Episode 04: Demensia Delirium

1.1K 110 21
                                    

HI, BEB.

SEBELUM BACA, INGAT INI:

- Pastikan kalian sudah follow akun wattpad ini, dan juga cerita 7DSB sudah masuk ke reading list, biar pas update selalu ada notifnya yang masuk ke hp kalian.
- Jangan lupa di-vote dan di-share ke teman sosial media kalian, racunin mereka untuk ikut baca 7DSB.
- Berikan komentar di setiap bagian yang membuat kalian bertanya-tanya atau penasaran
- Jawab pertanyaan di bagian paling akhir bab

Happy reading & have a nice weekend bebeb-bebebquh🐒🦋

.
.
.

[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]

"Allah tidak menguji seseorang melebihi batas kemampuan. Bahkan bahagia dan sedihnya seorang hamba, tak lebih dan tak kurang. Semua Allah cukupkan."
🦋🦋🦋

Tak usai begitu saja derita yang Tama alami, beberapa kali ia mengalami shock dan juga halusinasi berkepanjangan. Ia berbaring tapi pikirannya sedang bercabang-cabang entah ke mana, matanya tertutup rapat dengan air mata yang terus mengalir. Sesekali ia teriak histeris hingga membuat perawat harus menyuntikkan obat penenang ke tubuhnya.

Sudah beberapa hari meeka bolak balik dan bergantian menjaga Tama, kecuali Azmi yang memilih untuk menetap di rumah sakit. Ia bahkan hanya sekali dalam sehari mandi dan makan karena harus memastikan kondisi Tama tetap terjaga karena sewaktu-waktu kondisinya menurun.

Sementara itu, Raihan dan Yusuf beberapa kali mencoba mencari tahu keberadaan keluarga atau kerabat terdekat Tama yang ada di Jakarta, hingga Fatih menghubungi teman-teman yang sempat juga kerja bareng dengan Tama. Namun tetap saja nihil.

Pada akhirnya, saat kondisi Tama kembali menurun, mereka semuanya berkumpul di depan pintu kamar pasien. Oleh dokter meminta mereka untuk menunggu di luar. Kembali wajah mereka terlihat tegang, dipenuhi rasa cemas.

Sesaat kemudian, suara pintu terdengar. Seorang dokter keluar dari kamar Tama, sontak membuat Azmi, Raihan, Yusuf, dan Fatih menoleh  serentak.

"Siapa yang bertanggung jawab terhadap pasien?" tanya dokter menatap mereka satu per satu.

Terlihat Azmi berdiri dengan sigap. "Sa-saya, Dok. Pasien di dalam kerabat saya."

"Baik. Ikut saya sebentar, ya, Mas."

Setelah mengalami penanganan yang sebelumnya ditindak lanjut oleh tim medis karena keadaan pasien menurun, dokter pun bertanya darimana Azmi mengenal dan mengetahui kabar kecelakaan yang menimpa Tama.

"Seseorang menelepon saya dengan nomor yang tidak dikenal, Dok." Azmi menjawabnya setelah menimbang karena ia sendiripun baru menyadari hal tersebut.

Beberapa kali pihak rumah sakit mencari tahu informasi identitas keluarga dari Tama bahkan sampai menghubungi beberapa kontak yang memungkinkan menjadi narahubung ke pihak keluarga tapi tak kunjung ada tanggapan. Sejauh ini, hanya Azmi dan kawan-kawannya saja yang hadir di rumah sakit itu dan menyatakan sikap bahwa mereka siap bertanggungjawab untuk langkah yang harus diambil.

Setelah menjawab beberapa pertanyaan terkait identitas diri pasien, Dokter pun menjelaskan kondisi yang terjadi pada Tama bahwa pasca dari koma dan mengingat kecelakaan yang terjadi, Tama kembali mengalami penurunan kesadaran.

"Sebelumnya kami sudah melakukan sejumlah pemeriksaan untuk memastikan tingkat kesadaran pasien. Dan ini rekam medis dari pemeriksaan CT scan kepala dari teman Mas," ucap Dokter sambil menunjukkan salinan tomografi tengkorak kepala Tama. "Karena terjadi cedera pada kepala akibat benturan keras yang menyebabkan kerusakan pada hippocampus, dimana bagian otak dan sistem limbik dari kemampuan menciptakan memori ingatan pasien salah satunya retak. Jadi untuk sementara waktu, ingatannya akan hilang," jelas Dokter.

"Hi-hilang ingatannn?" Azmi terlihat shock.

"Iya. Pasien akan mengalami Demensia yang terjadi karena cedera kepala. Tapi tenang saja, demensia akibat cedera kepala biasanya tidak bertambah buruk, tapi memang perlu penanganan dokter untuk penyembuhan."

Azmi tersandar mengembuskan napas kasar setelah mendengar perjelasan Dokter. Beberapa saat ia termangu, dan ternyata Dokter belum selesai mendiagnosa. "Satu lagi, Mas. Karena demensia yang dialami oleh pasien cukup parah, kemungkinan besar risikonya adalah teman mas juga akan mengalami delirium."

Wajah Azmi semakin pucat, sekalipun ia tidak tahu apa itu Delirium tapi Azmi tahu kalau kondisi Tama sedang buruk. "Apa lagi itu, Dok?" tanyanya pasrah.

"Tama akan mengalami kebingungan parah dan ia akan kurang merespon keadaan di lingkungan sekitarnya. Juga ... kondisi mentalnya akan naik turun secara tiba-tiba."

Tarikan napas panjang terlihat membebani Azmi setelah mendengar pernyataan tambahan dari Dokter. Tubuhnya mulai gemetar. Azmi yang menyimpan ribuan pertanyaan pada Tama kini harus tertahan, menumpuk dalam pikiran. Terlebih lagi sahabatnya mengalami mental yang serius dimana semua perlu waktu untuk penyembuhan.

"Tapi apakah teman saya bisa sembuh, Dok?"

Dokter tersenyum pada Azmi. "Mas banyak-banyak berdoa saja, dan kami akan berusaha untuk semaksimal mungkin. Intinya doa dan ikhtiar kita semua tidak pernah putus untuk teman, Mas."

Azmi angguk-angguk dengan mata yang sudah memerah. Diperhadapkan dengan masalah baru, Demensia Delirium membuat Azmi harus mempelajari dua penyakit dan gangguan tersebut demi kesembuhan Tama.

Selain pasrah, tak ada lagi yang Azmi bisa lakukan. Sekarang, dengan kondisi Tama yang tidak sehat, Azmi memilih untuk bertanggungjawab atas kesembuhan Tama sepenuhnya. Tak peduli seberapa banyak ia harus berkorban biaya dan juga waktu, sebab ia tahu bahwa tak ada lebih berharga dari apa pun selain saudara yang seiman.

Meski di umur yang masih sangat muda, kewajiba menolong sesama bukanlah menjadi persoalan berat. Sebab Azmi ingat betul kebaikan-kebaikan Tama sebelumnya hingga ia menghilang begitu saja tanpa jejak. Lalu ia muncul dengan kondisi yang cukup memprihatinkan.

Azmi tak bisa lagi berkutip, entah ujian apa yang Tama sedang lalui. Entah dosa apa yang sudah ia perbuat di masa lalu. Setelah kehilangan istri tercinta, kini Tama mungkin akan kehilangan ingatan-ingatan indahnya bersama kekasihnya Hafsah.

Lagipula, Allah tidak menguji seseorang melebihi batas kemampuan. Bahkan bahagia dan sedihnya seorang hamba, tak lebih dan tak kurang. Semua Allah cukupkan. Menatap raut wajah Tama yang penuh derita, justru membuat Azmi tak ingin kehilangan sahabatnya untuk yang kedua kali. Walaupun kelak, Tama sulit mengenali sosok Azmi yang dulu adalah sahabatnya sendiri dikarenakan kondisinya yang sangat memprihatinkan.

🦋🦋🦋
To be continued

Bagaimana pendapat kalian tentang bab ini?
Menurut kalian, Azmi itu gimana sih? JAWAB JUJUR!😍🫶

7 Detik Sebelum BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang