Boleh dong minta Vote dan Feedback-nya di akhir cerita nanti. Jangan pelitlah, pencet bintang itu gak bayar dan gak disuruh mikir kayak bikin cerita koq!
*
*
*
*
*Suatu pagi, Jiyong sedang mencuci motornya di halaman rumahnya sendiri bukan rumah tetangga yang pasti. Karena nanti diomelin sama pemilik rumahnya. Lagi asyiknya mencuci motor merah kesayangannya, dia seperti mendengar seseorang memanggil namanya dari luar pagar.
"Jiyong Hyung!"
Jiyong celingak celinguk mencari sumber suara yang juga tidak dia temukan. Baiklah, mungkin dia salah dengar jadi lanjut nyuci motor lagi yang sempet terhenti. Namun, tidak memakan waktu hingga seabad Jiyong kembali mendengar suara gaib yang memanggil namanya.
"Jiyong Hyung!"
Suaranya itu halus dan lembut, selembut sutera. Jadi, Jiyong bingung siapa dan di mana yang manggil dia. Jiyong kembali celingukan di antara pagar rumahnya. Lagi-lagi tidak nemu sosoknya. Dia lanjut cuci motor lagi.
"Jiyong Hyung!"
Sampai pada panggilan ketiga, Jiyong mencari lagi. Kali ini dia menemukan siapa yang memanggilnya dari pagar kecilnya. Memang posisi Jiyong cuci motor ini di dekat pagar besar biasa keluar masuk mobil dan jarang sekali ada yang manggil di pagar rumahnya yang kecil. Alhasil ya dia bingung mana yang manggil.
"Eh, Daesung!"
"Aduh Hyung, telinganya lagi gangguan sinyal ya? Kok dipanggil dari tadi tidak nyahut!" protes nih ceritanya si Daesung tetangganya yang paling unik.
"Maaf, tidak tahu kalau kau manggil di sini. Lagian, rumahmu 'kan di sebelah kanan tepat di sebelah pagar rumahku yang besar, kenapa manggil di sebelah kiri sih?" Jiyong tidak kalah mau protes juga.
"Oh, itu ... lagi iseng saja sih! Ngetes kira-kira kalau dari sini kedengeran tidak suaraku," jawab Daesung senyum menuju cengiran.
Jiyong kasih tatapan datar pada pemilik hidung eksotis di depannya. Ngomong-ngomong, Jiyong sama sekali tidak membukakan pintu pagar dan persilakan Daesung masuk. Padahal mereka bertetangga sudah sekitar lima belas hari eh lima belas tahun. Lagi malas saja gitu buka pintu. Jadilah mereka bicara dipisahkan sebuah pagar bukan sebuah restu. Luar biasa memang mereka ini.
"Kayak ujian negara saja pakai tes segala. Ujian hidup saja belum tentu lolos."
"Ah, Hyung tahu saja!"
Daesung cengar cengir di luar pagar dengan matanya yang menghilang. Kasian.
"Jadi, ada apa ke sini?"
"Oh, hampir lupa 'kan tuh tujuan aku ke sini. Ini ada sedikit oleh-oleh."
Daesung kasih sekantung plastik dengan isi yang Jiyong sendiri belum tahu apa itu. Jiyong ambil saja kantung itu dan dia lihat ke dalamnya.
"Sungguh sedikit!" batin Jiyong, "oh ... terima kasih ya."
Jiyong tutup lagi kantungnya, lalu lihat ke Daesung dengan kasih sedikit senyuman. Sedikit saja jangan banyak-banyak bisa diabetes nanti si Daesung.
"Jangan sungkan. Kita 'kan tetangga. Seungri ke mana?"
Daesung celingukan mencari keberadaan Mister Panda kesayangan si Jiyong itu yang penampakannya dari tadi tidak terlihat.
"Seungri lagi ke mini market. Mau klaim hadiah kata dia," jawab Jiyong.
"Oh, jiwa ibu-ibunya berontak ya Hyung."
Jiyong mengangguk, "Hu'um."
"Ya sudah kalau begitu aku pulang ya. Pegal ngomong di sini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Symphony of Life
RandomHidup bagai sebuah simfoni Hidup bagai panggung sandiwara Hidup bagai pelangi yang memiliki warna Hidup adalah Hidup Apapun yang terjadi, tolong jangan lupa napas. Karena napas itu gratis! Manfaatkan! #1st published on 14 November 2022