3. Brian

26 10 0
                                    

Brian Alvianza, siapa yang tidak mau dekat dengannya?

Seorang remaja laki-laki yang tampan, tinggi, serta berprestasi. Mendapat gelar 'Pangeran Sekolah' dari semua murid perempuan.

Dia tidak sesempurna itu, tapi orang-orang melihatnya seperti itu.

Aku menggeleng kecil, bisa-bisanya aku membayangkan kami berdansa bersama.

Itu jelas-jelas tidak mungkin!

Aku kembali berfokus pada buku di depanku. Sudah beberapa kali aku membaca hasil puisi ku sendiri, mengulang-ngulangnya agar bisa hafal.

Entahlah, puisi karya seorang gadis remaja mungkin tak akan seindah itu. Namun aku ingin mencintai karyaku sendiri, tak peduli itu bagus atau jelek.

Itu karyaku, jika tidak ada yang menghargai maka aku seorang lah yang harus menghargai dan mencintainya.

"Puisi Ziva bagus banget, pasti hasil karya ibumu ya?" tanya Keysa.

Di tempat duduknya Ziva tersenyum manis. "Tentu saja, ibuku berbakat sekali 'kan?"

Meskipun perlombaan membolehkan membaca puisi karya orang lain. Tetapi menurutku karya sendiri akan lebih berkesan.

Namun, bukan berarti karya orang lain tidak bagus untuk di bacakan.Lagi pula puisi itu akan indah jika di bacakan orang yang tepat dan dengan perasaan tentunya.

Aku menggeleng kecil, mencoba mengusir pikiran yang buruk tentang Ziva. Lalu kembali berfokus pada bukuku.

Ziva menarik buku puisiku lalu membacanya. Aku terkejut karena itu.

"Cukup bagus, tapi tidak sebagus punyaku, " katanya.

Aku sedikit kesal, tanganku mencoba menggapai buku puisiku yang telah di acungkan Ziva dengan sengaja.

"Hey semua! Lihatlah puisi Si kacamata ini, isinya hanya tentang Cinta!" teriak Ziva begitu lantang, para murid pun menghampiri kami.

"Yang bener lo? Sini coba liat!" kini giliran Jaka yang mengambil buku puisiku lalu tertawa saat membacanya.

Jaka membuka setiap lembaran di bukuku hingga ke halaman terakhir. Dengan cepat aku mencoba mengambilnya, namun gagal lagi. Kini giliran Kazan yang tinggi itu mengacungkan bukuku.

"Kembaliin!" teriakku.

Mataku sudah bergenang air mata. Aku bukan cengeng. Kalian pasti tau 'kan bagaimana rasanya di permalukan? Apalagi puisiku ditertawakan begitu saja!

"Brian Alvianza itu ternyata ganteng dan kelihatan baik banget, aku jadi suka, " baca Kazan dengan suara keras.

"Woah! Ternyata si kacamata bisa jatuh cinta juga, " ledek Jaka dengan tawa cekikikan nnya.

Ferdy pun tertawa juga. Ah, seperti nya bukan dia saja, melainkan semua murid yang ada di sana.

"Kazan kembaliin!" teriakku lagi dengan suara parau.

"Ada apa ini? Kenapa ribut?"

Suara tawa itu sirna begitu saja dan di gantikan dengan ekspresi wajah mereka yang terkejut.

Bukan, bukan karena kedatangan Merica dan Rian tapi satu orang di depan mereka berdua.

"B-Brian?!"

✧༺♡༻✧
Terimakasih sudah membaca^^
Tetap semangat ya!

Salam sayang
_Niaagxyma_

Rahasia Hati [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang