpustakaan sekolahnya ingin melihat apa ada novel baru yang datang.Sampai di perpustakaan Akia melepaskan sepatu mengisi buku kunjungan lalu berjalan menuju rak novel, setelah memilih satu buku yang mencuri perhatiannya Akia duduk di meja paling ujung dekat dengan jendela. Di buka kini buku dengan judul Tentang Kamu karya Tere Liye. Akia memasang alarm di ponselnya agar tidak terlalu larut membaca buku.
Alarm ponselnya berbunyi, Akia menutup buku itu lalu mengisi buku pinjaman, Akia ingin meminjam buku yang tadi di bacanya.
Sampai di ruang musik Akia menjadi orang terakhir yang datang. Bahkan Agam sudah siap dengan gitarnya.
"Dari mana aja, sih?" Devran bertanya dengan nada sedikit kesal.
"Tadi ke perpus dulu" jawab Akia
"Kita udah latihan dua lagu, lo baru dateng"
"Yaudah, maaf telat, sekarang giliran gue sama Abim, kan?"
"Iya, latihan aja lo sana berdua gue laper" ucap Devran meninggalkan ruang musik.
"Lagi sewot banget emang tuh bocah" ucap Rangga. Lalu menyusul Devran.
"Dia kayanya lagi pms deh, Ra. Jangan dimasukin hati okay?" Natali menjelaskan pada Akia dengan senyuman manisnya. Lalu pamit izin untuk makan bersama Abyasa menyusul Devran. Abyasa mengekori Natali, meninggalkan ruang musik itu tanpa sepatah kata pun.
"Ko nggak ngasi tahu aku sih, Bim?" Ucap Akia cemberut. Menyimpan buku yang dia bawa Akia mengambil mic bewarna hitam yang tergeletak di meja.
"WhatsApp kamu ceklis satu" balasnya.
Akia lupa tadi mematikan data seluler ponselnya. Pantas saja.
Akia dan Agam mulai berlatih, mengoreksi beberapa bagian yang di rasa masih kurang pas. Setelah tiga kali mengulang lagu yang akan di bawakan nanti mereka berdua beristirahat sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear A
General Fictiontentang kita yang tidak pernah menjadi "kita". tentang kita yang penuh dengan terka.