24. | Kabar Terburuk |

11 3 0
                                    

Sena menatap Kevia yang sudah hampir setengah jam duduk melamun di balkon kamar. Sejak tadi ia menyuruh Kevia agar masuk karena hari semakin malam, tapi adiknya masih juga tak mau.

Saat ini sudah jam setengah delapan malam, dan untuk ke seratus tiga puluh dua kalinya Sena menyuruh Kevia masuk. Bukan apa-apa, angin malam yang berhembus tak baik bagi kesehatan.

"Kev, udah malem, nih. Masuk, yuk. Nanti lo masuk angin."

"Nggak mau, Kak. Gue masih mau di sini."

"Mau sampai kapan? Sampai tengah malem? Yang ada nanti lo kesambet. Amit-amit, deh."

"Nggak bakal. Kan setannya pada takut sama lo."

Sena mendengkus kesal. Niat hati ingin menakut-nakuti Kevia tapi ia malah di bully. Kurang ajar!

Kalau saja tak melihat keadaan Kevia yang begitu berantakan, mana mau ia betah menemani dan membujuk adik sepupunya itu. Lebih baik ia rebahan sambil drakoran.

Entahlah, sejak pulang sekolah tepat waktu maghrib tadi, ia yang memang sedang berada di rumah Kevia melihat adik sepupunya itu tampak uring-uringan. Dan setelah sholat isya, Kevia duduk melamun di balkon sampai sekarang.

"Kev, lo sebenernya kenapa, sih? Gue suruh masuk nggak mau. Gue tanya kenapa lo jawab nggak papa. Lo lagi ada masalah? Cerita sama gue."

Sena bertanya dengan lembut. Siapa tahu itu bisa meluluhkan hati Kevia yang mungkin hari ini punya masalah berat.

Kevia menoleh sekilas, lalu kembali menatap ke depan tanpa menjawab apa-apa.

Sena makin bingung dibuatnya. Ia lalu mulai mengingat-ingat. Tadi Kevia sampai rumah tepat saat adzan magrhib. Apa jangan-jangan....

Sena memekik panik. Ia lalu memegang kedua bahu Kevia kuat-kuat. "Kev, lo masih sadar, kan? Lo tau siapa nama lo, siapa gue, siapa bokap nyokap lo, sekolah lo, sahabat lo, pacar lo, guru lo—"

"Apaan, sih, Kak?" Sena yang tiba-tiba bertingkah aneh membuat Kevia kesal. Ia menghempaskan kedua tangan Sena. "Ya gue inget semua, lah! Dikira gue amnesia apa?"

Namun Sena masih tak percaya. Ia menatap Kevia lekat-lekat. "Coba lo sebutin nama lengkap gue."

"Penting gitu?"

"Udah sebutin aja!"

Kevia memutar bola matanya. Apa-apaan, sih, maksud kakak sepupunya ini? "Arsena Putri Ravelia," ucapnya malas.

Sena pun menghela napas penuh kelegaan. Ia tersenyum lebar. Ternyata Kevia di depannya ini memang Kevia adik sepupunya yang paling menyebalkan.

"Syukur, deh. Gue pikir lo kesambet setan di jalan tadi."

"Astaga, mentang-mentang bego itu gratis kok lo embat semua." Kevia melengos. Bisa-bisanya Sena berpikir sejauh itu.

Kakak sepupunya itu tidak tahu saja, kalau sejak tadi ia berpikir keras dengan penuh amarah akan maksud ucapan Clara di toilet mall tadi.

Setelah membuatnya begitu jengkel dengan kalimat terakhirnya yang menyinggung Valerie, Clara masuk begitu saja ke dalam toilet tanpa memberikan penjelasan lanjutan tentang Reynal yang katanya akan bertunangan.

Ia benar-benar tak habis pikir. Reynal? Tunangan? Dan tidak dengannya?

WHAT THE HELL?!?!

Ia dan Reynal bahkan belum putus dan kalau bisa jangan sampai. Tapi masa iya Reynal akan bertunangan dengan orang yang bukan dirinya? Sangat tidak mungkin, kan?

Tapi, sebentar. Sepertinya itu mungkin bisa terjadi karena Valerie tidak menyukainya. Wanita itu ingin menghancurkan hubungan mereka dan mencarikan pengganti dirinya dan langsung diikat dalam hubungan pertunangan.

Wrong ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang