23. Masa Remaja Awal

5.4K 751 134
                                    

Jangan lupa vote dan comment!

Happy Reading♡♡

————————————————

"Ini gampang bestie, itu sudah kita urutkan dari rendah ke tinggi kan. Yang paling tinggi 176, jadi tinggal kita hitung mediannya," jelas Araz sembari menggores spidolnya pada papan tulis.

"Rumusnya udah tertera nih." Araz melingkari rumus yang di maksud. "Jadi tinggal kita—"

"Raz, stop, Raz." Elon menjambak ramburnya sendiri mendengar penjelasan Araz tentang Mean dan Median yang telah berlangsung selama 20 menit. Otaknya sangat panas, kapasitasnya sudah penuh.

Araz menghentikan ucapannya dan menoleh pada Elon, ia menaikkan sebelah alisnya heran.

"Mata gue sakit, istirahat bentar," ujar Elon sambil mengucek matamya.

"Raz, otakku panas. Aku pemulihan dulu," ucap Agzel yang sama pusingnya dengan Elon. Agzel menidurkan kepalanya di lipatan tangan dan memejamkan mata.

"Durasi," tegur Arez melirik jam weker yang di bawanya sudah menunjukkan pukul 15.30.

Araz berdecak kecil, ia paham dengan kefrustasian Elon dan Agzel yang sangat tidak suka dengan hitungan.

"Ya udah, break dulu 10 menit," ucap Araz kemudian duduk di bangku samping Callavel.

Sepulang sekolah dan les tambahan di kelas, para bocah yang sudah kelas 6 ini berkumpul di rumah triplet untuk belajar bersama. Tentu saja tutornya adalah si kembar, yang sudah mahir dan sangat suka menghitung.

Mereka sudah membahas beberapa materi dan soal selama satu jam lebih. Pembahasan masih di matematika, karena Elon dan Agzel yang tidak mudah mengerti. Jika Elon dan Agzel istirahat, maka lain dengan Arez dan Ariz yang tetap membaca materi. Walaupun sudah mengerti di luar kepala, mengingat kembali tidak ada salahnya.

"Lavel pusing gak?" tanya Araz menatap wajah Callavel yang menopang dagu sambil menulis sesuatu di buku catatannya.

"Sedikit," jawab Callavel dengan suara berbisik.

"Nanti ada jawab soal, kalau bisa dapat 90 aku kasih hadiah," ujar Araz sembari menjangkau nampan berisi gelas di depannya dan menuang es sirup jeruk.

"Beneran?" Callavel langsung antusias mendengar hadiah.

"Iyaa dong, kamu kan suka di kasih hadiah," kata Araz terkekeh pelan lalu menyodorkan gelas itu pada Callavel. "Minum dulu."

"Makasih," ucap Callavel dengan senyumnya dan menerima gelas itu. Rasa segar langsung terasa di tenggorokannya ketika sirup itu ia teguk.

Callavel memang suka di beri hadiah, apa lagi dari Araz. Tidak perlu mahal jika ada effortnya maka sangat berkesan. Araz yang kelewat cerdas dan kreatif, selalu ada saja idenya untuk menyenangkan Callavel.

Perubahan mereka yang beranjak remaja ini sangat banyak. Triplet menjadi sangat tinggi bahkan sudah mencapai dada Zaidan, wajah yang semakin tegas dan bentuk mata yang tajam. Badan juga terbentuk karena mereka sering berolahraga dan menjaga pola makan. Yang membedakan hanya tataan rambut. Araz acak-acakan, Arez yang selalu klimis dan on point dan Ariz mengikuti mood.

Dan juga, Callavel yang dulunya belum lancar berbicara dan malu untuk bersuara. Sekarang sudah sangat lancar berbicara, Callavel juga semakin akrab dengan dua kembaran Araz begitu juga dengan Elon dan Agzel. Tapi ia harus tetap memakai alat bantu pendengaran.

"Oke, aku bakal jawab yang bener sampai dapat nilai 100," ucap Callvel sembari merapikan rambutnya yang keluar dari hijab.

"Nanti pulangnya aku yang anter bareng abi, katanya sekalian ada yang mau di tanyain ke ayah kamu," ujar Araz kemudian mengambil alih gelas di tangan Callavel dan meletakkan ke tempat asalnya.

(A) Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang