Willies mengedarkan pandangannya ke seluruh isi ruangan. Suara bising dari dentuman musik yang keras tak menyurutkan niatnya. Tujuannya hanya fokus untuk mencari seseorang.
Onyx kelabu itu akhirnya menemukan sosok di antara banyaknya manusia. Willies lantas memanggilnya dengan suara sedikit keras. Linor yang sedari tadi hanya duduk diam memerhatikan riuhnya kebisingan Club, seketika menoleh saat mendengar suara yang begitu ia kenali. Kepulan asap dari mulutnya ia embuskan perlahan. Demi apapun, kecantikan dan keanggunan Linor bertambah puluhan kali lipat saat ia sedang menikmati batangan nikotin itu.
Tangan yang awalnya dengan lihai memegang gelas yang berisi vodka ia hentikan sesaat, kemudian ia letakkan di dekatnya. Tertawa ringan saat melihat Willies sudah siap sedia membawanya keluar dari tempat terkutuk itu. Akan tetapi, Linor yang sudah sedikit mabuk memberatkan diri, belum ingin keluar dari tempat yang ia pijaki saat ini.
"Nona. Kamu bisa minum di rumah." Willies memperingatkan.
"Di sini lebih enak." Linor kembali terkekeh. Menyesap rokoknya kembali sambil menghentakkan kaki seirama dengan Beat musik.
"Nona, saya pesankan ruang VIP-" Belum saja Willies beranjak, Linor sudah lebih dulu mencekal lengan Willies.
"Diam di sini Olivier!" sentak Linor. Mau tidak mau, Willies bergeming di tempatmya. Kedua iris kelam itu saling beradu, seolah akan saling menghunus satu sama lain.
Satu hal yang membuat Willies menuruti keinginan Linor. Bukan karena Lonor adalah ratu yang harus ia turuti selalu. Akan tetapi, sebutan yang Linor lontarkan adalah sesuatu yang membuat Willies luluh.
Olivier adalah nama belakangnya, dan Linor hanya akan memanggilnya dengan hal tersebut di saat tertentu saja.
Willies mendengus kesal. Lagi-lagi ia harus kalah oleh Linor hanya dengan sesuatu yang sepele. Maka akhirnya, ia memilih menarik kursi kosong di sebelah Linor. Diam-diam memandangi bagian samping Linor yang masih betah menghisap rokoknya.
"Kamu selalu tau apa yang membuatku lemah." Kali ini Willies ikut berujar santai.
Menghabiskan hampir seluruh hidupnya tumbuh bersama Linor membuatnya bisa menempatkan keadaan. Dan Linor sedang ingin menganggapnya sebagai teman.
"Dua puluh lima tahun bahkan terlalu lama buat bikin kamu bertekuk lutut," ucap Linor santai.
Nyatanya, saat mereka baru mengenal kejamnya dunia. Willies mulai menaruh rasa untuk Linor. Bukan rasa tunduk bawahan terhadap tuannya. Bahkan, rasa sayangnya sebagai teman terkalahkan oleh rasa asing itu.
Sejak Willies berusia lima belas tahun, ia sudah menyukai Linor, kemudian rasa itu berubah menjadi cinta.
Linor? Tentu saja ia tahu akan hal tersebut. Ia bukan gadis dongo yang akan menyangkal semua perasaan dan perhatian Willies padanya. Namun, seberapa kuat Willies menerobos, tidak bisa menembus dinding pertahanan Linor.
Hati Linor sudah kepalang menjadi batu.
"Coba kamu ceritain tentang rindu versi kamu."
Ah, bahkan sekarang hati Linor sudah tak tersentuh.
"Rindu?" tanya Willies memastikan.
Linor mengangguk pelan. Menunggu jawaban dari Willies.
"Rindu itu penyakit."
Linor menoleh ke arah Willies. "Why?"
"Saat rindu itu datang dan menyerang, kita akan merasakan sakit, padahal baru beberapa saat bertemu. Saat rindu itu menjalar, akan muncul perasaaan cemas, padahal baru beberapa jengkal berpisah," tutur Willies.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Tragedy
Romance⚠️21+/ Mature Serupa dengan bidak Ratu dalam papan catur. Dia yang bisa bergerak leluasa dan bebas, memiliki kekuasan, kekuatan dan bisa memimpin peperangan. Elinor Chloe adalah bentuk nyata dari bidak catur tersebut. Seakan dunia bisa ia genggam le...