SETIBA rombongan mobil keluargaku di bandara, aku belum berani bertanya atau mengajak appa maupun eomma-ku berbicara.
Sejak turun dari mobil, air muka appa tidak berubah dari saat kami masih berada di rumah. Terlihat ketegangan dalam wajahnya meski berhasil sedikit ia samarkan.
Kekalutan dan kecemasan seolah menyelimuti auranya, membuatku takut untuk mendekat dan mengucapkan sepatah kata.
Lagipula, sejak turun pun, appa seperti tidak mempunyai waktu untuk meladeniku. Beliau tampak sangat sibuk bersama asisten pribadinya dalam mengurus keberangkatan kami.
Sementara itu, eomma-ku juga sama.
Ekspresinya masih serupa dengan ekspresi sedihnya ketika menuruni tangga rumah kami. Tatapan matanya kosong, meski sesekali ia memaksakan senyuman saat diajak bicara oleh asisten rumah tangga kami yang selalu ada di sampingnya.
Ah, tentang itu.
Hal itu juga baru terjadi sekarang. Asisten rumah tangga yang menempel pada eomma-ku sejak tadi hingga sekarang adalah hal yang tak pernah kulihat sebelumnya.
Hal ini baru kutemui saat ini, saat di mana aku dan keluargaku beserta para pekerja kami berangkat ke Indonesia.
Tapi, tentu bukan itu alasan spesifiknya. Sepertinya, kesedihan yang dialami eomma-ku membuat appa menyuruh asisten rumah tangga kami untuk menjaga eomma. Lantaran, aku pun belum pernah melihat eomma sesedih itu hingga terlihat begitu lemah.
Karena hal itu, aku memilih untuk tetap diam dan mengikuti pergerakan appa yang sibuk memimpin kami dari sejak rombongan kami masuk bandara hingga kami sudah berada di dalam pesawat.
"Miss?"
Aku menoleh setelah baru saja terduduk di kursi penumpang sesuai nomor tiketku.
"Ya, Andy?"
Andy menyodorkan sebuah buku novel yang sedikit menarik perhatianku sembari menyunggingkan senyuman. Kuambil alih buku itu dari tangannya lalu kuanggukkan kepala sebagai tanda terima kasih dan tanda untuk menyuruhnya berlalu.
'Planet in Love'
Itulah frasa yang terpampang jelas berada di sampul buku tersebut.
Judul itu ditemani dengan gambar bumi beserta dua planet lain di sampingnya dengan latar sampul berwarna abu.
Tanpa sadar, aku menarik kedua sudut bibirku. Rasanya, Andy memang selalu tahu apa yang kubutuhkan meski aku tidak meminta secara langsung padanya.
Ah, tapi.. Dari mana Andy mendapatkan buku ini? Apakah dia membelinya di bandara?
Sudahlah. Tak penting Andy membawanya dari mana. Hal yang harus menjadi fokusku sekarang adalah menyamarkan perasaan penat dengan membaca buku ber-genre fantasi-romansa yang merupakan genre favoritku.
Selang berapa lama sampai pada waktu di mana aku membaca bagian ke-11 dari novel tersebut, pramugari pesawat menyatakan bahwa kami sudah tiba di Indonesia dan akan segera melakukan landing.
Karena aba-aba itu, aku meletakkan buku novel yang sejak tadi ada di tanganku setelah menandai batasnya dengan pembatas bawaan dari buku tersebut, lalu mengenakan peralatan pengaman dan melakukan posisi untuk bersiap landing.
Saat sedang memosisikan diri seperti itu, tatapanku beralih ke luar jendela, melihat bagaimana udara Indonesia terlihat sejuk dan nyamah di mataku. Aku menikmati pemandangan itu dalam beberapa saat.
Singkat cerita, pesawat yang kami tumpangi berhasil landing di landasan Bandara Yos Sudarso. Aku beserta rombonganku segera ke luar dari pesawat dan menuju ke dalam bangunan.

KAMU SEDANG MEMBACA
IRONA
Ficción GeneralPenyesalan Irona karena ketidaktahuannya tentang dunianya yang nyata membuat dia harus terseret menjadi bayangan saudarinya yang selama ini tidak dia duga. 'Irona Lim' Gadis cantik dari keluarga kaya yang sebelumnya tinggal di luar negeri, kini haru...