Adrian mendesah kasar. Dering ponsel pria itu terus berbunyi dalam lima menit terakhir yang membuat fokus Adrian pada pekerjaan kantor harus terganggu.
Adriana is calling...
Harusnya Adrian kembali acuh pada ponselnya untuk segera menyelesaikan pekerjaan pria itu sebelum pulang dan beristirahat. Namun, yang dilakukan Adrian adalah sebaliknya. Mengangkat panggilan yang terus-menerus berbunyi itu.
"Dri, ke sini dong. Ini Adriana udah mabuk berat." Begitulah kalimat pertama setelah Adrian mengangkat panggilan dari Adriana.
"Bareng siapa?"
"Sendirian. Ini dari tadi nyebut nama lo." Adrian mendesah. Setelah mematikan panggilan dari Dion—pemilik club, Adrian lalu beranjak dari kursi kebesarannya. Meninggalkan pekerjaan yang sudah ditargetkan pria itu harus selesai malam ini.
"Kenapa sih?" Dion menggeleng begitu Adrian sampai di club dan mendapati Adriana yang mengigau tidak jelas di depannya.
"Kayaknya habis putus deh. Soalnya tadi maki-maki gitu nyebut nama siapa tuh—"
"Rizki?" Potong Adrian.
"Nah itu. Gak lama nyebut-nyebut lo." Adrian memijit pangkal hidungnya. Kembali menatap Dion.
"Makasih ya. Gue balik dulu." Dion mengangguk acuh. Menatap Adrian yang mulai menggendong Adriana keluar dari club.
***
"Na?" Adrian mendesah. Membangunkan Adriana yang sedang mabuk adalah kegiatan terakhir yang ingin Adrian lakukan. Setelah membawa wanita itu pulang ke apartemen Adrian, niat awal Adrian ingin kembali ke kantor. Menyelesaikan pekerjaan. Namun urung karena melihat Adriana yang terus meracau.
"Bangun dulu, Na. Ganti baju." Adrian menyandarkan Adriana di kepala ranjang.
Masih dengan mata terpejamnya, Adriana memanggil pria itu. "Dri?"
"Hmm." Gumam Adrian dengan kedua tangan sibuk melepaskan kemeja Adriana.
"Lo... Brengsek." Salah satu tangan Adriana terangkat, menunjuk tepat di depan wajah Adrian.
"Iya." Kali ini Adrian berusaha melepaskan rok span yang dipakai Adriana. Begitu terlepas, Adrian beranjak menuju lemari, mengambil sepasang baju tidur milik Adriana dari sana.
"Dri..." Mata Adriana perlahan terbuka. Menatap Adrian yang sibuk memakaikan baju tidur untuk wanita itu.
"Kenapa?"
"Give me a kiss." Begitu selesai memasang kancing terakhir baju Adriana, permintaan aneh wanita itu terdengar.
"Stupid!" Ucap Adrian sebelum menyentil kening Adriana pelan.
"Please. A kiss." Pintanya dengan nada memohon. Adrian mendesah sebelum memberikan satu ciuman pada kening wanita itu.
"Tidur."
"Kiss, not forehead kiss." Koreksi Adriana. Tidak terima karena Adrian tidak memberikan ciuman yang dipinta wanita itu.
"Tidur, bukan kas-kis-kus." Titah Adrian. Melepaskan jas kantornya lalu ikut bergabung dengan Adriana di kasur.
Adriana berbaring miring menghadap Adrian, melingkarkan lengannya di pinggang pria itu.
"Dri... Gue sayang lo."
"Hm."
***
"Semalam, kenapa?" Adrian bertanya begitu Adriana duduk di meja pantry menunggu pria itu membuatkan sarapan.
"Emang kenapa?" Tanya wanita itu sambil mengoleskan selai pada roti.
"Gak mau cerita?" Desahan Adriana terdengar. Begitu Adrian selesai dengan sarapan dan duduk di sebelahnya, Adriana langsung melompat duduk di pangkuan pria itu.
"We broke up." Adrian tau, kita yang Adriana maksud tertuju pada siapa. Perlahan, salah satu tangan Adrian mengelus punggung Adriana dengan lembut.
"The reason?" 3 tahun bukan waktu singkat untuk Adriana menjalin hubungan bersama Rizki. Dan Adrian tau, walaupun memiliki masalah, keduanya tidak akan pernah membuatnya berkepanjangan.
"Dia selingkuh."
"How do you feel?" Adrian membingkai wajah Adriana dengan kedua tangannya. Menatap dalam pada bola mata coklat hazel milik Adriana.
"Gue... Lapar." Adriana terkekeh. Membuat Adrian mendudukkan kembali wanita itu pada kursi di sebelahnya.
"Na."
"Hm?" Adriana menatap Adrian yang memang sejak awal belum mengalihkan pandangannya dari wanita itu.
"Later, someone will love you more than Rizki. Trust me."
"I wish."