Ketiga; kejujuran.

95 16 0
                                    

cw // kissing scene.

Maret, 1998.

"Kaluna."

Yang dipanggil hanya terdiam. Bahkan, ia tidak berani untuk menatap orang yang memanggilnya itu.

"Kal, aku disini mau nyelesain permasalahan kita."

"Gak ada masalah diantara kita, Kak Jean."

"Ada, kamu ngehindarin aku udah dua minggu ini, Kal," sanggah Jean.

Jean benar-benar bingung. Sejak awal maret, Kaluna tiba-tiba menjauhinya. Terkadang ia tidak bisa dihubungi, atau ketika berpapasan dia segera memutar balik jalannya. Jean benar-benar sadar akan hal itu.

"Kamu kenapa sih?"

"Kak, aku mohon jangan tanya aku kaya gini," pinta Kaluna.

"Kaluna Naraya."

Selama Kaluna mengenal Jean, baru kali ini Jean memanggil namanya secara lengkap. Kini, dia takut. Takut bahwa orang yang ia cintai akan membenci kepadanya.

Benar, ia cintai.

Kaluna menyukai Jean.

Entah bagaimana Kaluna bisa merasakan perasaan terlarang ini, tetapi cinta tetaplah cinta baginya. Ia tidak bisa memendam bahwa ia menyukai kakak tingkat yang menjadi sahabatnya ini. Semua perlakuannya kepadanya, adalah hal-hal yang tidak pernah dirasakan oleh Kaluna sebelumnya.

"Kaluna, jawab aku."

Jean menangkup kedua pipi Kaluna, mengelusnya lembut. Ia tahu betul bahwa kini Kaluna pasti ketakutan karena dirinya, karena itu dia berusaha menenangkannya kembali.

"Maaf, aku nggak bermaksud nakutin kamu. Tapi ayo cerita sama aku, Kal. Aku selalu mau dengerin kamu," pinta Jean.

"Kak Jean.." Kaluna mulai menangis, ia menangis menatap wajah cantik orang yang dia cintai itu. Ketakutan dan perasaan sedihnya tercampur rata menjadi satu.

"Iya, Kal. Jean disini. Nggak kemana-mana, cuma sama kamu."

"Kak Jean tolong maafin aku.."

"Untuk? Kamu nggak ada salah apa-apa sama aku."

Jean masih berusaha menghapus air mata Kaluna yang jatuh dengan ibu jarinya. Sejujurnya, ia sangat sedih melihat Kaluna seperti ini.
















"AKU SUKA SAMA KAK JEAN!"

Akhirnya, perasaan yang telah ia pendam selama satu bulan ini meluap. Kaluna sudah tak kuasa menahan lagi.

"Aku suka sama Kak Jean.. tolong maafin aku kak. Aku tau aku gak pantes kaya gini, maafin aku yang nggak bisa kontrol perasaanku. Tolong maafin aku, jangan jauhin aku, kak.." Kaluna memohon kepada Jean. Dia benar-benar tidak mau kehilangan Jean. Baginya, Jean adalah sosok yang membuat hidupnya lebih berwarna dari sebelumnya.

Canda tawa yang Jean ciptakan mampu membuat Kaluna tertawa lebar, perilaku Jean yang cepat tanggap padanya juga mampu membuat Kaluna merasa diperhatikan ketimbang dari orang tuanya. Selama ini, perlakuan Jean yang sangat ia butuhkan untuk dirinya.

"Pasti Kak Jean jijik sama aku sekarang, ya? Pasti Kak Jean benci aku yang udah suka sama Kak Jean. Suka sesama perempuan, aku juga gak nyangka bakalan gin—"

"Kaluna."

Satu panggilan yang sukses membuat Kaluna terdiam bisu. Wajah Jean pun kini terasa sangat dekat dengan wajah Kaluna.

"Siapa yang bilang aku jijik?" Tanya Jean padanya.

"Kak..?"

Jean perlahan memajukan wajahnya mendekati wajah Kaluna. Kedua tangannya masih menangkup erat pipi Kaluna.

Kaluna tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Ia gugup, sangat gugup. Bahkan sampai meremat kecil jaket Jean yang kini sedang ia pegang. Kaluna perlahan memejamkan matanya.

Tepat sesuai dugaan, bibir Jean telah seutuhnya menyatu pada bibir Kaluna. Jean, ia mencium adik tingkatnya yang nyatanya juga seorang perempuan.

Ciuman lama tersebut penuh makna dan arti bagi Jean. Mungkin, dirinya sulit mengungkap kata. Tapi dengan keunggulan bertindaknya, ia bisa menyampaikan semua rasanya.

Malam itu, Jean dan Kaluna mengungkapkan kejujuran mereka masing-masing. Dibawah sinar rembulan dan juga gemerlap bintang-bintang yang menghiasi langit malam.

Mereka saling mencintai.

Mereka saling mencintai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
tentang jean; lipsoul (lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang