fade out

906 60 1
                                    

Summary : "Ternyata kita senasib, ya? Kita sama-sama kehilangan orangtua di tangan para pemburu sfera kuasa ..." /#BBBMonthlyChallenge #SeptemBro/friendship Kaizo-Ramenman, slight bro!KaiFang/headcanon.

.

.

.

"Baiklah. Untuk sementara, kalian berdua bisa istirahat di sini dulu."

Kaizo melangkah masuk ke kamar yang ditunjuk Laksamana Maskmana. Fang tertidur pulas di gendongannya setelah tadi sempat terbangun dan merengek minta es krim. Kaizo menelaah seisi ruangan. Ada satu tempat tidur bertingkat di satu sisi dinding dan lemari kecil untuk menyimpan barang diletakkan tepat di sebelahnya. Jendela persegi di sisi lain dinding memperlihatkan langit berbintang di luar. Tepat di seberangnya ada pintu kecil menuju toilet dan kamar mandi.

"Terima kasih, laksamana." Kaizo membungkuk, sedikit sulit dengan beban Fang di pundaknya.

"Sama-sama," balas sang laksamana. Wajahnya sepenuhnya tertutup topeng, jadi Kaizo tak bisa melihat ekspresinya. Naun ia yakin pria itu tengah menatapnya lekat. "Jaga baik-baik adikmu. Aku harus pergi ke ruang kendali dulu untuk mengurus beberapa hal."

"Tu-tunggu." Kaizo bergegas mencegat sebelum Maskmana sempat beranjak. "Apa anda sudah menerima kabar dari ayah dan ibu? Mereka baik-baik saja, 'kan?"

Kaizo sudah menanyakan hal yang sama —bukan hanya sekali, tapi tiga kali— dalam perjalan mereka di kapal angkasa menuju Markas Tempur-A, tapi ia sama sekali belum mendapat jawaban memuaskan.

Kaizo menunggu dengan harap-harap cemas, tapi Maskmana hanya diam. Ia lalu menepuk pelan pundak Kaizo dan berujar,

"Aku akan memberitahumu jik.a sudah ada kabar dari mereka."

Kaizo menunduk kecewa. Ia mengangguk muram dan menggumamkan terima kasih singkat, kemudian membiarkan sang laksamana berlalu pergi. Kaizo menatap punggung yang berjalan menjauh itu dengan pikiran berkecamuk. Ia ingin mengejar, menuntut jawaban pasti tentang nasib kedua orangtuanya. Karena bagaimana ia bisa beristirahat jika sama sekali belum ada kabar tentang mereka? Bagaimana kaizo bisa merasa tenang sementara ia belum mendapat kepastian apa ayah dan ibunya masih hidup ... atau sudah mati.

"Abang?" Fang bergerak dalam tidurnya. Ia mengangkat kepala dan mengucek mata dengan mengantuk. "Kita sudah sampai?"

"Ya," balas Kaizo. Ia membawa Fang masuk dan membaringkannya di kasur. "Fang tidur di sini saja, ya?"

"Pang nggak mau bobo'. Pang mau es krim," kata Fang seraya menguap lebar.

"Abang tidak tahu apa di sini ada yang menjual es krim," ujar Kaizo lelah, meski ia tetap memaksakan senyum untuk Fang. "Nanti kita cari tahu, oke?"

"Kenapa nggak sekarang aja?"

"Sekarang kita belum boleh ke mana-mana. Kita harus tetap di sini sampai diperbolehkan keluar. Jadi Fang harus bersabar dulu untuk es krimnya. Bisa, 'kan?"

"Oke ..." Fang mengangguk kecil. Ia kembali menguap dan menggelungkan tubuhnya mendekat pada Kaizo. "Di mana ibu? Apa ibu ikut ke sini?" Fang bergumam dengan mata setengah terpejam..

Kaizo tidak menjawab. Ia hanya mengusap kepala Fang yang tertutup rambut ungu acak-acakan sama seperti miliknya. Fang menggumamkan hal-hal samar tentang ingin mendengar nyanyian tidur dari ibu, atau mendengarkan dongengnya. Namun Fang akhirnya kembali tertidur pulas, ditandai dengan dengkuran halus yang keluar dari sela bibirnya.

Hati-hati, Kaizo membaringkan Fang dalam posisi nyaman di kasur. Ia menyelimuti sang adik dan memastikan bantal yang ditidurinya cukup nyaman dan tidak membuat leher sakit. Kaizo lalu beranjak dari ranjang dan melangkah menghampiri jendela. Iris delimanya menatap angkasa tak berujung di luar sana.

from sprinkler splashes, to fireplace ashesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang