Kalau kau lewat di jalan Banda Aceh sore ini, pastilah akan terpesona dengan suara lantang musik klasik yang terdengar sampai ujung jalan. Arahnya dari rumah besar tiga lantai bercat cokelat muda, yang kini penuh halamannya dengan mobil mewah berbaris rapi sebagai penggambaran gengsi si tamu undangan. One piece dress mahal dari sutra, setelan tuxedo slim fit puluhan juta, lengkap berhias derap langkah sepatu yang mirip dengan motor mungkin harganya. Di antara ramai orang-orang kaya melakukan antrian di pintu depan, terselip kapten kita ikut ambil bagian. Vespa tua miliknya dititipkan ke tukang parkir minimarket; tidak mungkin di bawa, tentu. Bisa heboh semua tamu melihat ada motor tua datang memecah kerumunan.
Toh, kali ini dia harus menjaga image-nya. Dia datang sebagai anak dari Rudolph, seorang pengacara luar biasa yang bolak-balik memecahkan kasus dunia. Tentu saja anak dari seorang yang begitu hebat tidak boleh terlihat kumuh seperti biasa Naufal berpakaian. Harus menonjol, harus terlihat kaya dan elegan.
Pintu masuk terbagi menjadi dua jalur: satu karpet merah menuju pintu depan, satu lagi terbentang membelah halaman menuju pintu samping rumah berhadapan kolam renang mewah—menembus gapura kecil dari tumbuhan merambat dengan tulisan VIP di bagian tengah. Mendongak Naufal untuk memperhatikan jendela besar di lantai dua, tegak lurus menghadap kolam renang. Koridor—ya, sudah pasti jendela itu dibuat sebagai pencahayaan koridor lantai dua. Naufal menghela nafas, membayangkan betapa repotnya dia kalau harus menyusuri rumah sebesar ini.
Berbelok Naufal keluar dari barisan menuju jalur sesuai dengan undangan yang dia punya, sebelum akhirnya dihentikan oleh seorang pria yang bertugas sebagai penyambut tamu.
"Maaf, ini jalur khusus tamu VIP."
Tersenyum Naufal. "Oh, terima kasih sudah mengingatkan kalau saya sudah mengambil jalur yang benar," Naufal membuka ponsel, menunjukkan kepada pria itu undangan VIP yang dia dapat dari Dolphy. "Ini undangan saya, silahkan dikonfirmasi."
Pria itu naik-turun menatap undangan dan wajah Naufal berulang kali. "Betul ini undangan VIP—" ujarnya dengan penuh curiga. "—tapi saya butuh bukti kalau memang anda tamu VIP."
"Undangan ini bukan bukti kalau saya seorang tamu VIP?"
"Bisa jadi anda mendapatkan undangan ini dari orang lain, atau lebih buruknya lagi—anda hanya mengarang kalau anda adalah seorang VIP."
Naufal menganggukkan kepala—kagum. Luar biasa ketat peraturan ini pertanda dua; entah karena memang jenius dalam pengamanan atau sebuah nilai keterlaluan dalam meremehkan orang. "Apa yang bisa saya lakukan untuk menjadi bukti saya seorang VIP?"
"Apapun untuk meyakinkan kalau memang anda adalah orang kaya."
Perkara mudah, tentu saja. Naufal mengulur keluar kalung berlian yang dia pakai sambil tersenyum. Dia belum pernah datang ke pesta orang kaya, tidak tahu kalau ada peraturan aneh macam begini.
Bukannya konfirmasi, si penerima tamu malah mengeluarkan batangan hitam dari dalam saku jas, sebuah diamond tester yang berhasil membuat Naufal mengumpat kesal karena sudah pasti kalungnya dianggap palsu. Tentu, kawan, diamond tester bekerja atas dasar konduktivitas panas. Saat ujung diamond tester menyentuh kalung milik Naufal, yang akan terukur bukanlah berliannya, melainkan api yang terperangkap di dalam berlian itu sendiri. "Palsu. Maaf, silahkan menyingkir dari barisan—saya harus melayani tamu VIP betulan. Permisi, Pak! Silahkan menyingkir!"
Naufal sekuat tenaga menahan tangan yang mendorongnya keluar dari barisan. "Tunggu dulu, Pak! Ini saya punya barang mahal lain!" Naufal mengacungkan jam tangan dipergelangan. "Saya tidak ingat berapa harga pastinya, tapi ini pasti lebih mahal dari sekedar ratusan juta!"
Melirik sedikit dia, kemudian tetap membuang muka. "Silahkan, Nona," ujar si penerima tamu mengacuhkan Naufal, membuka penyambutan kepada seorang wanita muda dengan dress putih yang sungguh anggun terlihat mata. Kepalanya mengangguk-angguk saat melihat undangan dari ponsel, kemudian tersenyum lebar saat diamond tester-nya berbunyi nyaring tanda kalau cincin si wanita terbukti berlian asli. "Semoga anda menikmati pesta ini, Nona."
KAMU SEDANG MEMBACA
Opera Berdarah (Story Series of Six Elves)
Mystère / ThrillerKecintaan enam remaja pada gelapnya kasus kriminal pada akhirnya menimbulkan sebuah petaka: kutukan kematian. Terlalu congkak menerima tantangan dari si makhluk kematian, kini mereka tak kuasa hidup selain bergerak diiringi pengetahuan akan letak da...