Episode 09: Sebuah Perayaan

268 21 1
                                    

Komen dulu dongs biar semangat yureaders,😌🥱

"Di antara ramainya hidup, akan ada hal-hal yang redup. Dan kehampaan itu nyata adanya."
🕊️🕊️🕊️


Sepulangnya Azmi dari kampung halaman, apartemen terasa lebih hidup. Tama tidak lagi sendirian, meski hidupnya saat ini penuh dengan kehampaan. Tak tahu jati dirinya dan sampai detik ini tak ada kabar dari keluarganya. Hanya ada Azmi selaku sahabatnya. Kendati pihak kepolisian sudah menutup kasus kecelakaan tunggal yang menewaskan istri Tama, Azmi sebagai penjamin sekaligus yang merawatnya hingga benar-benar pulih dari masa pengobatan sampai waktunya tiba kepolisian akan melakukan wawancara pada Tama untuk mengusut kasus tersebut.

Setiap pagi, sarapan buatan Bibi selalu tersaji di atas meja makan porsi berdua lengkap dengan aneka buah-buahan. Namun hari ini, tampak begitu beda. Meski sudah menyiapkan sarapan, dari pagi itu, Bibi masak hidangan begitu banyak untuk persiapan malam ini.

Azmi merasa apartemennya harus mengadakan acara penyambutan, sebuah perayaan kembalinya Tama dengan mengundang sahabat-sahabat terdekatnya yang juga mengenal Tama. Azmi rasa ini perlu agar pelan-pelan, ingatan Tama pulih.

"Aku mau mengadakan acara kecil-kecilan di rumah. Kalian harus datang ya," ketik Azmi pada grup chat yang diisi oleh Raihan, Yusuf, juga Fatih. "Perayaan ini khusus untuk Tama."

"Tama ulang tahun, kah?" balas Yusuf.

"Tidak. Bukan acara ulang tahun."

"Terus apa?"

"Perayaan atas kembalinya Tama."

"Yakin ini yang Tama harapkan?" Fatim menimpal. "Dia sudah hilang ingatan, kehilangan seseorang yang paling ia cintai. Terus kita mau merayakan itu semua atas penderitaannya?"

Semua terdiam di dalam grup itu termasuk Azmi.

Azmi sedang mengetik ....

Terlihat ia berusaha keras, melakukan segala upaya agar Tama bisa segera membaik. Azmi tahu keajaiban Allah itu selalu ada sekalipun diagnosa dokter menyatakan kalau Tama sulit untuk mengingat semua memori masa lalunya bahkan nihil untuk pulih seperti sedia kala. Namun dalam kamus Azmi tidak ada kata pasrah, dalam Islam tak mengenal pasrah melainkan Tawakkal, bahwa Allah sebaik-baiknya pemilik lagi pengatur atas segala sesuatu di alam semesta.

"Tama yang dulu lagi tertidur. Jangankan harapan, rasa saja dia tidak punya saat ini. Setidaknya aku menawarkan dia keramaian seperti dulu. Kalian masih ingatkan bagaimana Tama menyukai keramaian dan sangat membenci kesendirian. Saat ini, dia sedang diuji oleh apa yang paling dia benci. Sendiri, sepi. Hidupnya hampa. Maka dari itu, kita harus mengisi kekosongannya. Bukan menambah penderitaannya," jelas Azmi menutup percakapan di grup mereka.

Azmi menarik napas panjang setelah  menutup kunci layar ponselnya. Ia menyandarkan punggung pada kursi lalu menjatuhkan pandangannya pada Tama yang sedang menyantap sarapan di hadapannya. Azmi tersenyum lebar di sana sambil lirih berkata, "aku yakin, kamu akan segera sembuh."

Tama menikmati sarapan sambil menatap keluar jendela. Tak ada percakapan dua arah, hampir setiap pagi seperti itu. "Hari ini kita akan kedatangan tamu, ya, Tama," ucap Azmi kemudian setelah sibuk dengan ponselnya mengundang teman dekatnya ke acara perayaan kembalinya Tama.

"Siapa?"

"Teman-teman kita." Senyum Azmi masih merekah.

"Teman?"

"Iya, teman seperjuangan kita di ibukota." Sambil mengunyah, Tama menyimak perkataan Azmi. "Dulu  kamu mengenal baik mereka."

"Iya. Itu dulu. Tapi sekarang saya tidak ingat apa-apa," ucapnya pelan dengan intonasi yang datar seperti biasanya.

7 Detik Sebelum BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang