PROLOG

229 37 12
                                    

Pada semasa hidupnya, nenek selalu mengisahkan soal Hurrah pada cucunya, Rhafal. Kisah negri fantastis tapi sekaligus mengerikan. Barangkali, kau membayangkan Hurrah itu bagai dunia dongeng semacam Narnia, Alice in Wonderland, dan sebagainya. Tapi tidak.

Hurrah itu sangat

jauh

lebih

kelam.

Dunia yang ditutupi kabut. Pada tempat tertentu bahkan kau tidak bisa melihat cahaya sama sekali. Kapal bajak laut terbengkalai di mana-mana di bibir pantai yang penuh bangkai. Alkonost-makhluk pemburu apapun yang bukan sebangsanya, berkeliaran di tengah peradaban tandus. Enterma, Para Pemburu dan monster-monster di kegelapan siap menerima dagingmu kapan saja.

Setiap harinya, nyaris tak ada cahaya matahari yang masuk. Karena, di atas sana, di balik gerumulan awan gelap yang tidak ada berhentinya, digadang-gadang sebagai perkumpulan makhluk bersayap yang misterius. Entah itu hewan, hewan setengah manusia atau manusia yang telah menyerahkan tubuhnya kepada kaum makhluk bersayap.

Sementara, di bawah kakimu berpijak, tangan-tangan milik makhluk aneh siap menarik tungkai kakimu saat-saat kau lengah. Perhatikan jejakmu, atau kau akan jadi bangkai tanpa makam.

Namun jauh sebelum itu semua terjadi, ada sebuah peradaban dengan keadaan baik-baik saja, sampai ketika Bramacorah menjentikkan jarinya.

Hingga pada suatu waktu, Rhafal dan kedua temannya: Vader dan Anya, harus menerima kenyataan bahwa ketika mereka berkunjung ke sana melalui pintu tersembunyi di bilik nenek, mereka tidak akan pernah tahu apakah kiranya mereka masih bisa pulang,

atau terjebak sampai yang menjemput pulang adalah ajal.





(⌐■-■) yo

Rigor MortisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang