"IRONA!"
Lihat, kan? Semua yang aku katakan sebelumnya benar-benar terjadi.
Lelaki paruh baya dengan wajah campuran Korea-Indonesia itu menatapku tajam ketika aku tiba di depannya dengan langkah terburu-buru.
"Apa butuh selama itu untuk pulang? Kali ini kamu sangat terlambat, Irona!"
"Appa, mian-hae."
"Tidak ada kata maaf untuk kamu lagi."
Aku menatap ayahku cemas. Terdengar keseriusan dari nada bicaranya. Tak terlihat raut bercanda pada ekspresi mukanya.
Tak lama kemudian, dari tangga turun seorang wanita paruh baya yang merupakan eomma-ku dengan asisten rumah tangga kami di sampingnya.
"Barang-barang kamu sudah kami kemasi. Ikut kami ke Indonesia sekarang!"
Ayahku berlalu dari hadapanku dan ikut menemani eomma-ku yang terlihat sangat sedih. Wajahnya yang biasa tersenyum padaku tiap aku pulang ke rumah kini menampakkan ekspresi datar tanpa menatapku sekali pun.
Oh, Tuhan.
Apa yang sebenarnya sudah aku perbuat sampai kedua orangtuaku menganggapku begitu salah seperti ini?
Apa yang baru saja aku lakukan?
Pergi tanpa berpamitan karena merasa kesal dengan orang rumah?
Membeli barang branded cukup mahal dengan credit card appa-ku?
Atau ini masalah aku yang tak sengaja membuat mobil appa bonyok di bagian depannya karena tak sengaja menabrak dinding kompleks?
Oh! Aku tau sekarang!
Apa ini perihal aku yang tidak meminta izin pada eomma untuk memakai kalung kesayangannya?
"Irona! Kenapa kamu diam saja?! Cepat masuk ke mobil Andy!"
Aku tersentak, tak sadar bahwa langkah ayah dan mamaku sudah ada di dekat pintu karena diriku masih merenung tentang ini semua.
Aargh! Aku sangat frustasi.
Aku tak mau berpikir lebih lama dan terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kepalaku.
Alhasil, aku melangkahkan kakiku untuk mengikuti langkah para penghuni rumah menuju garasi mobil.
Setibanya aku di dalam mobil bersama Andy-sopir pribadiku-aku mendengus lelah.
Aku berada di mobil yang berbeda dengan kedua orangtuaku sehingga seluruh pertanyaan yang ada di dalam kepalaku belum bisa terjawab hingga aku menemui mereka lagi di tempat selanjutnya.
Ngomong-ngomong, tempat yang kami tuju sekarang adalah Bandara Internasional Kanada. Kami akan berangkat ke Indonesia melalui bandara itu menggunakan tiket pesawat yang dipesan secara mendadak oleh asisten ayahku.
"Miss, apakah kita sudah bisa berangkat? Karena mobil ayah Anda sudah jalan barusan." Ujar Andy sambil menatapku melalui spion dalam mobil.
"Jalankan saja, Andy. Kau tidak perlu meminta izin padaku." Balasku pada Andy yang usianya tak jauh berbeda dariku. "Ikuti perintah yang appa berikan padamu."
"Baik, Miss."
Aku melipat kedua tanganku di depan dada sambil melihat jalanan yang kami lalui melalui jendela mobil.
Hampa.
Meskipun banyak kendaraan, benda-benda jalanan, atau bahkan manusia yang tertangkap oleh indra penglihatanku, hal yang kurasakan saat ini adalah hampa.

KAMU SEDANG MEMBACA
IRONA
General FictionPenyesalan Irona karena ketidaktahuannya tentang dunianya yang nyata membuat dia harus terseret menjadi bayangan saudarinya yang selama ini tidak dia duga. 'Irona Lim' Gadis cantik dari keluarga kaya yang sebelumnya tinggal di luar negeri, kini haru...