Adrian menatapnya. Seorang wanita yang berdiri dengan jarak 3 meter dari tempatnya berada. Tatapan pria itu berbeda. Bukan tatapan bergairah karena melihat dress yang dipakai oleh wanita tersebut.
Melainkan tatapan yang sudah lama disembunyikan pria itu dari wanita itu. Yang berusaha Adrian pendam sedalam mungkin agar tidak membuat apa yang selama ini sudah terjaga sejak lama, berubah hanya karena apa yang Adrian sembunyikan selama ini.
"Dri?" Adrian tersentak begitu merasakan lengannya dipeluk oleh seseorang.
"Hm?" Senyum Adrian langsung terbit begitu tau siapa yang memeluk lengannya.
"Lo sibuk gak sih? Gak apa kok kalau lo mau balik ke kantor. Nanti gue pulangnya bisa dianter sama Laura." Dahi Adrian mengernyit. Pria itu bahkan tidak mengatakan apapun.
"Kerjaan gue udah selesai dari siang tadi. Kenapa sih?" Adriana tersenyum kemudian menggeleng.
"Soalnya tadi lo kayak banyak pikiran." Hanya karena Adrian terus menatap wanita itu dalam diam, membuat Adriana berpikir kalau Adrian sedang memikirkan pekerjaan.
"Lo cantik." Puji Adrian dengan membenarkan anak rambut Adriana yang mulai keluar dari tatanannya.
"Hah?" Dahi Adriana mengerut, bingung dengan ucapan Adrian. Adrian jarang sekali memuji dirinya. Dan mendengar pujian itu membuat Adriana merasa aneh.
"Udah, sana. Laura lagi cari lo." Adrian mendorong bahu Adriana untuk menjauh dari pria itu. Membuat Adriana patuh saja.
"Gak jelas." Gerutu Adriana sebelum menghampiri Laura yang bersama Mama wanita itu.
***
"Makan malam?" Adriana kembali bertanya, menatap wajah Adrian yang berada di hadapannya.
"Hm."
"Apa aja, yang penting lo yang masak." Kekehan Adriana terdengar begitu Adrian menunduk, menatap kesal pada wanita itu.
"Kan spesial, sekali-kali lo yang masak dong." Tambah Adriana. Tangannya bergerak mengelus dagu Adrian.
"Kapan gue gak masak sih?" Adrian bergumam pelan. Kenyataannya pria itulah yang selalu memasak. Tidak pernah membuat Adriana yang harus turun tangan dalam masalah dapur.
"Iya juga sih." Keduanya lalu tertawa. Adrian tidak berhenti mengelus puncak kepala Adriana karena posisi kepalanya berada di paha pria itu.
Adrian menyukai tiap kali mereka melakukan quality time seperti saat ini. Karena Adrian akan dengan puas menatap Adriana, mendengarkan cerita wanita itu.
"Lo ganteng, Dri." Kepala Adrian mengangguk. Lalu Adrian menunduk, mencium kening Adriana sebelum membantu wanita itu untuk duduk.
"Gue mau masak." Tanpa menunggu tanggapan Adriana, pria itu berlalu menuju dapur.
Tidak ada perayaan spesial untuk anniversary hubungan yang berusia satu tahun mereka. Karena keduanya sepakat hanya akan mengadakan makan malam yang mana dilakukan di apartemen Adrian dan pria itu sendiri yang memasak.
Mereka berdua hanya ingin waktu, mengobrol santai, menceritakan tentang keseharian mereka selama seharian penuh. Sederhana, namun bermakna.
"Gue masak, Na." Tegur Adrian begitu merasakan Adriana memeluknya dari belakang. Bahkan tangan wanita itu sudah masuk dalam kaos miliknya.
"Hm." Adrian tidak akan protes lebih lanjut jika apa yang dilakukan wanita itu masih belum terlalu jauh. Jadi, Adrian membiarkan saja Adriana memeluknya dengan nilai plus elusan pada area perut pria itu.
"Gue belum pernah coba disini." Ucapan Adriana yang tiba-tiba membuat Adrian tersedak makanannya. Adrian jelas tau kalimat Adriana merujuk pada hal apa. Melihat bagaimana tatapan mata dari wanita itu.
"Makan, Na." Adriana hanya tersenyum simpul. Kembali melanjutkan makan malamnya sampai habis tak tersisa.
"Wanna try it?" Tawar Adriana begitu melihat Adrian yang juga sudah selesai makan.
"Fuck!" Maki Adrian sebelum menyatukan bibirnya dan milik Adriana. Pria itu berusaha menahannya, namun godaan dari Adriana begitu kuat hingga membuat Adrian nyaris melakukan dengan keras.
***
"Menikah?" Adriana menatap Adrian dengan bingung juga perasaan campur aduk. Dagup jantung wanita itu menggila. Membayangkan apa yang seharusnya tidak terbayang sebelumnya.
"Maksud lo apa?" Adriana yang semula berbaring telentang sehabis aktivitas ranjang mereka, duduk tegap dengan menutupi tubuh polosnya dengan selimut.
"Menikah."
"Lo ngajak gue nikah?" Adriana bertanya. Nyatanya bukan pertanyaan melainkan pernyataan yang memperjelas ucapan Adrian sebelumnya.
Anggukan kepala dari Adrian membuat Adriana menggeleng. Mengusir semua kemungkinan yang ada di kepala wanita itu yang selama ini berusaha tidak dipedulikannya.
"Lo gila?!" Teriak Adriana. Wanita itu mengusap kasar wajahnya, menatap Adrian dengan marah.
"Ya, gue gila karena lo." Adrian berusaha jujur. Pria itu tidak ingin memendam lebih lama perasaannya. Sudah cukup selama ini dirinya menyembunyikan perasaannya pada Adriana.
"Dri... Lo—"
"Gue tau ini diluar kendali gue. Tapi, gue gak bisa terus-terusan jadi pengecut yang cuma bisa bersembunyi di balik kata 'sahabat'. Gue udah capek, Na."
"Kenapa?"
"Kenapa? Lo pikir, kalau dari awal gue cerita ke lo, hubungan kita bakal sejauh sekarang? Bakal tetap kayak dulu? Gak! Makanya gue punya ide gila buat tawarin lo hubungan ini."
"Gue selalu berusaha buat gak berharap jauh untuk ini. Tapi nyatanya gak bisa, gue butuh lo, Na. Lo mau kan nikah sama gue?" Tanpa pikir panjang, Adriana menolak. Menatap Adriana dengan amarah juga kebencian.
"Lo gila!" Adriana kembali berteriak sebelum memungut pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi.