13. | "Roti isi dulu, ya?" |

10 2 0
                                    

"Kev, katanya kemaren jidat lo kena lemparan bola basket, ya? Lo nggak papa?"

Melihat Kevia datang, Dita langsung bertanya dengan hebohnya.

"Hei, santai. Gue nggak papa kok." Kevia duduk di bangkunya. "Paling benjol doang tapi ini udah mendingan."

Dita mengamati benjolan kecil yang berada di kening Kevia, lalu menghela napas lega. "Syukur deh kalo gitu. Lagian ada-ada aja ya, Kev. Bisa-bisanya kok itu bola nyasarnya pas ke jidat lo, nggak ke yang lain."

"Yah namanya juga musibah. Lagian gue juga nggak papa kok, tenang aja." Kevia mengibaskan tangan, meminta Dita agar tidak terlalu mempermasalahkan. Toh kejadian itu sudah lewat dan dirinya sangat tidak apa-apa.

"Lo sendiri gimana? Udah sembuh?"

Dita mengangguk. "Alhamdulillah. Kemaren cuma pusing sama agak mual. Tapi sekarang juga udah baikan."

"Syukur, deh. Kesepian banget gue nggak ada lo," ungkap Kevia jujur.

"Ih, samaaa. Gue juga kesepian banget di rumah, jenuh juga. Makanya ini langsung berangkat. Mama sempet ngelarang, sih, besok aja katanya. Tapi gue nggak mau, orang udah sehat gini."

Kevia manggut-manggut. "Eh omong-omong, lo tau darimana gue kena lemparan bola basket?" tanyanya penasaran karena dirinya memang belum menceritakan tentang hal itu pada Dita.

"Dikasih tau Reynal lewat chat. Dia nanya kenapa gue nggak masuk, terus dia cerita tentang itu."

"Lo sering chatting-an sama Reynal, ya?" Ada jeda tiga detik sebelum Kevia mengajukan pertanyaan itu. Tiga detik yang merupakan keterkejutannya atas ucapan Dita.

"Ya nggak sering banget. Kadang-kadang aja. Tapi tiap hari pasti chat. Kalo nggak gue yang duluan, dia yang duluan. Tapi seringnya, sih, dia yang duluan mulai. Seneng nggak, sih, chatting sama ponakan artis," cerocos Dita dengan senyum lebar.

Kevia mendadak terdiam. Mendengar bahwa Dita dan Reynal begitu akrab tidak hanya di sekolah seperti yang biasa ia lihat, entah mengapa perasaannya jadi tidak enak sendiri.

Katanya pemuda itu bilang masih mencintainya, tapi mengapa malah Dita yang terus diajak chatting-an? Oke, Reynal memang kadang mengirim chat untuknya dan tak ia balas. Tapi pemuda itu tak mengirimnya chat sesering dia mengirim chat pada Dita!

But, wait....

Kenapa ia jadi kesal sendiri begini? Terserah Reynal ingin mengirim chat pada siapa saja. Meski Reynal kemarin bilang cinta, tapi mereka, kan, tidak ada hubungan apa-apa.

Dan lagi, apa-apaan ini? Harusnya ia masih marah, bukannya malah iri karena Dita dan Reynal sering chatting-an. Astaga, apa yang terjadi dengannya?

Tidak, tidak. Ia tidak cemburu, oke? Mungkin ini hanya sedikit kesal karena mood nya sedang tidak bagus. Ya, seperti itu.

"Kev, lo ngelamun?"

Suara Dita menyadarkan Kevia dari pemikiran akan tingkah bodohnya.

"Ah, itu ... nggak. Sampe mana obrolan kita tadi? Oh, tentang lo sama Reynal. Hayo, ada hubungan apa lo sama dia?" Tatapan penuh selidik segera Kevia berikan pada sahabatnya itu. Ia sengaja segera mengalihkan topik pembicaraan agar Dita tak bertanya macam-macam.

Dita yang langsung terpengaruh, menyeringai sebagai balasan. "Apaan, sih, lo? Orang cuma chat biasa. Nggak ada hubungan apa-apa gue sama dia."

"Yang bener?"

"Demi followers gue yang nambah bejibun karena upload foto berdua sama Reynal. Gue sama dia cuma temenan biasa. Suer deh." Dita mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya di hadapan wajah Kevia.

Wrong ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang