12. Licik

18 8 0
                                    

Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Yap, hari ulang tahun SMA Anak Bangsa.

Siswa dari kelas 10 sampai 12 sudah berdatangan sejak pagi. Mereka memakai baju bertema vintage sebagai permulaan untuk seleksi lomba dan penampilan.

Acara intinya adalah saat sore menjelang malam, mereka semua akan berganti baju menjadi tema kerajaan.

Naina lolos hingga ke final, ia tinggal menunggu penampilannya nanti malam.

"Seneng ya masuk ke final?"

Naina berhenti berjalan di koridor, ia menoleh ke belakang, di sana ada Kesya dan Ziva tentu saja.

Riasan Ziva sudah luntur oleh air mata, gadis itu menatap Naina dengan tatapan marah dan benci. Karena Naina lah ia gagal masuk ke final.

Belum sempat Naina berbicara, Kesya langsung membekap mulut Naina, sedangkan Ziva menyeret gadis itu ikut dengannya.

"Ikut gue, cewek kacamata!"

Naina sedikit terkejut dengan cara bicara Ziva yang berubah. Dia akan di bawa ke mana?!

***

"Jadi, walau udah di tanya mereka tetep ga jawab siapa pelakunya?"

Merica melahap suapan yang di sodorkan Rian.

"Iya, mereka bilang kejadian kemarin ada yang suruh, tapi mereka gak jawab siapa yang suruh. " Ini yang menjawab Brian.

"Bodoh, " ucap Rian membuat kedua Merica dan Brian menoleh ke arahnya.

"Siapa yang bodoh? Gue gitu?!" tanya Merica ngegas.

Rian menghela napas. "Mereka, tiga orang itu. Gue yakin mereka di ancam biar gak dapet imbalannya kalau mereka bocorin siapa yang nyuruh. "

Wow, ucapan yang cukup panjang.

"Emang iya?"

"Iya aja, " balas Rian.

"Terus gimana?" Brian bertanya, dan saat itu Rian tersenyum miring.

"Ini soal waktu, pangeran. Kita tunggu saja."

Gila, mendadak kedua orang itu merinding. Aura menyeramkan Rian kembali menguar.

***

Bruk!

Kedua gadis itu mendorong Naina begitu saja, membuat gadis itu meringis menahan sakit.

"Gue adalah pemenang di lomba ini, Naina Sulistia! Gue yang harusnya menang dan dansa sama Brian!"

Naina hanya bisa melihat Ziva mengeluarkan isi hatinya, jika ia berteriak sekarang, makan bisa-bisa ia di bekap dengan kain yang di bawa Kesya.

"Gue benci seseorang yang gue suka di rebut Nai! Gue juga gak suka di selingkuhin! Beraninya lo nyelingkuhin Brian di depan gue!"

Saat ini, ingin rasanya Naina bertanya memang Ziva siapanya Brian, tapi ia tahan. Ia harus mengetahui fakta selanjutnya.

"Dan lo tau? Jika gue suka atau benci sesuatu, gue selalu cari tahu sampai ke akarnya. "

Kesya dan Naina mengernyit bingung. Apa maksudnya itu?

"Gue suka sama Brian, dan gue tahu rahasia dia yang sering di bully dari kecil. "

Kesya dan Naina melebarkan mata.

"Ziva!" teriak Naina.

Ziva terkekeh. "Berisik."

Ia kemudian menyuruh kesya untuk mengikatkan kain ke mulut Naina, agar ia tidak berbicara lagi.

"Dan karena gue sayang... dan cinta banget sama Brian, gue gak bocorin itu Naina. Apa jadinya ya kalau gue bocorin?"

Naina menggeleng-gelengkan kepala sembari berteriak, walaupun itu tertahan oleh kain.

"Gue sampai tahu lho siapa aja yang suka bully dia, dan nyuruh mereka buat nyerang lo ketika kalian pulang bareng, " ucap gadis itu sembari tertawa terbahak di akhir.

"Nah, sekarang. Gue bisa aja bilang ke semua orang bahwa pangeran sekolah kita punya masa lalu kelam sebagai korban bully, mereka bakal percaya lho, apalagi yang ngomong adalah gue. Ziva Aurelia. "

Naina menggeleng dengan air mata yang sudah meluruh.

"Oh, lo ga mau? Lo ga ngebolehin?"

Ziva terkekeh, lalu berjongkok di depan Naina.

"KALAU GITU BIAR GUE YANG TAMPIL NGEGANTIIN LO! CEWEK KACAMATA!"

Ziva tertawa puas ketika Naina menunduk, gadis itu pasti menangis.

"Sekarang, kamu serahin aja naskah puisi nya, biar aku yang bacakan. Ya, Naina?"

Naina yang memang sudah takut akan pikirannya, mengangguk begitu saja. Membuat Ziva kembali tertawa jahat.

Sedangkan Kesya di belakangnya tengah mencerna apa yang terjadi saat ini. Menghubungkan sesuatu ke sesuatu yang ia pikirkan sejak dulu.

Ziva keluar begitu saja dari gudang, meninggalkan Kesya yang masih termenung.

"Jangan lupa kunci pintunya, Kesya. "

Gadis itu hanya menatap Ziva dan setelahnya ia memandangi Naina yang masih menunduk.

Ia tahu harus melakukan apa.

***

Mau ngapain mba?






Rahasia Hati [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang