IV.

382 156 15
                                    

"Kamu sudah gila, Mujin," ujarku, memelototinya lalu meminum jus grapefruit-ku yang baru saja datang.

"Ayolah. Aku ingin tahu bagaimana pendapatmu. Mungkin saja kemarin aku gagal karena ada hal yang aku tidak sadar tidak cocok denganku. Dan mungkin kamu bisa melihat itu," jawabnya enteng.

"Bagaimana kalau dia mengira ada sesuatu diantara kita? Kamu tau, banyak wanita yang berpikir kalau tidak mungkin pria dan wanita bisa bersahabat," balasku.

"Menurutmu begitu?" tanya Mujin, dengan alis yang tinggi.

"Em, tidak. Tentu saja tidak. Menurutmu saja, bagaimana kita bisa selama ini berteman, ya kan?"

"Geurocho," jawabnya. "Jadi, tidak ada masalah, kan?"

"Hmm, tidak tahu. Dan aku sudah terlanjur disini, gara-gara kamu. Kecuali kamu memperbolehkanku pergi."

Aku mengambil tasku dan bangun dari dudukku, tapi Mujin menarik tanganku dan akupun terduduk dengan pantatku yang menghantam kursi dengan keras. Heh, dia sering sekali menarik tanganku.

"Aduh!" aku meringis, memukul tangannya di sikutku.

"Mau kemana?" tanyanya judes. "Jangan kemana-mana."

Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku.

"Choi Mujin, kamu ini sudah hampir kepala 5, tapi kenapa kamu selalu butuh persetujuan dariku?"

"Chogiyo..."

Suara halus yang sudah pasti berasal dari tenggorokan seorang wanita itu membuat kita berdua menengok.

"Apa... benar... kamu Choi Mujin?" tanyanya, bingung bergantian menatapku, baru ke Mujin.

"Ya!" bisikku kencang kepada Mujin.

Aku buru-buru menyingkirkan tangan Mujin dari lenganku dan menarik kursi jauh darinya, dan duduk dengan manis.

"Nde. Kamu benar. Kamu Lee Hyun Joo?" tanya Mujin, yang lalu tersenyum dengan sok manis. Huek. Aku hampir mual melihatnya.

"Ne. Annyeonghaseyo."

Mereka berdua berjabatan tangan dan terjadilah kontak mata seperti di drama-drama di televisi itu.

Aku tahu bahwa Mujin dan Hyunjoo berkenalan lewat teman Mujin. Mereka sudah berbicara melalui telepon dan tukar pesan selama kurang lebih satu bulan, dan karena Mujin yang sibuk dan Hyunjoo yang baru pulang dari luar negeri, mereka baru sempat bertemu. Aku seperti ban serep saja tahu semuanya tentang mereka.

"Aku mengajak temanku. Sebenarnya dia sahabatku. Dia—"

"Maaf. Aku ingin meminta maaf karena menggangu waktu kalian berdua. Namaku Kim Min A, dan jika kau keberatan aku disini, dengan senang hati aku akan pergi," potongku.

Hyunjoo memandang aku dan Mujin bergantian—lagi—dan akhirnya ia menjawab.

"Tidak mungkin aku menyuruhmy pergi. Tidak apa-apa, tetaplah disini," jawabnya dengan sopan dan manis.

Oh, brengsek. Aku terjebak disini.

Dari ekspresi dan gerak geriknya, Hyunjoo terlihat seperti wanita yang baik-baik dan cukup elegan, sebenarnya. Rambutnya yang lebih pendek dariku—sekedar informasi, rambutku hitam panjang mendekati pinggang, cara berpakaiannya pun sopan dan pakaiannya terlihat mahal.

Sejauh ini penilaiannya di mataku cukup baik. Aku tidak akan kecewa jika akhirnya ia akan mendampingi Mujin. Sejauh ini.

Aku berpura-pura sibuk saat Mujin dan Hyunjoo berbincang tentang kegiatan mereka masing-masing sebelum bertemu.

Friends [Choi Mujin] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang