Chapter 7
— Bunga Edelweiss —
***
"Eh aing balik ye." Ujar bumi sambil berdiri menyandang tas nya yang ringan karena hanya diisi satu buku tulis saja.
"Buru-buru amat lu Ksa, mau kemana sih?" Sahut Rafael.
"Biasa, yang punya cewe mah gitu, lu mana paham." Ledek Rey.
"Yeuu belegug sia." Kesal Rafael dengan mencebik seraya menekuk alisnya.
Bumi hanya tertawa melihat kedua temannya yang beradu mulut, setelahnya memilih pergi tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
***
Bumi berjalan ke kelas sebelah yang hanya berjarak sekitar 10 langkah dengan kaki panjangnya. Namun belum sampai ke pintu kelas Rinjani, gadis itu terlihat keluar dengan wajah memerah seperti menahan emosi.
Bumi tentunya terheran melihat keadaan Rinjani yang biasanya sudah menunggu di depan pintu kelas Bumi dan selalu menyambutnya dengan senyuman manis. Namun kali ini, ia tidak menemukan Rinjani berdiri di tempat biasanya. Bumi pun tentunya hanya berpikir positif bahwa mungkin gadis itu memiliki beberapa tugas yang belum terselesaikan.
Langkah kecil Rinjani mulai mendekat.
"Kenapa ini teh si geulis?" Tanya Bumi dengan senyum yang terpatri di wajahnya.
Anehnya, Rinjani yang biasa dipanggil geulis dan selalu tersenyum manis, kini malah menunjukkan balasan berbeda berbeda. Kali ini gadis itu hanya diam dan tetap bertahan dengan ekspresi yang sama.
Bumi menautkan alisnya bingung, apa yang sebenarnya terjadi?
Seolah semesta mendengar kata hatinya, kedatangan seseorang dari arah belakang Rinjani sudah menjawab rentetan pertanyaan di kepala Bumi.
Dia, Jhoan.
Rinjani mengikuti arah pandangan Bumi, dan air muka nya malah makin menunjukkan rasa marah yang teramat. Walaupun tidak bisa menyimpulkan dengan jelas, tapi Bumi setidaknya tahu penyebab wajah penuh amarah terpatri di wajah cantik itu.
"Ngapain lo?" Singkat, padat, jelas dan tegas disertai rahang yang mengeras dipenuhi emosi.
"Menurut lo?" Dibalas pertanyaan kembali.
"Lo apain cewe gua?"
"Flashback aja sih sama kenangan indah kami yang ngga akan pernah lo rasain." Balas Jhoan dengan senyuman miring yang membuat Bumi geram.
"Bangsat."
Tangan laki-laki itu mengepal, hendak memberikan bogem mentah ke lawan bicaranya. Rinjani yang tentunya panik dengan keadaan ini mencoba menghalangi Bumi yang terkuasai emosi. Tapi perkelahian itu tidak dapat terelakkan.
Untungnya Rinjani melihat beberapa anak laki-laki dari arah belakang yang sepertinya akan keluar sekolah. Rinjani langsung saja memanggil mereka yang sedikit kaget dan semakin kaget lagi setelah melihat pelaku perkelahian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Rinjani [on going]
Fiksi PenggemarLee Haechan • Kim Yerim Rinjani tak pernah menyangka kalau kue ulang tahun berbentuk bulat itu mengantarkannya bertemu pria yang ia panggil Bumi. Latar belakang yang berbeda malah menuntun mereka menemui takdir yang sama. "Kalau bertemu kamu semudah...