Kesembilan; kejadian tak terduga.

95 13 0
                                    

tw , cw //  kerusuhan , penjarahan , tragedi kelam , tragedi mall yogya klender

15 Mei 1998.

"Kal, kamu masih belum mau ngobrol sama aku?"

Kaluna menunduk, masih setia mendengarkan pesan suara telepon yang telah dia ulang berkali-kali. Jean mengirimkan pesan telepon tadi pagi. Waktu telah menunjukkan pukul 10 pagi, tapi Kaluna masih enggan membalasnya.

Sejujurnya, aku kangen banget, kak.

Kaluna rindu Jean, sangat rindu. Tidak berbicara dengannya selama sehari saja membuatnya gila setengah mati. Namun, rasa gengsi pada dirinya masih amat sangat tinggi. Dia ingat betul kejadian kemarin, dimana dia benar-benar kecewa pada Jean.

"Kal, kamu masih belum mau ngobrol sama aku?"

Ia putar sekali lagi suara orang yang sangat ia cintai itu. Air matanya sudah tidak terbendung lagi. Dia benar-benar merindukannya.

"Kak Kaluna!"

"Eh-h? Iya?" Kaluna yang baru saja dipanggil adiknya itu terasa gagap, ketakutan jika dirinya akan ketahuan menangis. Dengan cepat ia mengusap matanya dengan kasar, berusaha menghilangkan air matanya tanpa bekas.

"Kenapa, Hala?" lanjutnya setelah merasa air matanya sudah tidak terlihat.

"Aku mau ke Mal Yogya sama temenku, ada titip sesuatu gak?" tawarnya.

Kaluna spontan menggeleng mendengar itu. Dirinya masih tidak stabil dan tidak ingin pergi kemana-mana.

"Enggak dulu, Hala. Maaf ya, hati-hati perginya." Hala mengangguk kemudian pergi.

Kaluna menghela napasnya panjang. Ingin sekali bertemu dengan Jean, namun ia merasa sangat bersalah jika harus menghubungi Jean sekarang pasca masalah mereka kemarin.

Ia terus menatap layar telepon genggamnya. Berharap ada pesan atau telepon masuk dari Jean.

5 menit..

10 menit..

15 menit..

Mata Kaluna terbuka lebar saat ia menyadari ada pesan masuk di teleponnya. Dugaannya benar, itu Jean.

"Kal, aku pergi ke Mal Yogya dulu. Ada keperluan disana. Kalau kamu udah bolehin aku ketemu kamu, pulangnya aku langsung ke rumah kamu, ya?"

Bibir Kaluna yang awalnya melengkung ke bawah, kini berubah drastis menjadi sebuah senyuman yang manis. Sang kasih tetap tidak melupakannya.

Namun rasanya, berat baginya untuk membalas pesan Jean. Ia masih tidak berani dan juga gengsi. Merasa bahwa dirinya belum pantas untuk menghubungi Jean. Kaluna pun mengacak rambutnya kasar. Ia frustasi dengan dirinya sendiri.

Kaluna memutuskan untuk mematikan telepon genggamnya dan menutupi dirinya dengan selimut. Berusaha memenjamkan matanya dan tidur sejenak, ingin menenangkan dirinya.





























"Saya mau kalung yang ini ya, bisa dibungkus pakai kado gitu gak?"

Wanita yang menjual kalung tersebut mengangguk sambil tersenyum. Jean melihat ibu itu dengan sigap membungkus kalung itu. Dirinya tersenyum, tidak sabar untuk memberikan kalung yang diinginkan Kaluna satu bulan yang lalu.

Menggunakan jaket kulit coklat kesayangannya, Jean mengeluarkan telepon genggamnya dari kantong jaketnya. Tidak ada balasan sama sekali dari Kaluna.

Jean cukup kecewa. Sesungguhnya ia sangat rindu pada Kaluna, tetapi Kaluna masih belum ingin dihubungi. Jean harus menghargai keputusan Kaluna.

tentang jean; lipsoul (lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang