Saat itu aku langsung mengurungkan niat menghubungi Rian. Walaupun aku gugup, dan jantungku tak karuan, aku menatap Brian.
"Memang nya kenapa?"
Aku kaget saat Brian menurunkan kakinya, seperti menyediakan tempat untukku duduk di sofa itu.
"Duduk, " ucapnya.
Aku pun menurut, padahal tanpa di suruh pun aku akan duduk karena kakiku sudah seperti jelly.
Brian menghembuskan napas, melihat tangannya, lalu menatap ke arahku.
"Kejadian ini jangan sampai ada yang tau, siapapun. Termasuk saudara gue. "
Aku mengangguk saja, lalu dengan sabar menunggu cowok ini berbicara lagi.
"Dulu, gue adalah korban bully. Karena fisik dan keadaan keluarga. "
Aku kaget, tetapi aku mencoba tetap biasa saja sembari mengangguk kecil. Menjadi pendengar untuk sekarang aku rasa lebih baik.
"Gue anak angkat keluarga Rian, dan orang lain belum ada yang tau itu. Selain itu, pembullyan itu, belum pernah ada yang tau di kalangan keluarga gue. "
Aku sedikit paham, Brian sepertinya merahasiakan ini karena takut akan ancaman para pembully atau karena malu. Aku tahu, karena dulu aku juga pernah merasakannya.
"Dulu gue tinggal sendiri, karena harus nyelesain smp di kampung halaman gue sebelum dijemput sebagai anak angkat setelah lulus. "
Brian diam beberapa saat.
"Mereka masih ngincer gue, bahkan sampai nyusul ke sini. Yang gue takutin adalah reputasi gue sebagai Pangeran sekolah bakal terhapus. "
Dia menatapku, "Lo mau tau kenapa gue mertahanin reputasi itu?"
Aku menggeleng tapi jga mengangguk.
"Karena itu udah kamu bangun dengan susah payah?"Brian tersenyum tipis, dan mengangguk.
"Orang yang di sukai juga pasti ada yang ngebenci, gue cuman gak mau mereka jadi berani bully gue lagi kalau tau tentang rahasia itu. "Aku mengangguk paham, walau pertama mengetahui tentang Brian dari sisi ini, aku bahagia karena bisa mengetahui lebih dekat tentang seseorang yang aku sukai sejak masuk sma ini.
"Jadi, lo harus jaga rahasia ini ya?"
Saat itu tanpa sadar aku tersenyum dan mengangguk.
"Iya, Brian. Aku bakal jaga, " ucapku.
Lagi-lagi Brian memandangiku, walau tak sampai 5 detik.
"Lo tinggal sendiri?"
Pertanyaan itu membuatku kembali mengangguk. Apakah aku boleh bercerita juga?
"Aku tinggal sendiri semenjak ibu meninggal satu tahun lalu,"
Aku hendak melanjutkan cerita, tapi Brian kembali bertanya.
"Bokap lo?"
"ayahku gak tau di mana"
Brian mengangguk-ngangguk.
"Brarti lo yang kerja?""Iya, aku kerja di hari libur seharian untuk mencukupi kebutuhan. "
Entah bagaimana situasi ini malah seperti sesi wawancara. Dan saat melihat jam, aku langsung tersadar sesuatu.
"Kenapa?"
Aku langsung mengambil ponsel.
"Aku belum mengabari pak rt kalau ada yang akan menginap. "Brian terkekeh, ternyata gadis di depannya ini cukup peka kalau dirinya tak bisa pulang dalam keadaan begini.
"Lo udah akrab banget ya sama pak rt?"
Aku tak tau harus bereaksi bagaimana.
"'Kan ini aturan, kalau ada yang menginap harus izin. "Brian seperti menahan tawa.
"Bukan itu. ""Lah? Apa dong?"
"Gak jadi deh. "
***
Hmm
Salam sayang
_Niaagxyma_
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Hati [End]
Short Story~Kisah ini terjalin karena untaian kata indah, yaitu puisi. Naina itu hanya gadis biasa, sangat biasa bahkan di juluki si kacamata, yang memulai kisahnya dengan mencoba mengikuti lomba di bidang yang ia suka. Sedangkan Brian adalah seorang cowok y...