27. Haruskah Memaafkan?

93 9 0
                                    

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Raja mematung melihat wajah syok dari wanita yang baru saja memberikan laporan penjualan dari pameran di Bandung. Ketiga orang yang berada dalam satu ruangan itu sama-sama terkejut mendapati satu sama lain. Pria itu hanya bisa mengumpat dalam hati dan menyalahkan sepupunya yang tidak bisa mengondisikan mulut saat berbicara. Dia menatap tajam wanita yang meringis di hadapannya itu.

"Ehm, maaf, Pak. Kalo gitu saya permisi dulu. Laporannya sudah saya taruh di meja."

Raja menoleh kepada pegawainya yang sudah bisa menguasai diri. Dia hanya bisa mengangguk seperti robot.

"Ratu, tunggu! Saya bisa jelasin semuanya. Ini nggak seperti yang kamu dengar. Ada kesalahpahaman di sini."

Ratu berhenti di ambang pintu saat bosnya memanggil. Dia tidak berbalik sama sekali. "Maaf, Pak. Saya nggak denger apa-apa tadi."

"Ratu!"

"Raja!"

Langkah Raja terhenti ketika hendak menyusul Ratu karena tamu itu menahan tangannya.

"Lepasin tangan gue, Tari! Gue harus jelasin sama Ratu. Kenapa, sih hidup gue penuh masalah? Kemarin kakak lo bikin masalah sama gue. Sekarang giliran lo? Mau keluarga lo itu apa, sih?"

"Tunggu, Ja! Lo harus bantuin gue dulu."

"Enak aja. Yang hamil kan lo sama pacar lo. Kenapa gue yang harus tanggung jawab? Dan omongan lo tadi bikin Ratu salah paham lagi sama gue."

"Bentar. Yang tadi itu Ratu yang gue kenal, kan? Dia cuma pegawai lo, kenapa dia nggak boleh salah paham sama lo?"

Raja yang frustrasi meremas rambutnya keras lalu mendengkus. Dia mendudukkan diri di sofa lalu bersandar di sana dan mendongakkan kepala menatap langit-langit ruangannya.

"Iya, dia Ratu, pegawai gue sekaligus temen kuliah gue dulu."

Tari menganga mengetahui fakta yang baru saja didengarnya itu. Dia menutup mulut rapat sambil menelan ludah susah payah.

"Dia, Ratu yang lo taksir dan lo nggak bisa move on dari dia sampek sekarang itu? Dia Ratu yang itu?"

"Iya. Dan lo udah ngancurin usaha gue buat deketin dia lagi. Puas lo!"

"Tapi, Ja. Dia Ratu mantan tunangannya yang ngehamilin gue."

"Apa?" Raja langsung terduduk tegak. "Lo bilang apa barusan? Jadi, lo hamil sama Putra? Gimana bisa? Mereka baru putus sekitar dua atau tiga minggu lalu."

Tari menggigit bibir bawahnya lalu menunduk dalam. Dia tidak berani menatap mata sepupunya yang sedang terbakar emosi itu.

Raja menarik pundak Tari hingga tatapan mereka bertemu. "Bilang sama gue. Lo udah berapa lama tidur dan selingkuh sama Putra?"

"Awalnya, kita sama-sama mabok waktu tidur bareng untuk pertama kali. Tapi, selanjutnya gue yang deketin dia duluan. Gue udah pernah bilang kalo gue nggak bakal ngelepas cowok ini, kan? Dan dia itu Putra."

"Berengsek! Kenapa semuanya makin rumit kayak gini?"

Tari menarik ujung lengan baju Raja. "Ja, tolongin gue. Lo tau, kan gimana keluarga gue. Kalo mereka sampek tau gue hamil dan cowoknya nggak mau tanggung jawab, bisa-bisa gue digantung, Ja," ucapnya dengan merengek.

"Lo adepin sendiri keluarga lo itu. Jangan bawa-bawa gue. Biar lo rasain gimana digantung. Lo udah ngerusak kebahagiaan orang lain, Tari! Lo udah bikin hidup Ratu hancur. Lo sadar nggak, sih?"

Ketiban Meteor Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang