"Aku akan jadi perwakilan kedua. "
Diam.
Semua murid seolah membeku karena perkataanku, tak lama setelahnya mereka pun meledakan tawa."Si kacamata ngelawak guys" Kazan tertawa cekikikan.
Apa aku salah? Apa yang lucu?
Aku hanya ingin mencoba hal yang aku sukai."Aduh Nai, minimal lo sadar diri lah, lawan lo itu Ziva, " kata Ferdy meremehkan.
"Ckck, apalagi saingan lo bukan hanya Ziva, tapi semua kelas dari A sampe A lagi, lo yang hanya buntelan debu gak ada apa-apa nya!" tambah Jaka sahabat Ferdy.
Aku tak tersinggung sama sekali, sudah biasa juga.
Di sela-sela tertawaan mereka, Ziva menghampiriku.
"Yakin kamu mau melawanku?" tanyanya.Aku mengangguk mantap. Walaupun merasa sedikit bingung kenapa ia menyimpulkan aku adalah lawannya, padahal kita sama-sama perwakilan kelas yang sama.
"Iya."Sebelum Ziva berbicara lagi, Rian. Ketua kelas kami maju ke meja guru lalu menggebrak nya.
"Dengerin gue, sebenernya males banget gue ngumumin ini, tapi Mama gue kayaknya lupa tadi. "
Semuanya diam, menunggu Rian melanjutkan ucapannya.
"Afaan tuh, " celetuk Alfath dan langsung mendapat bekapan dari Alliam.
Rian mengembuskan napas, terlihat lelah terus bertahan di kelas ini.
"Yang gue inget aja ya, juara-juara lomba cerdas cermat bakal di ajak study tour,yang juara melukis bakal di ajak ke galeri seni, yang juara nyanyi bakal dapet kesempatan ketemu sama penyanyi idolanya. "jelas Rian.
Aku menunggu-nunggu ucapan Rian seterusnya.
"Yang puisi gue lupa, " katanya.
Hah? Bisa-bisanya!
"Jadi ketua kelas gak guna banget lo, pengumuman penting gitu aja lo lupa, " celetuk Kazan.
"Mulut lo Zan! Rian juga kan manusia, walaupun gampang amnesia gitu, " bantah Merica.
Rian tersenyum tipis, lalu kembali diam, sepertinya dia tengah mengingat-ngingat satu pengumuman lagi.
"Gue jadi mau ikutan lomba nyanyi..." rengek Merica dan langsung mendapat tatapan sinis Rian.
"Percuma, lo gak akan menang,"katanya.
" So tau lo!"
Rian menaikan bahu acuh. "Suara lo aja kalau nyanyi kayak tikus kejepit. "
Wajah merica berubah menjadi seram, murid-murid yang lainnya pun takut melihatnya.
"Kayaknya bakal ada perang, cabut kuy," ajak Kazan pada dua temannya. Tentu saja, Ferdy dan Jaka.
Tiga orang itu akhirnya pergi keluar.
Merica sudah menyiapkan gulungan bukunya dan bersiap akan melayangkan nya pada Rian.
Namun, dengan cepat Rian mengggebrak meja lagi.
"Gue inget, tapi gue males ngumumin nya, " ucap Rian membuat Merica tambah sebal.
"Umumin aja lah njing, apa susahnya!"
Itu bukan perkataan Merica melainkan Yuni, murid pindahan yang paling susah didik oleh bagian penasihat kami, Syarif.
Rian kembali mengembuskan napas lelah.
"Oke, dengerin gue lagi. Juara lomba puisi bakal di beri sebuah bunga mawar."
Murid-murid mendesah kecewa, bahkan ada yang tertawa cekikikan dan kembali diam karena mulutnya di bekap lagi.
"Apa cuma itu Rian?" tanya Ziva.
Rian mengusap wajahnya frustasi.
"Gak, gak cuma itu. Tapi Juara lomba puisi bakal dapet piala dan lain-lain, dan juga...satu bonus. " Remaja laki-laki itu menjeda ucapannya.Aku dan yang lainnya jadi penasaran, mengapa hanya lomba puisi yang di berikan bonus?
"Juara satunya bakal dapet kesempatan jadi patner dansa saudara gue, pangeran sekolah ini. "
Akhirnya kehebohan terjadi lagi, bahkan lebih parah.
✧༺♥༻✧
Terimakasih sudah membaca
^^Vote dan komentarnya di tunggu yaa, jangan lupa hhe
Salam sayang
_Niaagxyma_
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Hati [End]
Short Story~Kisah ini terjalin karena untaian kata indah, yaitu puisi. Naina itu hanya gadis biasa, sangat biasa bahkan di juluki si kacamata, yang memulai kisahnya dengan mencoba mengikuti lomba di bidang yang ia suka. Sedangkan Brian adalah seorang cowok y...