2. Makin Rumit

126 24 0
                                    

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Belum genap tujuh hari sejak kepergian sang ayah, kini keluarga Ratu harus menghadapi masalah baru. Ayahnya terjebak investasi bodong yang menyebabkan usahanya hancur lalu karena terkejut, sang ayah mengalami serangan jantung dan meninggal. Beberapa orang yang telah menginvestasikan uang mereka pada usaha sang ayah, datang menemui ibunya untuk menuntut ganti rugi. Tidak ada yang peduli meski mereka tahu bahwa keluarga tersebut baru saja kehilangan. Mereka tetap menuntut ganti rugi secepatnya.

Ratu meminta waktu agar keluargnya bisa mencari solusi untuk membayar utang tersebut. Orang-orang itu hanya memberi waktu kurang dari sebulan sejak kedatangan mereka. Wanita itu terpaksa mengambil cuti kuliah hingga masalah keluarganya terselesaikan.

"Mama yakin mau jual rumah ini? Ini rumah peninggalan Papa, Ma. Ini rumah hasil kerja keras Papa."

Ratu protes atas keputusan yang diambil oleh ibunya untuk membayar utang keluarga mereka.

"Kamu punya cara lain untuk kita bisa membayar utang-utang papamu itu? Kita nggak punya apa pun yang tersisa, Nak. Perusahaan Papa udah bangkrut, semua asetnya udah disita oleh pihak Bank. Kita cuma punya rumah ini untuk mengembalikan semua uang yang sudah diinvestasikan oleh orang-orang itu."

"Kita tunggu Kak Rani dulu, Ma. Mungkin Kak Rani punya solusi lain."

Kedua wanita berbeda usia itu menoleh bersama ke arah pintu. Maharani Ayunda, putri sulung dari keluarga Pramudya itu memasuki rumah dengan wajah yang ditekuk. Ratu segera menghampiri kakaknya untuk menanyakan solusi yang mungkin saja telah didapatkan oleh wanita itu.

"Kak Rani nggak apa-apa? Kok mukanya pucet gitu?"

Rani terduduk di sofa ruang tengah sambil mengusap wajahnya. Dia menumpukan kedua tangan pada lutut lalu menutup wajah, perlahan pundaknya terguncang. Ratu yang melihat semua itu segera duduk di samping kakaknya dan memeluk Rani dari samping.

"Gue nggak sanggup, Tu. Gue udah coba cari pinjeman ke semua temen yang gue kenal. Tapi, mereka nggak mau kasih pinjem meski mereka punya banyak uang. Gue juga udah coba pinjem sama perusahaan. Tapi, katanya itu jumlah yang terlalu besar untuk pinjaman pertama karyawan kayak gue."

Ratu mengusap-usap punggung kakaknya sambil terus berpelukan. Ibu mereka mendekat dan ikut memeluk kedua putrinya sambil menumpahkan air mata bersama. Luka akan kehilangan seseorang yang sangat disayangi belum juga sembuh, tetapi mereka sudah harus menghadapi kejamnya dunia.

Sanak saudara yang datang mengemis pertolongan saat keluarga mereka masih jaya, kini semuanya memalingkan muka bahkan beberapa justru menyalahkan sang ayah karena sudah lalai menggunakan uang perusahaan untuk investasi bodong. Ibu dan anak itu benar-benar hanya berjuang bertiga tanpa bisa mengandalkan siapa pun.

Ratu berbaring di kamar sambil memegang ponsel. Dia sedang menimbang-nimbang untuk meminta pertolongan Raja. Namun, pesan terakhir dari pria itu saja belum dia balas. Apakah sopan jika sekarang dia menghubungi kakak tingkatnya itu untuk meminjam uang? Apa yang akan menjadi jaminan agar Raja percaya dia bisa mengembalikan uang pria itu?

Ratu, sori gue baru buka chat lo.

Gue baru aja selesai pertandingan.

Dan lo tau apa? Tim kita menang!

Sesuai janji gue sama lo, medali yang gue dapet hari ini bakal gue kasih buat lo.

Kita masih bisa ketemu lagi, kan?

Kalo lo ada masalah dan butuh bantuan, lo bisa hubungin gue.

Ketiban Meteor Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang