Summary : Kaizo mengamati sosok yang tampak begitu kecil dan rapuh itu, seperti bayang-bayang yang hampir melebur ditelan kegelapan. "Mulai hari ini ... namamu adalah Fang."/bro!KaiFang. #HBDOurPrivateShadow
.
.
.
Kaizo merapatkan syal yang melilit di lehernya. Kabut putih menguar dari celah bibir pucatnya yang sedikit terbuka sementara ia menapak jalanan kota yang tertimbun salju abu-abu. Tak ada sosok lain yang tampak di antara puing bangunan yang telah nyaris sepenuhnya lapuk termakan cuaca. Hanya suara tapak boots Kaizo yang menyentuh aspal yang mengisi kesunyian tak wajar yang melingkupi kota.
Kaizo menengadah sedikit untuk menatap butiran putih salju yang jatuh dalam gerakan lambat. Langit ungu yang membentang di atas kepalanya tersaput lapisan kabut semerah darah yang semakin lama semakin terlihat pekat dan menutupi satu-satunya sumber cahaya yang mereka miliki. Planet ini benar-benar sudah sekarat.
Gerakan kecil yang melintas di sudut matanya membuat Kaizo sigap menoleh. ia memicingkan mata di antara puing-puing dengan tatapan waspada. Meski kedua tangannya penuh memegang dua plastik bungkusan berisi obat titipan sang ibu, Kaizo bersiap menghunuskan pedang yang disimpan di balik ikat pinggangnya kapan saja.
Seekor kucing hitam mengintip dari balik tumpukan kayu lapuk, menatap Kaizo dengan sepasang manik merah yang menyorot tajam.
Kaizo sedikit menurunkan kewaspadaannya dan balas memandang kucing itu dengan sebelah alis terangkat. Ia hampir tak pernah melihat satupun hewan yang masih bertahan hidup setelah kekacauan yang menghancurkan sebagian besar planet ini dan para penghuninya. Meski kucing satu ini juga tak terlihat dalam kondisi baik, dan sepertinya nyaris sekarat.
Hati-hati, Kaizo melangkah mendekat. Ia mengulurkan tangan perlahan dan sang kucing menggeram rendah. Sebelum Kaizo sempat mencapai kucing itu, sebuah gerakan lain tertangkap matanya.
Kaizo dengan sigap menarik keluar pedang, saat tubuhnya mendadak saja terhempas oleh tubrukan keras dari belakang. Ia berguling dan secepat kilat menghunuskan pedang. Gerakannya terhenti mendapati sosok penyerangnya ternyata seorang anak kecil. Umurnya mungkin tak lebih dari 6 atau 7 tahun, dengan sepasang netra violet bundar dan rambut senada yang mencuat di beberapa sisi.
Anak itu menggeram pada ujung pedang Kaizo yang diarahkan tepat ke lehernya. Ia merangkak mundur dengan hati-hati tanpa melepaskan pandangannya dari pedang Kaizo. Tatapannya lalu beralih pada bungkusan plastik milik Kaizo yang isinya kini berceceran setelah ia jatuh terhempas tadi.
"Itu bukan makanan," kata Kaizo, yang bisa menebak isi pikiran anak itu dari tatapan yang tersorot di iris violetnya.
Anak laki-laki itu beralih kembali memandang Kaizo yang tengah menarik diri bangkit seraya menyimpan kembali pedangnya. Ia lagi-lagi mengeluarkan suara geraman rendah saat Kaizo berjalan mendekat.
"Kau lapar?" tanya Kaizo. Ia berhenti beberapa langkah di depan bocah itu untuk berjaga-jaga jika ada serangan lagi. "Aku punya banyak makanan di tempatku, jika kau mau ikut."
Kaizo tak yakin apa anak itu mengerti apa yang diucapkannya karena tak ada reaksi apapun yang tampak dari wajah lusuhnya. Ia mencoba mengulurkan tangan, tapi sosok mungil itu langsung menyeret diri menjauh darinya dengan tatapan tajam.
"Aku punya makanan," Kaizo mengulangi, sedikit lebih keras dan lambat, berharap anak itu bisa mengerti ucapannya. Ia bahkan membuat gerakan isyarat dengan tangannya agar lebih mudah dipahami. "Makanan, untuk dimakan. Kau mau?"
Tampaknya usaha Kaizo berhasil. Netra violet itu tak lagi menatapnya tajam dan justru sedikit melebar ingin tahu. Kaizo melangkah sedikit lebih dekat dan berjongkok untuk menyejajarkan diri dengan anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
from sprinkler splashes, to fireplace ashes
FanfictionKumpulan fanfiksi sekali tamat, yang berpusat pada hubungan rumit Kapten Kaizo dan Fang (non-romance). Setiap judul tidak saling berkaitan, hanya mengambil tema dan setting yang serupa.