3. Harus Bertahan

107 20 2
                                    

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share ya

~~~

Kakak beradik itu kembali ke rumah setelah mendengar penjelasan dari dokter. Ratu tidak tahu harus bagaimana menghadapi semua ini. Satu sisi, dia harus membohongi ibunya mengenai kehamilan Rani dan sisi lainnya dia harus memberi dukungan untuk sang kakak agar tidak mengalami stres selama masa kehamilan. Rasanya, dia ingin membelah diri agar bisa menyelesaikan semua permasalahan keluarganya itu.

"Inget, Tu! Jangan kasih tau Mama. Gue nggak mau Mama kepikiran terus malah sakit."

Ratu mengangguk saat kakaknya memberi peringatan lagi di depan rumah. "Tapi, lo juga harus bilang sama Kak Adipati mengenai kehamilan lo ini. Gimana juga dia, kan, bapaknya. Yah, meski kalian sebentar lagi bakal nikah. Tapi, tetep aja dia harus tau soal kondisi lo ini."

Rani berdecak. "Iya-iya. Itu biar jadi urusan gue. Kenapa lo jadi bawel banget, sih?"

Ratu mengangkat bahu lalu berjalan terlebih dulu untuk membukakan pintu. Tiba di dalam, dia memanggil nama ibunya dan menemukan wanita paruh baya itu meringkuk di sofa ruang tengah sambil memegangi kepala.

"Ma, Mama nggak apa-apa?" tanya Ratu pelan sambil menyentuh pundak ibunya.

Anggun, ibu Ratu, mengerang sebelum membuka mata. Dia langsung terduduk saat melihat Ratu berdiri di hadapannya. Ratu membantu Anggun lalu duduk di samping ibunya, sementara Rani pergi ke kamar.

"Gimana keadaan kakakmu? Dia baik-baik aja?"

"Kak Rani cuma kecapekan aja kata dokter, Ma. Mungkin dia terlalu sibuk menyiapkan pernikahan sampek lupa makan."

Anggun mengangguk lalu menggenggam tangan putrinya. "Keputusan Mama buat jual rumah ini sudah benar, nggak, ya, Tu? Mama takut kalo keputusan Mama akhirnya membuat kakakmu kepikiran dan makin sakit."

"Ratu tau Mama juga berat banget buat jual rumah ini. Tapi, kita nggak punya pilihan lain, Ma. Kita bisa mulai lagi dari awal. Kita bisa punya hidup baru nanti. Lagian, setelah Kak Rani menikah, pasti dia ikut Kak Adipati, kan? Jadi, Mama nggak usah khawatir soal Kak Rani. Ratu bakal bantu sekuat tenaga untuk cari pemasukan lagi."

"Makasih, ya, Tu. Maafin Mama sama Papa. Kamu jadi harus cuti kuliah karena kondisi keluarga kita. Mama bakal cari cara supaya kamu bisa lanjut kuliah lagi."

Ratu menepuk-nepuk punggung tangan ibunya. "Mama nggak usah khawatir soal kuliah aku. Kalo memang nanti ada rezeki, pasti aku bisa lanjut kuliah lagi, Ma. Tapi, kalo memang nggak ada. Aku nggak masalah, kok, kalo harus berhenti kuliah. Aku masih bisa cari kerja dengan ijazah SMA. Mama tenang aja. Kita pasti baik-baik aja."

"Tadi, waktu kalian ke dokter, ada mantan rekan bisnis Papa yang dateng ke sini. Dia tau soal masalah keluarga kita dan menawarkan bantuan dengan membeli rumah ini. Harga yang ditawar juga lumayan, Tu. Kalo kamu sama Rani setuju, besok orangnya mau ke sini nyelesaiin semua urusan jual beli."

"Kalo aku setuju aja, Ma. Lebih cepat lebih baik. Biar kita bisa melanjutkan hidup juga. Nggak terbebani sama utang terus. Soal Kak Rani nanti biar aku aja yang bujuk dia. Sekarang Mama mending istirahat aja udah malem."

Ratu mengantarkan ibunya ke kamar. Dia meninggalkan Anggun setelah memastikan wanita itu terlelap dan menyelimutinya. Ratu berjalan ke lantai dua menuju kamarnya, tetapi sebelum itu dia mampir ke kamar Rani untuk menceritakan apa yang dibicarakan ibunya tadi mengenai calon pembeli rumah.

Awalnya, Rani marah dan tidak terima jika keputusan ibunya untuk menjual rumah benar-benar akan terjadi. Dia terlalu memikirkan pandangan keluarga calon suaminya mengenai keluarganya yang tiba-tiba bangkrut dan terlilit utang. Dia tidak mau kehilangan Adipati karena masalah yang menimpa keluarganya itu.

Ketiban Meteor Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang