SETELAH menceritakan kisah tentang bagaimana mereka menemukan Sarah—nama yang mereka berikan pada saudari kembarku—Pak Sutarno dan Bu Larmini diantar appa untuk keluar dari ruanganku.
Ketiganya menuju ke ruangan di mana Sarah dirawat, sedangkan ruanganku kini dimasuki oleh Andy yang datang sambil tersenyum lebar sambil membawa pesanan makanan yang kuminta.
"Miss, apakah benar boleh makan dari luar? Saya takut dimarahi Mister."
Aku memutar bola mataku malas terhadap tindakan remeh yang dilakukan Andy itu. Dengan segera, tanganku menyambar paper bag yang dibawa Andy.
"Kamu tenang aja, kalo gak dibolehin makan McD, nanti biar aku yang nyerahin diri ke appa."
Raut wajah Andy terlihat malas mendengar kalimatku barusan, sedangkan wajahku justru sumringah senang, sangat berkebalikan darinya.
"Miss, Saya jadi penasaran. Apakah saudari Anda juga cantik seperti Anda?"
Aku yang sedang meneguk minuman favoritku berwarna merah itu langsung tersedak. Andy menenangkanku dan berupaya menghentikan bencana kecil itu.
"Sejak kapan kau bisa memujiku begini, Andy?" tanyaku heran.
Namun, aku benar-benar tak dapat menahan senyumanku di hadapannya.
"Saya tidak sedang memuji Anda, hanya berusaha bersikap relatif dan objektif."
Wajahku kembali kesal ketika kalimat itu berhasil meluncur mulus dari mulut Andy. Memang, seharusnya sejak awal aku tak perlu berharap apa pun pada pemuda itu.
"Dia juga cantik, sangat mirip denganku."
Andy mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti dengan ucapanku.
"Tapi sepertinya watak kalian akan berbeda." Ujarnya membuatku yang sedang berusaha membuka box makanan langsung melirik sinis padanya.
"Apa maksud ucapanmu itu, Andy?"
Andy menyunggingkan senyuman lebarnya. "Tidak apa-apa, Miss."
Aku kembali melanjutkan kegiatanku.
"Tapi, kata Toni, sikap Anda agak berubah sejak berada di Indonesia. Katanya, Anda jadi lebih kalem dan pengertian. Saya pikir, apa mungkin Miss Irona jadi begitu? Saya meragukannya."
Aku mendesis mendengar kalimat terakhir Andy.
"Sejak kapan kalian suka bergosip!"
Andy menundukkan pandangannya sambil berakting meminta ampun padaku. Sementara itu, aku memakan dengan bringas sebongkah burger yang sangat kusukai itu.
"Jangan lagi-lagi bergosip! Kalau tidak, akan kukatakan pada appa kebiasaan buruk kalian ini sehingga appa bisa memecat kalian."
Bukannya meminta ampun, Andy justru menampakkan mimik wajah meremehkan.
"Barusan ngapain kau?"
Andy tersenyum. "Tidak ada, Miss."
Aku menghela napas lalu menghembuskannya secara kasar. Wah, bisa-bisanya aku dapat sopir pribadi seperti Andy yang kurangajar begini.
Apakah aku harus menggantinya?
Namun, jika aku berani meminta begitu pada appa, sudah dapat dipastikan beliau tidak akan mengabulkannya. Oleh karena itulah, Andy bisa menampakkan wajah meremehkan seperti tadi.
Ia tahu, jika saja aku melapor dan merengek pada appa soal pemecatan pegawai-pegawainya itu, appa hanya akan berkata:
"Kau sendiri yang meminta pegawai dengan usia yang tak jauh beda denganmu, Irona. Lantas mengapa sekarang kau berubah pikiran? Belajarlah dewasa, putriku. Kau harus terima konsekuensi dari apa yang kau putuskan sebelumnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
IRONA
Fiction généralePenyesalan Irona karena ketidaktahuannya tentang dunianya yang nyata membuat dia harus terseret menjadi bayangan saudarinya yang selama ini tidak dia duga. 'Irona Lim' Gadis cantik dari keluarga kaya yang sebelumnya tinggal di luar negeri, kini haru...