Adrian mengerutkan kening begitu memasuki rumah dan mendapati ruang tamu begitu sepi. Padahal setiap pria itu pulang selepas menyelesaikan pekerjaannya, rumah selalu ramai. Selalu ada saja yang terjadi di dalam rumah.
Kakinya kembali melangkah, menuju lantai dua di mana kamar utama berada. Begitu memasuki kamar, Adrian di suguhkan dengan pemandangan yang tidak biasa. Nampak Adriana sedang melamun di depan foto yang berada di atas nakas.
Dengan pelan, Adrian mendekat. Berharap agar wanita itu tidak kaget dengan kehadirannya. Begitu sampai, Adrian lalu melingkarkan lengannya pada pinggang Adriana.
Terkejut, namun Adriana kembali bersikap biasa saja begitu mengetahui kalau Adrian sudah kembali ke rumah. Wanita itu tersenyum, lalu berbalik menatap Adrian.
"Sudah pulang?" Kepala Adrian mengangguk. Jemarinya bergerak mengelus pipi Adriana yang begitu berisi.
"Sedang apa?" Adriana menggeleng. Memberikan kecupan pada rahang indah milik Adrian.
"Ada sesuatu?" Adrian tidak akan diam sebelum Adriana memberitahu pada pria itu apa yang sedang terjadi dengannya.
"Gak ada. Sana, mandi!" Kepala Adrian menggeleng. Dengan pelan pria itu menarik Adriana untuk duduk di tepian kasur.
"Ada yang menganggu?" Kekehan Adriana membuat Adrian semakin penasaran dengannya. Adrian bisa pastikan kalau wanita itu memang sedang memikirkan sesuatu.
"Apa, dia berulah?" Adriana menggeleng. Tentu saja tau siapa dia yang dimaksud oleh Adrian.
"Hari ini gak rewel. Gak tau kalau nanti." Ucap Adriana sembari mengelus perutnya yang buncit. Wanita itu sedang mengandung, dengan usia kehamilan memasuki bulan ke enam.
"Lalu?" Pancing Adrian. Pria itu masih tidak tenang dengan Adriana yang tidak membiarkan dirinya tau apa yang sebenarnya terjadi sebelum dirinya kembali ke rumah.
"Na?" Adrian gemas sendiri. Bahkan wanita itu hanya tertawa melihat wajah frustasi Adrian.
"Okay!" Seru Adrian sebelum menghadiahi Adriana dengan ciuman-ciuman pada seluruh wajah wanita itu.
"Daddy?" Panggilan itu membuat keduanya menghentikan apa yang mereka lakukan. Adrian lalu menatap seorang anak yang berusia 4 tahun yang berjalan ke arahnya.
"Kapan Daddy pulang?"
"Baru saja. Do you miss me?" Anak kecil tersebut mengangguk. Meminta Adrian untuk segera memangku dirinya.
"Hari ini Al gak nakal kan?" Alkana Adrana Candra, putra pertama dari Adrian dan Adriana itu menggeleng. Tangan mungilnya lalu terulur untuk mengelus perut buncit Adriana.
"Dedeknya tidur ya, Mom?" Adriana mengangguk. Mengelus kepala Alkana dengan sayang.
"Jadi? Kamu gak mau cerita?" Semenjak menikah, Adrian dan Adriana memutuskan untuk mengubah panggilan mereka yang sebelumnya lo-gue menjadi aku-kamu. Sulit memang karena sudah terbiasa, namun setelah mencoba, ternyata tidak terlalu buruk.
"Mommy mau baca cerita? Tapi Al belum mau tidur siang." Celetukan polos dari Alkana membuat Adrian dan Adriana hanya tertawa.
"Bukan baca buku cerita, boy." Kepala Alkana mengangguk meski belum sepenuhnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku, tiba-tiba keingat dulu. Sebelum kita jadi sekarang."
"Flashback, hm?" Adriana hanya tersenyum. Entah kenapa waktu dirinya ingin mengambil ponselnya yang berada di atas nakas, tiba-tiba saja wanita itu berhenti. Menatap foto pernikahan dirinya dan Adrian yang juga ada di sana. Lalu kenangan masa lalu kembali menyeruak dalam kepalanya. Membuat Adriana kembali memutar peristiwa dan kejadian yang terjadi saat itu.
"Mommy ingat apa?"
"Ingat Daddy." Adrian yang menjawab. Pria itu membenarkan letak duduk Alkana pada pangkuannya sebelum mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan kembali terlontar dari putranya itu.
"Kenapa dengan Daddy? Apa Daddy nakal? Apa Daddy membuat Mommy sedih?" Alkana menatap Mommy nya dengan serius. Membuat Adrian menaikan salah satu alisnya.
"Apa benar Daddy membuat Mommy sedih? Kalau iya, Al tidak suka. Padahal Daddy pernah bilang, kalau laki-laki sejati tidak akan membuat seorang wanita menangis."
"Ya dan tidak. Daddy memang membuat Mommy menangis waktu itu, tapi Daddy tidak nakal. Daddy itu.... orang yang baik. Apapun yang Mommy mau, pasti selalu dituruti."
"Kenapa Mommy menangis? Apa Daddy.... Daddy memukul Mommy?" Pertanyaan itu membuat Adrian dan Adriana sempat terkejut.
"No, Boy! Daddy tidak pernah berbuat kekerasan pada wanita, apalagi pada Mommy." Adrian buru-buru menyela sebelum Adriana yang menjawab. Demi Tuhan! Dirinya tidak ingin Alkana membencinya karena salah paham.
"Lalu?" Adriana tersenyum, kembali mengelus puncak kepala Alkana.
"Daddy hanya pergi. Dia meninggalkan Mommy dalam waktu yang cukup lama. Dan Mommy bersedih karena itu."
"Kenapa Daddy meniggalkan Mommy? Apa Mommy nakal?"
"Ya, Mommy sangat nakal. Dan juga karena itu harus dilakukan. Waktu itu Mommy dan Daddy bermusuhan dan tidak bisa berbaikan." Kali ini Adrian yang kembali menjawab. Membuat Alkana kembali menatapnya.
"Itu tidak baik, Dad." Protes Alkana. Adriana pernah berpesan padanya, jika kita berkelahi dengan teman, tidak boleh bermusuhan dengan waktu yang cukup lama. Salah atau benarnya kita, kita harus tetap meminta maaf.
"Yah. Karena itu, setelah tau apa yang Daddy lakukan salah, Daddy kembali menemui Mommy, meminta maaf."
"Dan akhirnya kalian bersama lagi?" Adrian tidak menjawab dengan kata-kata, pria itu malah menggendong Alkana untuk ikut bersama dirinya.
"Mau mandi siang bersama? Daddy tau, tadi Al pasti main kotor di halaman belakang." Alkana hanya terkekeh lalu memeluk erat leher Adrian.
Adriana hanya tersenyum melihat kedekatan keduanya. Tangannya kembali mengelus perutnya yang buncit. Dan apa yang dilakukan wanita itu tidak luput dari perhatian Adrian. Pria itu mendekat, mengelus perut Adriana sebelum memberikan ciuman pada kening istrinya itu.
"Terima kasih, Na. Terima kasih karena sudah memberikan kesempatan kedua untuk aku. Aku mencintaimu. Selalu dan selamanya." Ucap Adrian dengan tulus.
Adriana hanya mengangguk, tersenyum lalu balas memeluk Adrian dengan erat.
"I love you."
»»————>𝔼ℕ𝔻<————««