XI.

241 115 21
                                    

[Flashback, masa kecil Kim Mina]

"Mina, ayo masuk!"

Kakakku, Kim Hee Ra, memanggilku masuk ke dalam. Usianya yang terpaut 6 tahun dariku menandakan dia jauh lebih dewasa dariku dari segala aspek. Saat ini umurku 15 tahun dan umurnya 21 tahun. Ia membawaku pergi ke sebuah department store untuk membelikanku sesuatu di hari ulangtahunku. Aku merasa aneh. Di satu sisi aku bukan tipe anak yang selalu diberikan hadiah oleh orangtuaku untuk ulangtahun, dan kedua, anehnya adalah eonni yang selalu melakukannya untukku.

"Ne..."

Eonni menarik tanganku yang sungkan masuk ke dalam pusat perbelanjaan itu.

"Ayo. Kenapa kamu harus malu-malu? Kamu kan bersamaku disini," omelnya.

Aku menggaruk kepalaku, bingung harus apa.

Kami berdua berjalan memasuki toko yang besar itu. Eonni melihat-melihat baju untukku, sesekali memegangnya di hadapanku untuk bayangan apakah baju itu cocok untukku. Aku berdiri seperti patung dan berjalan kembali mengekori eonni.

"Mina, pilih pakaian yang kamu suka. Kamu lebih tahu apa yang kamu inginkan daripada aku, kan," ucap kakakku, yang masih sibuk mencari baju.

"A-ah, geurae."

Meskipun setiap tahun eonni selalu mengajakku pergi ke suatu tempat seperti ini, aku masih saja merasa tidak enak hati. Karena menurutnya itu sebuah keharusan, sedangkan menurutku tidak begitu.

Hee Ra eonni adalah satu-satunya orang di keluargaku yang benar-benar memperhatikanku dan mempedulikan perasaanku. Setiap aku bercerita dengannya, ia mendengarkan tidak hanya dengan telinganya tapi juga dengan hatinya. Aku menyayanginya lebih dari apapun di dunia. Ia adalah orang yang selalu kuandalkan. Bahkan jika bisa, aku lebih memilih kakakku yang datang saat pengambilan hasil evaluasi belajar, daripada orangtuaku.

Aku tidak pernah dekat dengan kedua orangtuaku. Mereka mendidikku dengan uang dan obsesi mereka terhadap prestasi dan jabatan. Aku tumbuh dan besar jadi anak yang tidak kenal kasih sayang orangtua. Meskipun begitu, ada pengasuh dan kakakku yang menyayangiku dan menjawab kebutuhanku, sehingga aku masih kenal dengan yang namanya rasa kasih sayang kepada sesama.

Orangtuaku sudah menyiapkan biaya yang besar masuk ke salah satu universitas ternama di Amerika Serikat. Bisa dipastikan jika aku gagal masuk, mereka akan mengamuk besar, bahkan mereka bisa mengasingkanku. Kakakku yang sedang berkuliah di Universitas Nasional Seoul dan tinggal di apartemennya sendiri, siap menampungku jika kemungkinan buruk itu terjadi. Sebenarnya kakakku juga jadi korban ambisi orangtuaku, tapi ia membuktikan bahwa ia mampu. Ia memutuskan untuk tinggal sendiri di sebuah apartemen dari uang yang ia kumpulkan, dan ia berhasil magang di salah satu agency yang terkenal sehingga ia cukup bisa menopang hidupnya sendiri. Kakakku adalah wanita yang luar biasa.

"Aku tidak mau baju, eonni. Bagaimana kalau tas saja?"

Eonni tersenyum dan mencubit pipiku.

"Kalau begitu kenapa kamu tidak bilang daritadi?" ia menarik tanganku dan merangkul bahuku. "Kita naik ke lantai 3, disana banyak tas yang bagus."

Aku tersenyum malu.

"Kim Mina sudah bisa tau apa yang ia inginkan. Adikku sudah dewasa," ia memeluk kepalaku dari samping.

Kakakku mengikat rambutnya yang ikal dan panjang. Ia sangat cantik dalam balutan blazer krem dan celana panjang hitam. Tingginya hampir 170 di usianya sekarang. Kami melewati koleksi tas-tas yang bagus dan eonni bertanya padaku.

"Kamu mau tas untuk sekolah, atau untuk jalan-jalan?"

"Jalan-jalan? Eonni pikir aku ada waktu berjalan-jalan?"

Friends [Choi Mujin] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang