Chapter 23

1.5K 128 6
                                    

Dedicated to my all of my lovely readers! Enjoy x

Lycia's POV

Perlahan, aku membuka mataku yang terasa sangat berat dan melirik sekeliling. Dapat kulihat dengan barang-barang dan perabotan yang berwarna merah muda yang tentunya sangat familiar. Aku tersenyum kecil, bersyukur karena sudah terbangun dari mimpi buruk itu.

Malas, aku menyibak selimutku perlahan dan memutuskan untuk mandi. Tentunya agar aku menjadi lebih segar. Setelahnya, aku bersiap-siap dan berjalan keluar kamar ketika aku sudah rapi. Aku melangkahkan kakiku melewati kamar Grey, kembaranku. Terlihat pintu kamarnya yang terbuka lebar yang menunjukkan betapa berantakannya kamar kembaranku itu.

Aku kembali tersenyum kecil karenanya. Bisa-bisa pada akhirnya aku berubah menjadi gadis yang periang (read: hyperactive) yang berjalan kesana kemari sembari meloncat-loncat dan bersenandung kecil. Duh, dengan membayangkannya saja sudah membuatku bergidik ngeri.

Ketika aku sampai di ruang makan, aku disambut oleh senyuman Mom yang membuatku ikut menarik bibirku membentuk senyuman. Aku mengalihkan pandanganku kepada seorang anak laki-laki (yang terkadang cerewet seperti perempuan) yang sedang mengunyah rotinya.

Dia melambaikan tangannya kepadaku seakan-akan aku berjarak 10 meter darinya dan menunjuk-nunjuk bangku kosong yang berada tepat disebalah kirinya. Aku terkekeh melihat kelakuan konyolnya.

Aku meraih roti yang sudah diolesi Nutella dari sebuah piring yang berada tepat dihadapanku. Tanpa berpikir pun aku sudah tahu siapa yang sudah mengolesi rotiku ini, Grey. Dia sangat hafal dengan segala hal yang aku suka dan yang aku benci. Tentu saja, kami sudah bersama semenjak berada di dalam perut Mom.

Aku menggumamkan kata "Thanks" dan dengan perlahan aku memakan roti itu. Aku meminum susu yang disediakan diatas meja makan setelah selesai menghabiskan rotiku dan berpamitan dengan Mom dan Dad. Tentang Dad, beliau sama sekali tidak membunuh ibunya Michael. Beliau dituduh oleh pegawainya sendiri.

Ketika aku keluar rumah, aku dikejutkan oleh seorang anak laki-laki dengan rambut brunette yang mengenakan kacamata hitam yang sedang melipat tangannya di dada dan bersandar di mobilnya. Dasar pamer.

Dia berjalan kearahku dan mengacak rambutku yang membuatku mendengus. Dia pun terkekeh sembari membenarkan rambutnya. Membuatku kesal sendiri dengan sikap sok tampannya itu.

"Good morning, princess!" Serunya tiba-tiba yang membuatku terlonjak kaget. Well, sepertinya dia memiliki 1000 cara untuk membuatku kesal dan sepertinya, semua cara yang dia lakukan selalu berhasil.

Dia, Matt. Seseorang yang selalu berhasil membuatku kesal disengaja atau tidak disengajanya. Tapi disisi lain, aku merasa sangat bersyukur karena sudah mengenalnya. Walaupun awal pertemuan kami sama sekali tidak baik.

Well, ketika seseorang berkata bahwa 'Everythings happen for a reason.' Aku 100% percaya dengan itu. Buktinya, dengan datangnya makhluk Jahannam ini aku tidak jadi mati di bunuh para Shadow. Dia menyelamatkanku dan dengan bodohnya aku menjadi sering memikirkanya.

Ini hari ke-7 setelah kejadian itu. Tetapi, masih terasa seperti kejadian itu terjadi kemarin. Ingatan tentang Lexi dengan darah yang mendesak keluar dari perutnya itu masih sangat segar diingatanku. Gadis itu tidak sadarkan diri ketika dia dibopong ke Ambulan. Membuat aku merasa sangat bersalah.

Lexi tidak sadarkan diri selama 3 hari. Membuat semua orang cemas tentunya dan kabar baiknya, lusa dia diperbolehkan keluar dari rumah sakit dan beraktivitas seperti biasa.

"By the way, you look amazing today." Ucap seseorang yang duduk disampingku. Siapa lagi selain Matt? Belakangan ini, dia menjadi semakin menyebalkan dan ini salah satu tingkah menyebalkannya.

Aku memutar bola mataku lalu menyahut, "What you want?"

Terdengar kekehannya yang membuatku semakin kesal. Perlahan, mobil memasuki area sekolah dan tentunya kecepatan mobil ini pun melambat.

"Not much." Sahutnya yang membuatku kembali memutar bola mataku. Sudah kuduga, pasti ada hal yang dia inginkan.

Aku mengalihkan pandanganku yang sedari tadi menatap luar menjadi menatap Matt. Aku memberinya tatapan jengahku tanda aku sangat malas dengan basa-basi yang sama sekali tidak penting ini.

Mobil pun berhenti. Tentunya aku ingin cepat keluar karena sudah tidak tahan dengan anak laki-laki menyebalkan ini. Dan sepertinya, Dewi Portuna sedang tidak memihak kepadaku. Mobil ini masih dikunci.

Aku menatap tajam kearah Matt. Terlihat dia menghembuskan nafasnya dengan bodohnya. Bukankah seharusnya aku yang melakukan itu? Karena akulah yang sedang dilanda kesialan.

"Dengarkan aku, Lyc. Sekali ini saja." Ucapnya dengan wajah memelas. Jika kau pikir aku tidak tega, kau salah besar. Aku menghembuskan nafasku dan menatapnya, tepat dimanik mata dengan lensa cokelatnya.

"You know? I like you. I really really really really like you." Ucapnya diiringi tawa kecilnya. Membuat jantungku sedikit bergetar karenanya. Mencoba bertingkah seperti biasa, aku memutar bola mataku dan memberi tatapan seperti berkata cepat-lanjutkan-bodoh

"Sepertinya kau sangat tidak sabaran."

Dia tertawa bahkan sampai matanya terpejam karenanya. Ini salah satu alasan kenapa aku mengatainya aneh. Dia sering menertawakan hal yang tidak lucu.

"Oke oke, aku serius. Well, sepertinya kau sudah tahu kemana jalan pembicaraan ini."

Dia bersandar dijoknya dengan tangan yang terlipat dikepala. Menjadikan bantal. Aku mendengus, tidak lupa kembali memutar bola mataku. Ikut bersandar di jok yang sedang kududuki ini. Membiarkan keheningan diantara kami.

"I love you, Lycia. I'm so freaking serious" Dia mengantungkan kata-katanya. Membuatku bertanya-tanya apa yang akan dia katakan "So, would you be my girl?"

Aku memutar bola mataku. Berusaha menutupi kegugupanku. Aku tidak mengatakan apapun. Karena aku tidak memiliki rangkaian kata yang tepat untuk itu. Aku hanya menatapnya yang juga balas menatapku. Membuatku sulit mengalihkan pandanganku.

"Caramu menatapku menjijikkan"

Bohong, aku sangat menyukai bagaimana dia menatapku.

Aku mengalihkan pandanganku. Menatap orang-orang yang sedang berlalu lalang dengan tas dibahu mereka. Aku sangat ingin menyudahi momen ini. Tapi, disisi lain aku tidak ingin jauh darinya. Betapa menyebalkannya ini.

"Itu berarti kau menolakku?"

Aku kembali mengalihkan pandanganku. Menatap wajah kusut seorang Matthew Espinosa. Membuatku merasa tidak nyaman. Rasanya semua perasaan bercampur menjadi satu. Membuat dadaku terasa sesak. Sangat menyiksa.

Aku melihat tangannya bergerak membuka kunci mobil. Mempersilahkanku keluar atau lebih tepatnya mengakhiri momen menyiksa ini. Aku berbalik, meraih tasku dan membuka pintu mobil.

"No, I would. love you too"

Dan dengan segera menutup mobil itu. Berusaha agar menutupi rasa maluku dan segera berlari memasuki gerbang sekolah.

-THE END-

Author's note

Hola! Meet me again! Cepat kan updatenya? Cepat kan? Ha! Thank you so much buat yang udah baca ini sampai end. Ga nyangka, bruh! Udah selesai aja ini cerita.

Ga punya kata-kata lain.... thanks!

Epilogue?soon :)

Damn, I Love You ; M.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang