Chapter 6

120 12 4
                                    

"Yang Mulia, pertemuan kali ini berjalan dengan lancar. Utusan yang datang dari negara Indonesia ternyata mengalami musibah dalam perjalanan mereka menuju benua ini sehingga mereka kehilangan komunikasi dengan negara mereka."

"Kehilangan komunikasi?"

"Iya Yang Mulia, namun tak butuh waktu lama hingga armada mereka mencapai kota Bagaantulag dan bertemu Laksamana Pierot. Disana mereka melakukan perjanjian damai dan Laksamana Pierot memberikan informasi tentang benua ini."

"Segera ke kesimpulannya saja Bauchis."

"Baik Yang Mulia. Kami telah bersepakat untuk melakukan kerjasama dagang antara utusan negara Indonesia dengan Kerajaan Wachia. Namun, kami akan menunjukkan barang tersebut kepada Yang Mulia sebelum kami bahas harga dan barang yang cocok untuk diperjualbelikan dengan Robert, pemilik perusahaan dagang Le Campanie."

"Bagus. Lalu, menurut kalian, apakah utusan itu lebih kuat dari pasukan kita?"

"Yang Mulia?!"

"Berikan jawaban jujur kalian."

"Baik Yang Mulia. Tanpa merendahkan kekuatan pasukan kita, saya pikir mereka cukup kuat untuk menerobos dan menduduki istana kerajaan dalam kurun waktu satu hari."

"APA?! Satu hari??"

"Iya Yang Mulia. Hal ini sudah saya pikirkan matang matang setelah mendengar ucapan dari Laksamana Pierot yang menyaksikan secara langsung pertunjukan kekuatan dari utusan negara itu."

"Benarkah itu Pierot?"

"Iya Ayahanda. Mereka memiliki senjata sihir dan naga besi yang bisa menyerang pasukan darat dari jarak yang jauh."

"Senapan sihir? Lalu naga besi?"

"Iya Ayahanda. Kapal perang mereka pun terbuat dari besi yang sangat kuat dan kokoh."

"Begitu rupanya.."

"Satu hal lagi Yang Mulia. Ketika dalam perjalanan menuju istana, saya melihat naga besi mereka mengawal rombongan kami di udara. Nampaknya mereka melakukan perlindungan secara penuh terhadap utusan itu."

"Itu pilihan yang tepat bagi mereka. Berada di kerajaan asing pastilah sangat berbahaya, apalagi para utusan ini secara sadar masuk kedalam sarang musuh."

"Begitulah, hingga sore tadi. Saya masih menyaksikan naga terbang itu berkeliling istana sebelum kembali ke kapal perang mereka."

"Hmmm..."

"Yang Mulia!"

"Ya Bauchis?"

"Sebenarnya saya ingin mengajak mereka beraliansi dengan kita. Namun, setelah membaca perjanjian yang mereka serahkan, harapan untuk bersekutu dengan mereka pun pupus."

"Yah, bisa dibilang bersekutu dengan mereka adalah suatu pilihan yang bagus. Tapi, apa kita bisa memberikan sesuatu yang sebanding dengan bantuan mereka?"

"Tidak Yang Mulia."

"Begitulah."

"Tapi, saya berharap transaksi dagang yang akan dilaksanakan besok akan memberikan hasil yang bagus. Sedikit teknologi dari negara mereka pasti akan memberi dampak yang cukup besar bagi kerajaan Yang Mulia."

"Kuharap Begitu. Sekarang istirahatlah, besok kita akan bertemu dengan utusan itu untuk membahas masalah dagang."

"Baik Yang Mulia, saya ijin undur diri."

"Saya juga Yang Mulia."

Seusai pertemuan tersebut, Raja Bastian, Perdana Menteri Bauchis, dan Paseperti sengeran Pierot kembali ke kamar masing masing dan beristirahat. Sementara itu, Otto terlihat duduk dekat jendela kamar. Ia terlihat seperti seseorang yang sedang memikirkan banyak hal. Kesunyian itu berhenti tatkala walkie talkie Otto berbunyi.

Ninth Fleet Got Isekai'dTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang