Awal

432 42 0
                                    

Pada abad ke-7, tersebar sebuah kutukan abadi untuk keluarga Areagne yang melahirkan kegelapan dari kematian. Yara sang Dewi penghakiman turun melewati Celestial Throne. Sayapnya yang besar dengan timbangan keadilan terangkat tinggi di satu sisi tangan suci. Kerajaan Veronaty gempar menyudutkan wilayah kota Oxshear.

Nubuat diberikan bersama gema kehancuran atas dosa yang menimpa keturunan mereka. Awan biru berubah menjadi hitam dimana semua makhluk hidup mulai merasa kecil menghadapi kuasa Dewi Yara.

"Wahai keturunan Areagne, timbangan telah jatuh menumpahkan malapetaka. Hitam yang tak mampu menerima putih, dengan ini kutukan abadi dalam penderitaan akan kalian terima. Angsa hitam selalu ada untuk terbang mengikuti alam sampai engkau menemukan cahaya."

Lonceng persidangan berakhir tanpa bisa mereka lawan. Peristiwa yang menjadi sejarah kelam selama lebih dari 1000 tahun berlalu seiring dengan berjalannya waktu. Kerajaan Veronaty berubah kepemimpinan menjadi milik Vrathia Kingdom. Undang-undang pemerintahan, menteri maupun masyarakat seolah lupa akan ngerinya nubuat dari barat Oxshear.

Kota kecil itu terbakar hidup-hidup bersamaan dengan seluruh isinya. Mencoba melenyapkan nestapa tanpa peduli nyawa manusia yang tak bersalah.

Sayang, keajaiban muncul kembali saat neraka api Oxshear berubah menjadi lautan hijau rindang akibat kemarahan lain dari dewa bumi, Wasdohr.

"Celakalah kalian para manusia serakah, Lointaine akan hadir sebagai penentu dimana mereka hidup untuk lebih berkuasa. Datang karena mati, pergi tanpa hati. Dosa yang menghanyutkan nyawa akan terbayar suatu hari nanti."

Lagi, Veronaty menerima dua bencana sebelum masa Vrathia datang.

Lointaine Forest terbangun megah menjadi hutan belantara yang memisahkan dua kekuatan negara besar. Ada larangan ilahi melingkari setiap sudut hutan seolah bersinar terang menghujam siapa saja yang berani masuk menginjakkan kaki.

"Keluarga Areagne musnah."

"Tidak, keturunannya masih ada. Dia menerima kutukan dari Dewi Yara 1000 tahun lalu."

"Dosa mereka tidak akan pernah bisa diampuni surgawi."

Sesekali akan ada topik pembicaraan serupa bila perjamuan istana digelar merayakan terjadinya hari istimewa. Selalu berulang dan tetap mengalir memberi ilusi buruk bahwa bencana akan kembali lahir membawa Vrathia kepada jurang mengenaskan takdir.

Menuju abad ke-17, Vrathia Kingdom memilih raja baru yang dinobatkan agar menduduki tahta tertinggi di wilayah kota Heartville sebagai pusat utama istana pardwell berada. Keluarga kerajaan Segeric percaya jika cahaya Yara adalah milik darah keturunan mereka meski 1000 tahun belum terselesaikan.

Membunuh.

Ya, keturunan Segeric harus membunuh bibit kutukan secara langsung.

Cahaya berarti lenyapnya kegelapan, maka cara penyelesaian paling cocok tidak lain adalah dengan pilihan menghilangkan nyawa.

"Berkah Dewa bagi Raja agung Vrathia, hambamu yang rendah membawakan pesan penting dari permaisuri."

"Bangun perdana menteri Heinan, katakan." Raja Vrathia yang berusia paruh baya duduk tenang tanpa ekspresi berarti.

Mata hitam dia jatuh menunggu bawahannya bicara dan diam membisu begitu kalimat tak terduga ia dengar entah untuk keberapa kalinya bulan ini.

"Raja, menurut permaisuri Teressa, putra mahkota Segeric telah lari menuju Lointaine forest."

"Kapan?"

Perdana menteri Heinan menunduk dalam-dalam dengan rona pucat ketakutan. Bisa ia rasa kekuatan sihir berkobar meski tak terlihat dan mengarahkan putus kematian jika memberi jawaban buruk.

"S-saya kira sudah lewat 3 hari."

3 hari.

Sedangkan 2 minggu lagi adalah acara penobatan putra mahkota.

Raja Agung Segeric mencengkeram sebelah pegangan tahtanya tanda marah. Mengerutkan alis tajam, ia lempar perintah dan berkata tanpa rasa kasih sayang apalagi cemas.

"Perintahkan penyihir Kuzor agar membuka portal secepat mungkin lalu seret putra mahkota kembali tidak peduli bagaimanapun caranya!"

"Baik, yang mulia."

Lain halnya dengan kemarahan Raja Agung Vrathia, di barat sebuah hutan eksotis hadir figur pria tampan yang kini memegang pedangnya sambil mengeluarkan umpatan kasar.

Dia berdiri goyah berlumuran darah pun memar. Menatap lurus array ilahi yang nyaris tak terlihat dan berkilau disinari cahaya mistis. Sulit untuk menyentuh jika mendekat saja tidak bisa. Sudah 2 hari ia sampai disini selepas melakukan perjalanan penuh semalaman suntuk. Terlalu sia-sia kalau menyerah dan pulang tanpa membawa hasil.

Jeongguk Segeric ingin membuktikan sejarah konyol tentang kutukan Dewi Yara mengenai keturunan Areagne 1000 tahun lalu. Ia membantah tegas, menyatakan bahwa angsa hitam tidak pernah ada atau lahir membawa malapetaka.

"Sial, apa ini larangan yang katanya dibuat oleh Dewa Wasdohr?"

Konyol, pasti hasil eksperimen seorang master tingkat tinggi di menara bizzare sebelum menceritakan karangan bodoh mereka menjadi kekuatan mutlak Dewa Wasdohr.

"Ada jalan masuk, aku yakin."

Putra mahkota Segeric terlahir dan tumbuh untuk berlari tangguh bagaikan singa buas. Ia pantang menyerah, terus mengelilingi sisi terluar hutan rimba dan menelaah rincian array ilahi.

Segera, seberkas ingatan tentang mitos yang beredar Jeongguk ingat baik-baik.

‘Pada bulan purnama penuh saat naga Rakshe keluar dari sarangnya; the wild abyys. Array ilahi akan kehilangan kekuatan selama satu malam setiap 30 tahun sekali.’

Bila mana Jeongguk tidak salah menghitung, maka dua hari dari sekarang akan muncul purnama penuh.

“Aku bisa menunggu.”

Jeongguk mendongakkan kepalanya disertai tekad pongah. Black swan, kutukan atau apapun itu jika memang benar maka aku sendiri yang akan membunuhnya.

Permaisuri Teressa terus menekan otak Jeongguk berdasarkan keyakinan tersebut. Manusia hidup damai dalam ketenangan palsu sebab cepat atau lambat, kehancuran akan tiba menumpahkan perang berdarah.

“Putra mahkota, anakku. Apa kamu tahu mengapa angsa hitam harus dibunuh?”

Jeongguk yang belum bisa memahami arti kebenaran hanya menggeleng dan mendengarkan nasehat permaisuri ratu sangat patuh. Wanita bermata emas itu tersenyum anggun, ia usap rambut hitam Jeongguk yang mendapat sebagian besar gen dari raja agung Segeric Jaehyuk.

“Dewa Omasis pernah berkata pada ibumu, jika lara sulit ditanggung, cinta tumbuh menggunung maka benci dan bencana adalah tiang yang tergulung demi segantung jembatan.”













Tbc.

Black Swan | KVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang